Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Solusi terhadap Kegagalan Iptek Tentang Perubahan Iklim

Rabiya Arif Ansari asal College of Agriculture and Life Sciences, North Carolina State University (NCSU), mentornya, Profesor biologi Jennifer M Landin, asal Department of Biological Sciences (NCSU), meneliti konten perubahan iklim dalam buku teks biologi sekitar 50 tahun terakhir di AS. Kedua peneliti ini mengkaji cakupan, lokasi, dampak dan solusi perubahan iklim dan efek rumah kaca dalam data, angka, grafik, dan teks buku-buku biologi tersebut.

Rabiya Arif Ansari et al menemukan bahwa hanya tiga halaman dari 1.000 halaman buku biologi 10 tahun terakhir mengupas perubahan iklim. Pra-1990, sekitar 10 kalimat menyebut perubahan iklim; tahun 1990-an, 30 kalimat menyebut perubahan iklim; tahun 2000-an, 52 kalimat menyebut perubahan iklim; tahun 2010-an, 45 kalimat menyebut perubahan iklim. (M Shipman, 2022)

“In short, we found biology textbooks are failing to share adequate information about climate change, which is a generation-defining topic in the life sciences,” papar Profesor Jennifer M Landin. (Science Daily, 21/12/2022)

Di sisi lain, selama ini, buku-buku teks biologi merupakan teks pengetahuan dan informasi baku-dasar para siswa dan mahasiswa memahami risiko dan pilihan solusi perubahan iklim terhadap habitat, ekosistem, pertanian, kehidupan manusia, dan seluruh hayat-hidup di planet Bumi.

Konten buku teks biologi selama 50 tahun tersebut di atas adalah contoh nyata dan jejak kegagalan kurikulum pendidikan yang memicu lonjakan krisis iklim akhir-akhir ini.

Kita juga baca hasil riset Charles Saylan (2011), direktur eksekutif Ocean Conservation Society dan Profesor Daniel T Blumstein, ahli biologi evolusi dan ekologi, asal Institute of the Environment and Sustainability, University of California (AS). Saylan dan Blumstein menyatakan bahwa pendidikan lingkungan di AS awal abad 21 gagal mencegah kepunahan banyak spesies, keanekaragaman-hayati, degradasi lingkungan, dan kendali perubahan iklim.

Maka, AS membutuhkan perubahan paradigma pendidikan (lingkungan) guna menghasilkan sehat-lestari kehidupan manusia dan ekosistem, papar kedua ahli dalam bukunya The Failure of Environmental Education (2011).

Konten buku teks biologi tentang perubahan iklim di AS tersebut berdampak besar. Misalnya, para guru di AS, menurut riset Plutzer et al (2012), masih bingung tentang sebab dan risiko perubahan iklim. Banyak guru menganggap pemicu perubahan iklim adalah sebab-sebab alamiah; guru-guru lain tidak menyebut faktor manusia sebagai pemicu utama perubahan iklim.

Contoh lain, pelajaran-pelajaran tentang insekta merosot dalam buku teks biologi di AS pasca tahun 1950-an. Begitu hasil riset Gangwani et al (2018:252-257).

Alasannya bukan hal sepele, yakni penggunaan pestisida memicu risiko kesehatan insekta-insekta. Buku teks biologi AS banyak mengupas biologi molekul pasca tahun 1960-an, khususnya publikasi riset genetik dan DNA. (Gaster, 1990:431-454; Gangwani et al., 2018)

Alasan lain, menurut Ansari et al (2022:12), pada paruh tahun 1930-an, terjadi titik balik pada kurikulum ilmu hayat di AS. Konten buku biologi bermula dari konsep cakupan kecil, misalnya biologi molekul dan biologi sel, berikutnya membahas evolusi dan ekologi.

Saat itu, biologi, bukan botani dan zoologi, yang menjadi patokan kurikulum ilmu hayat. Buku biologi karya Curtis et al (1934) Biology Today pertamakali menempatkan konten konservasi, reproduksi, dan evolusi pada bagian akhir buku. (Ladouceur, 2008: 435–471)

Kegagalan kurikulum pendidikan ilmu hayat di AS juga melanda negara-negara lain. Akibatnya, menurut kajian Carl Bruch et al (UNDP, 2019:12), isu-isu lingkungan lebih banyak memunculkan pertanyaan-pertanyaan daripada solusi, misalnya risiko-risiko kepunahan spesies atau risiko jangka panjang nano-teknologi terhadap kesehatan dan pertanian.

Hal itu memicu ketidakpastian dalam penerapan hukum lingkungan di seluruh dunia. (Ebbesson, 2010; UNDP, 2019)

Karena itu, tiba saatnya, Indonesia memiliki konsep, modul, silabus dan kurikulum ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek ) guna mencetak sumber daya manusia (SDM) yang memiliki keahlian, pengetahuan, dan kompetensi tentang krisis dan solusi perubahan iklim, bio-ekonomi, ekonomi kelautan, penambangan sampah (urban mining), energi ramah-lingkungan, dan iptek tanah, air, dan pohon-pohon atau tumbuhan. Ini pilihan strategis iptek tentang perubahan iklim bagi Indonesia kini dan ke depan.

