Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengenal Tradisi Lampu Colok Bengkalis, Berpendar Mulai Malam Ke-27 Ramadhan

Kompas.com - 18/04/2023, 14:15 WIB
Erwina Rachmi Puspapertiwi,
Inten Esti Pratiwi

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Tradisi lampu colok terbuat dari ribuan kaleng yang dibentuk menjadi masjid, ramai menjadi perbincangan warganet.

Keramaian tersebut berawal dari unggahan akun Twitter ini pada Senin (17/4/2023).

Pengunggah membagikan gambar rangkaian lampu berbentuk masjid yang bersinar terang di tengah kegelapan malam.

"Malam ini di daerah sender ada tradisi lampu colok (pelita) ribuan kaleng yang dibentuk menjadi gambar masjid, sumpah keren banget," tulis pengunggah.

Menanggapi unggahan itu, warganet lainnya ikut membagikan foto-foto lampu serupa. Mereka menyatakan lampu itu berada di berbagai wilayah, seperti Bengkalis atau Dumai di Provinsi Riau serta di perbatasan Pontianak dan Kuburaya, Kalimantan Barat.

Hingga Selasa (18/4/2023), unggahan tersebut tayang sebanyak 257.700 kali, disukai 6.652 akun Twitter, dan dibagikan 361 kali.

Lalu, sebenarnya apa itu tradisi lampu colok yang berbentuk masjid?

Baca juga: Ramai soal Lagu Bangbung Hideung Disebut Nyanyian Mistis, Pakar Budaya: Itu Lagu soal Cinta


Lampu colok Bengkalis

Kepala Dinas Kebudayaan Provinsi Riau, Raja Yoserizal Zen menjelaskan bahwa tradisi lampu colok atau pelita ini merupakan budaya di daerah-daerah pesisir pusat agama Islam di Indonesia.

"Misalnya di Provinsi Kepulauan Riau, Sulawesi, dan Kalimantan," jelasnya kepada Kompas.com, Selasa (18/4/2023).

Lebih lanjut, Raja mengungkapkan bahwa tradisi lampu colok sudah ada di antara masyarakat Kabupaten Bengkalis secara turun temurun, paling tidak berusia 50 tahun.

Lampu ini akan dipasang setiap malam ke-27 di bulan Ramadhan dan berakhir ketika malam takbiran. Total, lampu colok akan bersinar di Bengkalis selama tiga hari.

Lokasi pemasangan lampu colok biasanya ada di gerbang desa maupun halaman atau lapangan yang luas. Satu desa di Bengkalis bahkan bisa membuat tiga hingga empat lampu colok.

"Lampu Colok Bengkalis memiliki makna nilai gotong royong, kebersamaan antar masyarakat, dan nilai seni untuk memberikan penerangan di malam 27 Ramadhan," jelas Raja.

Nilai gotong royong ini terlihat dari usaha masyarakat membangun lampu colok bersama-sama.

Satu bangunan lampu colok di Bengkalis bisa memiliki luas hingga 5-6 meter dengan tinggi belasan meter. Setidaknya butuh waktu satu bulan untuk menyelesaikan rangkaian lampu yang umumnya berbentuk masjid ini.

Raja menambahkan, tradisi lampu colok ini awalnya hanya untuk penerangan. Sekarang, pembuatannya juga dilakukan dengan tujuan kesenian. Bahkan, lampu colok juga semakin berkembang menjadi berbentuk tiga dimensi.

Baca juga: Tradisi Menyapu Koin di Jembatan Sewo Indramayu, Bagaimana Sejarahnya?

Warisan budaya khas Bengkalis Riau

Lampu Colok Bengkalis. Lampu Colok Bengkalis.
Raja menyatakan, Provinsi Riau telah mengajukan tradisi lampu colok Bengkalis sebagai Warisan Budaya Tak Benda Indonesia kepada Kementerian Pendidikan dan Budaya RI.

Menurutnya, ada berbagai persyaratan agar suatu budaya dapat diajukan sebagai Warisan Budaya Tak Benda.

Syarat itu antara lain berupa suatu budaya yang minimal berusia dua generasi atau 50 tahun, ada maestro pembuatnya, dilengkapi foto dan video budaya tersebut, serta dilakukan kajian dari Kemendikbud.

