KOMPAS.com - Pangeran Ario Husein Djajadiningrat merupakan orang Indonesia peraih gelar pendidikan tertinggi (doktor) dan profesor pertama di Indonesia.
Dikutip dari laman Museum Pendidikan Nasional Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), Husein Djajadiningrat memiliki gelar akademik di bidang bahasa dan sejarah.
Tak hanya itu, pria kelahiran 8 Desember 1886 ini juga seorang sarjana terkemuka di bidang kebudayaan Islam.
Baca juga: Mengenang Habibie, dari Dunia Dirgantara hingga Kecamannya terhadap Musik Rap
Diketahui, Husien merupakan anak dari Raden Bagus Djajawinata, seorang Bupati Banten yang memiliki pikiran maju.
Tak heran, ia berhasil menyekolahkan anaknya hingga pendidikan tinggi.
Setelah lulus dari Hoogere Burgerschool atau HBS, Husein kemudian melanjutkan pendidikannya ke Leiden University, Belanda.
Untuk masuk ke kampus itu, ia harus menempuh ujian bahasa Latin dan Yunani kuno.
Baca juga: Mengenang Profesor Drum Neil Peart...
Semasa kuliah, ia pernah memperoleh medali emas setelah menulis tentang sejarah Aceh berdasarkan sumber naskah Melayu di Leiden.
Dari sana, ia sukses meraih gelar doktor di bidang bahasa dan budaya Indonesia pada 1913.
Di bawah promotor Snouck Hurgronje, ia menulis disertasi berjudul Critische Beschouwing van de Sadjarah Banten (Tinjauan Kritis Sejarah Banten).
Baca juga: Dapat Gelar Doktor Kehormatan, Ini Rekam Jejak Taylor Swift
Disertasi ini menjadi tonggak historiografi modern Indonesia. Tak heran, Husein dianggap sebagai Bapak Metodologi Penelitian Sejarah Indonesia.
Melalui karya itu, Husein merupakan tokoh pertama yang menetapkan tahun 1257 sebagai kelahiran Jayakarta.
Pada 1919, ia mendirikan Java Institut dan menjadi redaktur majalah Djawa bersama Raden Ngabahi, dikutip dari laman Dinas Kebudayaan Jakarta.
Baca juga: Viral, Unggahan Istilah Bahasa sebagai Nama untuk Bahasa Indonesia, Pakar Sebut Itu Salah
Ia kemudian diangkat menjadi guru besar di Reschtchoogeschool Jakarta untuk mata kuliah Hukum Islam, bahasa Jawa, Melayu, dan Sunda pada 1924.
Berkat bantuan Snouck, Teuku Mohammad Nurdin, Hazeu, dan Abu Bakar Aceh, Husein Djajadiningrat sukses menerbitkan kamus bahasa Aceh-Belanda dalam dua jilid pada 1934.