Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komarudin Watubun
Politisi

Komarudin Watubun, SH, MH adalah anggota Komisi II DPR RI; Ketua Pansus (Panitia Khusus) DPR RI Bidang RUU Otsus Papua (2021); pendiri Yayasan Lima Sila Indonesia (YLSI) dan StagingPoint.Com; penulis buku Maluku: Staging Point RI Abad 21 (2017).

Membaca dan Mengantisipasi Krisis Global Kini dan ke Depan

Kompas.com - 30/01/2023, 09:27 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

“Climate Change could cause disaster in the world’s oceans” atau perubahan iklim berisiko memicu bencana lautan di planet Bumi. Begitu judul hasil kajian Liu et al. (2022) yang dirilis jurnal Nature Climate Change. Peruban iklim sangat berisiko bagi ekosistem kelautan kini dan ke depan. Tentu pengetahuan ini sangat penting bagi bangsa dan negara maritim-kepulauan seperti Indonesia.

Baca juga: 5 Dampak Positif Perkembangan Iptek bagi Kehidupan Manusia

Pemanasan global ekstrem dapat menghambat dan menghentikan sirkulasi termasuk CO2 di lautan. Begitu isi pesan riset Liu et al. (2022). Sirkulasi laut adalah pabrik proses CO2 di atmosfer. Sirkulasi fisik dan kimia dasar laut, misalnya, menyerap CO2 ke laut dan fitoplankton menyerap CO2 selama fotosintesis di laut.

Maka intelijen strategis harus membaca tanda-tanda risiko semacam ini. Kita perlu mengadopsi model intelijen ilmiah ini yakni paduan ilmu bumi (Yi Liu, PhD), ilmu sistem bumi (Profesor Francois Primeau), dan ilmu kelautan dan Bumi (Profesor Wei-Lei Wang).

Kita juga baca kajian Christopher W Callahan et al. (2022) di jurnal Science Advances tentang dampak badai panas ekstrem terhadap pertumbuhan ekonomi dunia. Tahun 1992-2013, dunia menderita kerugian sekitar 16 triliun dollar AS akibat badai panas terhadap kesehatan manusia, produktivitas, dan hasil pertanian. Risiko ini memicu nestapa pada masyarakat negara paling miskin dan penghasil karbondioksida (CO2) terendah.

Kini tiba saatnya, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) memperkuat intelijen ilmiah Indonesia guna membaca tanda-tanda risiko, antisipasi, dan kendali risiko kehidupan bangsa Indonesia kini dan ke depan.

Badan riset daerah perlu meneliti kearifan lokal, ilmu dan teknologi lokal tiap daerah dan 1331 suku Bangsa Indonesia, pengetahuan lokal, dan sejenisnya guna melindung bangsa dan seluruh tumpah darah, mencerdaskan kehidupan bangsa dan memajukan kesejahteraan umum berdasar Pancasila dan UUD 1945.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com