Dilansir dari laman University of Maryland, Baltimore County (UMBC), udara dingin dapat menahan kelembapan jauh lebih sedikit daripada udara hangat.
Oleh karena itu, awan saat udara dingin cenderung lebih tipis dan berlapis, serta tidak memiliki banyak air di dalamnya.
Di sisi lain, angin dengan kecepatan lambat mulai menyapu awan tipis yang tidak memiliki banyak kelembaban, sehingga terbentuklah tetesan hujan kecil.
Berat awan yang jauh lebih ringan juga membuat gravitasi dengan mudah menariknya ke bawah untuk melawan arus angin, sebelum hujan berubah semakin besar.
Saat itulah, Bumi akan diguyur hujan lebih tenang dan tidak menakutkan.
Sebaliknya, hujan badai atau hujan deras terjadi saat banyak uap air di udara dan angin yang bergerak dengan sangat cepat.
Udara hangat akan menciptakan awan tinggi dan tebal, serta mengandung banyak uap air.
Akibatnya, tetesan air terbentuk dengan cepat saat udara bergerak naik melalui awan. Namun, lantaran angin bertiup ke atas dengan sangat cepat, tetesannya bisa menjadi sangat besar sebelum gravitasi sempat menyeretnya ke Bumi.
Ketika uap air menjadi terlalu berat untuk dibawa angin, semua tetesan air dalam awan pun runtuh dan menghujani Bumi.
Meski deras, hujan jenis ini biasanya tidak berlangsung lama. Begitu hujan turun dari awan dan menekan aliran udara ke atas, awan akan menghilang dan hujan pun mereda.
Baca juga: Saat Air Terjun Raksasa Niagara Membeku Diterpa Badai Salju Ekstrem...
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.