Elsevier adalah penerbit jurnal The Lancet, Cell, jurnal elektronik ScienceDirect, Trends, seri Current Opinion, data-base kutipan online Scopus, alat ukur kinerja riset SciVal, mesin riset ClinicalKey, dan jasa rawat kanker ClinicalPath. (Carpenter, 2021; UBC, 2021)

Mengapa kiprah Elsevier perlu dibedah? Tahun 2021, penerbit Elsevier memproduksi 600.000 artikel per tahun melalui 2.700 jurnal. Tahun 2018, arsip Elsevier menampung sekitar 17 juta dokumen dan 40.000 e-book dengan lebih dari satu miliar download secara tahunan. 

Elsevier mengelola jasa-jasa dan produk-produk misalnya manajemen data, riset analitik, dan aplikasi digital membuat perkiraan dan lain-lain.

Tahun 2022, penerbit dan perusahan analitik Elsevier dan induknya, RELX, merilis laporan ‘Climate Action’ dengan target ‘net-zero’ emisi karbon tahun 2040. Komitmen iklim RELX ialah tata-kelola energi, air, kertas, dan lingkungan sejak 2015, khususnya pengurangan emisi karbon berbasis iptek.

Sekitar 33.000 kayawan Elsevier dan RELX menyedia alat analitik dan keputusan bagi ribuan profesional dan bisnis global. 

RELX membentuk ‘green team’, misalnya tahun 2022, ‘Climate Race’ gaya-hidup sehat-lestari dan prakarsa ‘Tees for All’ di Overijssel, Belanda. Elsevier dan RELX memacu riset dan pengetahuan pembangunan berkelanjutan (SDGs) ke 13 ‘Climate Action’ dan poin ke-7 SDGs tentang energi bersih.

Elsevier menerbitkan 20.000 riset topik transisi dan energi bersih. Tahun 2021-2022, Elsevier menerbitkan 20 jurnal baru antara lain DeCarbon, Solar Compass, Carbon Captue and Storage, Sustainable Chemistry for Climate Action, Eco-Environment & Health, Tetrahedron Green Chem dan Green Energy & Resources.

Apakah model Elsivier-RELX adalah acuan ideal membangun iptek perubahan iklim, ‘green skill’s dan ‘geen jobs’ selama ini, kini, dan ke depan?

Tentu tidak. Sebab Elsivier dan RELX berupaya mencetak produk dan jasa-jasa global, dengan risiko menggerus karakter-karakter masyarakat-masyarakat lokal, khususnya pengetahuan lokal, kearifan lokal, teknologi lokal, tradisi budaya lokal, dan filosofi hayat-hidup lokal di seluruh dunia. Ini justru harus dicegah, sebab model-model iptek modern berisiko merusak iptek-iptek lokal.

Di sisi lain, selama lebih dari satu dekade terakhir, tulis Amy Westervelt (2022), Elsevier mendukung upaya industri-industri energi fosil mengoptimalkan ekstraksi minyak dan gas bumi. Bahkan penulis, editor, dan anggota penasihat jurnal-jurnal Elsevier adalah karyawan perusahan-perusahan minyak papan atas dunia.

Elsevier memasarkan portal riset dan layanan data ke industri-industri minyak dan gas yang membantu ‘peningkatan keberhasilan eksplorasi’ gas dan minyak.

Jadi, Elsevier sekilas mendukung konsolidasi, promosi, dan kendali transisi industri-industri fosil minyak dan gas ke sektor energi bersih skala global. Targetnya ialah manajemen kapital intelektual guna kontrol (transisi) sistem energi global.

Akhir-akhir ini ribuan kontrak Elsevier dengan perguruan tinggi dan lembaga-lembaga riset berbagai negara berakhir, diboikot, dikritik, atau dikaji-ulang, khususnya soal biaya, keterbukaan penyandang dana riset, dan keterbukaan akses ke penerbitan Elsevier.

Misalnya, lembaga-lembaga riset di Finlandia membiaya langganan karya ilmiah sebesar 27 juta euro; kira-kira 1/3 dari jumlah itu masuk ke Elsevier.  Hal ini memicu 2800 peneliti di Finlandia mengajukan petisi dan boikot. 

Sebanyak 60 lembaga riset Projekt DEAL asal Jerman mengakhiri kontrak kerja sama dengan Elsevier sejak 1 Januari 2017. Alasannya, Elsevier menolak usul Projekt DEAL agar memiliki akses terbuka ke Elsevier.

Tahun 2018, 200 perguruan tinggi di Jerman membatalkan langganan jurnal Elsevier. Agustus 2017, 186 lembaga Jerman membatalkan kontrak dengan Elsevier. 