"Alhamdulillah, tahun 2021 ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda Indonesia," lanjut Raja.

Berdasarkan data dari Direktorat Warisan dan Diplomasi Budaya Kemendikbud, lampu colok Bengkalis merupakan warisan budaya dengan nomor registrasi 202101350 di bawah domain Adat Istiadat Masyarakat, Ritus, dan Perayaan-Perayaan.

Setelah resmi menjadi warisan budaya asal Riau, Pemerintah Provinsi Riau wajib melakukan pembinaan terhadap masyarakat.

Salah satunya dilakukan dengan mengadakan berbagai lomba pembuatan lampu colok dari tingkat desa hingga antar-daerah.

"Dari amanat gubernur, lampu colok dilombakan antar-dinas perangkat daerah di Riau dan untuk umum di Pekanbaru. Tahun ini masuk penyelenggaraan tahun ketiga," ungkap Raja.

Di tahun ini, Raja bersama Dinas Kebudayaan Riau telah mengadakan perlombaan lampu colok pada Minggu (17/4/2023). Ia memperkirakan ada ratusan lampu colok yang dibuat pada tahun ini.

Baca juga: Mengenal Semana Santa, Tradisi Paskah di Larantuka yang Lestari dari Abad ke Abad

Proses pembuatan lampu colok

Raja juga menjelaskan proses pembuatan lampu colok ini. Berikut tahapan-tahapannya:

1. Mencari kayu ke hutan bersama-sama.
2. Sekitar 7-10 orang berkumpul untuk mempersiapkan bahan-bahan membuat lampu colok, seperti kaleng, kawat duri, kawat punai, kawat halus, sumbu kompor, paku, serta minyak tanah.
3. Selanjutnya, warga akan mengerjakan lampu colok bersama-sama berdasarkan pembagian tugasnya.
4. Kaleng atau botol dibagi dua, dibersihkan, lalu diberi sumbu dengan bahan bakar campuran minyak atau solar.
5. Lampu colok yang sudah dipasang di gerbang desa atau lapangan luas kemudian dinyalakan.

"Dulu dibiarkan sampai habis minyaknya dan mati sendiri. Sekarang, mulai habis Maghrib dinyalakan sampai pukul 00.00 dimatikan. Itupun berlangsung selama tiga malam berturut-turut, mulai malam 27 sampai takbiran," jelas Raja.

Ia mengungkapkan bahwa warga belajar sendiri membuat lampu colok hingga menjadi kebiasaan. Dari kebiasaan, warga menjadi mahir bahkan kini ada orang yang berprofesi sebagai pembuat lampu colok.

"Mereka belajar bagaimana lampu colok tidak padam saat disaksikan, bagaimana campuran minyak dan solar, bagaimana terkena angin badai tidak padam," pungkasnya.

Baca juga: Hari Ini dalam Sejarah: Batik Ditetapkan sebagai Warisan Budaya Dunia

Sejarah lampu colok

Dilansir dari situs Warisan Budaya Takbenda Kemendikbud, masyarakat di Kabupaten Bengkalis kuno meyakini para arwah leluhur akan berkunjung ke sanak saudara menjelang malam Lebaran.

Untuk itulah perlu adanya penerangan di halaman rumah dan jalan agar para arwah tidak tersesat.

Kenyataannya, tradisi lampu colok di Bengkalis berfungsi sebagai penerang jalan bagi warga yang akan membayar zakat fitrah ke rumah pemimpin masyarakat atau Pak Lebai serta sebagai penerang jalan bagi masyarakat menuju masjid atau surau.

Lampu ini awalnya terbuat dari potongan bambu yang diberi lubang dan diisi dengan sumbu berminyak tanah. Sumbu akan dinyalakan seperti obor.

Seiring waktu, tradisi lampu colok di Bengkalis mengalami perubahan dan kemajuan yang pesat sekitar 1980-an.

Contoh bentuk yang sering dipilih, yaitu miniatur masjid, lafaz Allah, ayat suci Al Quran, dan berbagai bentuk menarik lainnya.

Meskipun pembuatan colok di Bengkalis sudah mengalami kemajuan, makna, nilai-nilai, serta fungsinya masih terpelihara dan terjaga.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com