Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Mahmud
Mahasiswa magister hukum Universitas Islam Indonesia

Mahasiswa magister hukum Universitas Islam Indonesia, penulis buku Generasi Transisi dan Turbulensi Politik: Catatan Kritis Anak Bangsa

Obesitas Regulasi, Metode Omnibus Law, dan Perppu Cipta Kerja

Kompas.com - 04/01/2023, 11:18 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

PEMERINTAH menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja pada 30 Desember 2022.

Setidaknya ada dua alasan pemerintah menerbitkan perppu tersebut. Pertama, alasan ekonomi, yaitu kondisi ekonomi global, termasuk kondisi ekonomi Indonesia, mengalami atau menghadapi ancaman resesi, inflasi dan stagflasi. Kedua, alasan geopolitik dunia yaitu perang Rusia dan Ukraina yang belum selesai, sehingga kemudian menyebabkan terjadinya krisis pangan, krisis energi, hingga krisis keuangan.

Terkait dengan hal ini, Karl Marx dulu menyatakan, untuk mengetahui latar belakang masalah yang berkembang di masyarakat, lihatlah aktivitas ekonomi masyarakat. Kondisi ekonomi ini yang kemudian disebut Marx sebagai infrastruktur yang kemudian membentuk politik, negara, hukum, dan alat-alat negara (suprastruktur).

Baca juga: Perppu Cipta Kerja dan Jebakan Produktivitas Semu

Alasan ekonomi yang mendorong pemerintah menerbitkan Perpu Cipta Kerja. Perppu itu lahir bukan karena kegentingan yang memaksa atau karena kekosongan hukum melainkan karena alasan ekonomi, yaitu untuk menarik investor berinvestasi di Indonesia sebagai upaya menghadapi krisis ekonomi.

Hal itu tentu melanggar prinsip-prinsip negara hukum. Tiba-tiba saja pemerintah menerbitkan Perpu Cipta Kerja sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang cacat prosedur dan material.

Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 91/PUU-XVIII/2020 menyatakan, UU Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat. Dalam putusan tersebut MK meminta para pembentuk undang-undang (yaitu DPR dan pemerintah) memperbaiki atau merevisi UU Cipta Kerja dalam waktu dua tahun.

MK tidak meminta pemerintah dan DPR merevisi Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (UU P3), apalagi menerbitkan Perpu Cipta Kerja. Namun yang dilakukan DPR dan pemerintah adalah merevisi UU P3 dan menerbitkan Perpu Cipta Kerja ini.

Jika melihat kondisi sosial dan politik Indonesia saat ini, revisi UU Cipta Kerja sangat tidak mungkin dilakukan. Apalagi di tengah momentum politik dan telah memasuki tahapan pemilihan umum 2024. Partai politik, anggota DPR, dan para menteri sibuk dengan agenda politiknya masing-masing dan persiapan kontestasi Pemilihan Umum 2024.

Hal ini yang kemudian disebut sebagai kutukan periode kedua pemerintahan Jokowi dan Ma’ruf Amin. Presiden dan wakil presiden akan ditinggalkan oleh partai-partai koalisi dan pembantu-pembantunya, terutama yang dari partai politik.

Tetapi bukan berarti kondisi itu jadi pembenar bagi pemerintah untuk menerbitkan Perpu Cipta Kerja. Ada beberapa hal yang perlu dilihat kembali mengenai legislasi dan proses legislasi UU Cipta Kerja di DPR beberapa waktu lalu.

Pertama, metode omnibus law dalam legislasi UU Cipta Kerja di DPR belum diformulasikan dalam pengaturan UU P3. Itulah kenapa kemudian DPR dan pemerintah merevisi UU P3 dan kemudian memasukan metode omnibus law ke dalam UU P3 baru (UU No. 13 Tahun 2022 tentang P3) sebagai legitimasi atas UU Cipta Kerja.

Problem hukumnya adalah legislasi UU Cipta Kerja di DPR mendahului formulasi pengaturan metode omnibus law dalam UU P3. Jadi legislasi UU Cipta Kerja itu cacat secara prosedural.

Persoalan dalam penerapan metode omnibus law

 

Metode omnibus law merupakan teknik pembentukan peraturan perundang-undangan yang menitikberatkan pada penyederhanaan teknik legislasi karena merevisi dan mencabut banyak undang-undang sekaligus (Black Law Dictionary).

Baca juga: Penjelasan Lengkap Mahfud MD soal Perppu Cipta Kerja yang Tuai Pro-Kontra

Penerapan metode omnibus law dalam legislasi di DPR sebagai bentuk penyederhanaan regulasi dan mengurangi obesitas regulasi seharusnya sudah ada pengaturan sebelumnya atau setidak-tidaknya DPR dan pemerintah membuat formulasi pengaturan mengenai ambang batas atau maksimum kapan regulasi itu dikatakan mengalami obesitas (regulasi terkait suatu topik atau isu menjadi terlalu banyak dan tidak efektif).

Halaman Berikutnya
Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com