Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komarudin Watubun
Politisi

Komarudin Watubun, SH, MH adalah anggota Komisi II DPR RI; Ketua Pansus (Panitia Khusus) DPR RI Bidang RUU Otsus Papua (2021); pendiri Yayasan Lima Sila Indonesia (YLSI) dan StagingPoint.Com; penulis buku Maluku: Staging Point RI Abad 21 (2017).

Solusi terhadap Kegagalan Iptek Tentang Perubahan Iklim

Kompas.com - 24/12/2022, 10:15 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

SEKITAR 57 buku teks biologi perguruan tinggi di Amerika Serikat (AS) tahun 1970-2019 gagal menyajikan solusi perubahan iklim. Begitu hasil penelitian Rabiya Arif Ansari et al (2022) yang dirilis jurnal Public Library of Science, Plos One, edisi Desember 2022.

Rabiya Arif Ansari asal College of Agriculture and Life Sciences, North Carolina State University (NCSU), mentornya, Profesor biologi Jennifer M Landin, asal Department of Biological Sciences (NCSU), meneliti konten perubahan iklim dalam buku teks biologi sekitar 50 tahun terakhir di AS. Kedua peneliti ini mengkaji cakupan, lokasi, dampak dan solusi perubahan iklim dan efek rumah kaca dalam data, angka, grafik, dan teks buku-buku biologi tersebut.

Rabiya Arif Ansari et al menemukan bahwa hanya tiga halaman dari 1.000 halaman buku biologi 10 tahun terakhir mengupas perubahan iklim. Pra-1990, sekitar 10 kalimat menyebut perubahan iklim; tahun 1990-an, 30 kalimat menyebut perubahan iklim; tahun 2000-an, 52 kalimat menyebut perubahan iklim; tahun 2010-an, 45 kalimat menyebut perubahan iklim. (M Shipman, 2022)

Baca juga: Tahun Depan, Krisis Kemanusiaan Makin Cepat akibat Perubahan Iklim

In short, we found biology textbooks are failing to share adequate information about climate change, which is a generation-defining topic in the life sciences,” papar Profesor Jennifer M Landin. (Science Daily, 21/12/2022)

Di sisi lain, selama ini, buku-buku teks biologi merupakan teks pengetahuan dan informasi baku-dasar para siswa dan mahasiswa memahami risiko dan pilihan solusi perubahan iklim terhadap habitat, ekosistem, pertanian, kehidupan manusia, dan seluruh hayat-hidup di planet Bumi.

Konten buku teks biologi selama 50 tahun tersebut di atas adalah contoh nyata dan jejak kegagalan kurikulum pendidikan yang memicu lonjakan krisis iklim akhir-akhir ini.

Kita juga baca hasil riset Charles Saylan (2011), direktur eksekutif Ocean Conservation Society dan Profesor Daniel T Blumstein, ahli biologi evolusi dan ekologi, asal Institute of the Environment and Sustainability, University of California (AS). Saylan dan Blumstein menyatakan bahwa pendidikan lingkungan di AS awal abad 21 gagal mencegah kepunahan banyak spesies, keanekaragaman-hayati, degradasi lingkungan, dan kendali perubahan iklim.

Maka, AS membutuhkan perubahan paradigma pendidikan (lingkungan) guna menghasilkan sehat-lestari kehidupan manusia dan ekosistem, papar kedua ahli dalam bukunya The Failure of Environmental Education (2011).

Konten buku teks biologi tentang perubahan iklim di AS tersebut berdampak besar. Misalnya, para guru di AS, menurut riset Plutzer et al (2012), masih bingung tentang sebab dan risiko perubahan iklim. Banyak guru menganggap pemicu perubahan iklim adalah sebab-sebab alamiah; guru-guru lain tidak menyebut faktor manusia sebagai pemicu utama perubahan iklim.

Contoh lain, pelajaran-pelajaran tentang insekta merosot dalam buku teks biologi di AS pasca tahun 1950-an. Begitu hasil riset Gangwani et al (2018:252-257).

Alasannya bukan hal sepele, yakni penggunaan pestisida memicu risiko kesehatan insekta-insekta. Buku teks biologi AS banyak mengupas biologi molekul pasca tahun 1960-an, khususnya publikasi riset genetik dan DNA. (Gaster, 1990:431-454; Gangwani et al., 2018)

Alasan lain, menurut Ansari et al (2022:12), pada paruh tahun 1930-an, terjadi titik balik pada kurikulum ilmu hayat di AS. Konten buku biologi bermula dari konsep cakupan kecil, misalnya biologi molekul dan biologi sel, berikutnya membahas evolusi dan ekologi.

Saat itu, biologi, bukan botani dan zoologi, yang menjadi patokan kurikulum ilmu hayat. Buku biologi karya Curtis et al (1934) Biology Today pertamakali menempatkan konten konservasi, reproduksi, dan evolusi pada bagian akhir buku. (Ladouceur, 2008: 435–471)

Kegagalan kurikulum pendidikan ilmu hayat di AS juga melanda negara-negara lain. Akibatnya, menurut kajian Carl Bruch et al (UNDP, 2019:12), isu-isu lingkungan lebih banyak memunculkan pertanyaan-pertanyaan daripada solusi, misalnya risiko-risiko kepunahan spesies atau risiko jangka panjang nano-teknologi terhadap kesehatan dan pertanian.

Hal itu memicu ketidakpastian dalam penerapan hukum lingkungan di seluruh dunia. (Ebbesson, 2010; UNDP, 2019)

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Kelas BPJS Kesehatan Dihapus Diganti KRIS Maksimal 30 Juni 2025, Berapa Iurannya?

Kelas BPJS Kesehatan Dihapus Diganti KRIS Maksimal 30 Juni 2025, Berapa Iurannya?

Tren
Penjelasan Polisi dan Dinas Perhubungan soal Parkir Liar di Masjid Istiqlal Bertarif Rp 150.000

Penjelasan Polisi dan Dinas Perhubungan soal Parkir Liar di Masjid Istiqlal Bertarif Rp 150.000

Tren
Apa yang Terjadi jika BPJS Kesehatan Tidak Aktif Saat Membuat SKCK?

Apa yang Terjadi jika BPJS Kesehatan Tidak Aktif Saat Membuat SKCK?

Tren
Uji Coba Implan Otak Neuralink Pertama untuk Manusia Alami Masalah, Ini Penyebabnya

Uji Coba Implan Otak Neuralink Pertama untuk Manusia Alami Masalah, Ini Penyebabnya

Tren
BPOM Rilis 76 Obat Tradisional Tidak Memenuhi Syarat dan BKO, Ini Daftarnya

BPOM Rilis 76 Obat Tradisional Tidak Memenuhi Syarat dan BKO, Ini Daftarnya

Tren
Update Banjir Sumbar: Korban Meninggal 41 Orang, Akses Jalan Terputus

Update Banjir Sumbar: Korban Meninggal 41 Orang, Akses Jalan Terputus

Tren
Ini Penyebab Banjir Bandang Landa Sumatera Barat, 41 Orang Dilaporkan Meninggal

Ini Penyebab Banjir Bandang Landa Sumatera Barat, 41 Orang Dilaporkan Meninggal

Tren
Gara-gara Mengantuk, Pendaki Gunung Andong Terpeleset dan Masuk Jurang

Gara-gara Mengantuk, Pendaki Gunung Andong Terpeleset dan Masuk Jurang

Tren
Badai Matahari Mei 2024 Jadi yang Terkuat dalam 20 Tahun Terakhir, Apa Saja Dampaknya?

Badai Matahari Mei 2024 Jadi yang Terkuat dalam 20 Tahun Terakhir, Apa Saja Dampaknya?

Tren
5 Temuan Polisi soal Kondisi Bus yang Kecelakaan di Subang, Bekas AKDP hingga Rangka Berubah

5 Temuan Polisi soal Kondisi Bus yang Kecelakaan di Subang, Bekas AKDP hingga Rangka Berubah

Tren
Nilai Tes Online Rekrutmen BUMN Tiba-tiba Turun di Bawah Standar, Ini Kronologinya

Nilai Tes Online Rekrutmen BUMN Tiba-tiba Turun di Bawah Standar, Ini Kronologinya

Tren
Pakai Cobek dan Ulekan Batu Disebut Picu Batu Ginjal, Ini Faktanya

Pakai Cobek dan Ulekan Batu Disebut Picu Batu Ginjal, Ini Faktanya

Tren
7 Pilihan Ikan Tinggi Zat Besi, Hindari Kurang Darah pada Remaja Putri

7 Pilihan Ikan Tinggi Zat Besi, Hindari Kurang Darah pada Remaja Putri

Tren
Pendaftaran CPNS 2024: Link SSCASN, Jadwal, dan Formasinya

Pendaftaran CPNS 2024: Link SSCASN, Jadwal, dan Formasinya

Tren
6 Tanda Tubuh Terlalu Banyak Konsumsi Garam

6 Tanda Tubuh Terlalu Banyak Konsumsi Garam

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com