Mitra lain Elsevier ialah Max Planck Society (MPS). Lembaga ini adalah wadah 14.000 ilmuwan pada 84 lembaga riset dan penerbit 12.000 artikel tiap tahun. Akhir Desember 2018, MPS mengakhiri kerja sama langganan publikasi dari Elsevier.

Februari 2019, Califonia University mengakhiri langganan atau akses publikasi hasil riset yang didanai pada Elsevier. Tahun 2020, MIT mengakhiri pembayaran langganan artikel akademis baru Elsevier.

Elsevier kolaborasi perpustakaan 70 perguruan tinggi Korea Selatan. (Science, 2018) Di Taiwan, konsorsium CONCERT, wadah 140 lembaga, mengakhiri kontrak dengan Elsevier awal Desember 2016. (Schmitt, 2017; Schiermeier, 2016)

Desember 2018, konsorsium Electronic Information Service National Programme Hongaria mengakhiri kontrak langganan ke Elsevier.  Elsevier bekerjasama dengan sekitar 44 lembaga (perguruan tinggi, lembaga riset, dan rumah sakit) di Norwegia. Karena lonjakan biaya dan keterbatasan akses ke produk Elsevier, Pemerintah Norwegia membatalkan kontrak langgan 44 lembaga itu ke Elsevier. (UNIT, 2019)

Konsorsium Bibsam (universitas dan lembaga riset) asal Swedia mengakhiri kontrak Elsevier Mei 2018.  Hasil negosiasi November 2019, Swedia membayar akses membaca jurnal Elsevier dan penerbitan semua artikel peneliti Swedia ke Elsevier. 

Iptek Perubahan Iklim

United Nations Environment Programme (UNEP), badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), membentuk badan antar-pemerintah PBB (Intergovenmental Panel on Climate Change/IPCC) tahun 1988. IPCC beranggotakan 195 pemerintah (negara), termasuk Indonesia.

Sekretariat IPCC di Geneva, Swiss, dengan misi dan tugas pokok meningkatkan ilmu pengetahuan tentang perubahan iklim akibat perilaku dan tindakan manusia.  Senin 9 Agustus 2021, dari Geneva (Swiss), IPCC merilis laporan ilmiah dari 234 ahli perubahan iklim 3.000 halaman tentang risiko perubahan iklim hingga 2030-an.

Isinya, saat ini suhu global naik 1,1 derajat Celsius sejak abad 19 M, level tertinggi selama 100 tahun terakhir. Pemicu utama ialah kegiatan manusia membakar bahan bakar fosil – batu-bara, minyak, kayu, dan gas alam. 

Hal paling pokok dan penting dari laporan IPCC (2021) ialah manusia adalah faktor dan penyebab utama perubahan iklim. Jadi, perubahan iklim bukan sebab alamiah.

Isu ini sudah ditulis oleh Komisi Brundtland dalam ‘Our Common Home’ (1987) dari Sekretariat Jenderal PBB. Laporan itu hasil riset dan kajian Tim Gro Harlem Brundtland usai melakukan survei, diskusi, dan dialog dengan ribuan orang pada 115 negara.

Dari Indonesia, Profesor Dr Emil Salim adalah anggota Komisi Brundtland. Maret 1986, Komisi Brundtland melakukan dengar-pendapat dengan sejumlah pihak di Jakarta, misalnya, Syamsuddin Nainggolan dari Yayasan Panca Bakti tentang wilayah ‘slum’ (kumuh) kota; Andi Mappasala dari Yayasan Tellung Poccoe tentang pertanian; Adi Sasono dari Institute for Development Studies tentang minyak, gas, dan birokrasi. (WCED, 1987)

Dua isu penting muncul dalam ‘public hearing’ Komosi Brundtland di Indonesia saat itu ialah (1) cegah pilihan iptek-iptek yang sangat berisiko terhadap sehat-lestari lingkungan dan perkuat sistem pasokan energi ramah-lingkungan, khususnya renewable energy; (2) pemerintah membangun cagar alam hayat-hidup liar (wild-life), misalnya program taman-nasional; pesan ini berasal dari World Congress on National Parks ke-3 di Bali, Oktober 1982. (WCED, 1987:133)

Jadi, kegagalan iptek tentang perubahan iklim selama ini ialah gagal secara ilmiah menjabarkan laporan atau rekomendasi Komosi Brundtland (1987).

Di sisi lain, istilah ‘pemanasan global’ lebih dulu muncul pada kajian akademis tahun 1975, khususnya karya Wallace S Broeker pada edisi jurnal Science. Namun, istilah ini baru populer usai rilis laporan Brundtland (1987) dan testimoni ahli badan antariksa AS (NASA), James Hansen di depan Senat AS tahun 1988. 

Istilah perubahan iklim populer awal abad 21 (Joo et al., 2015) tentang kenaikan rata-rata suhu global (NASA, 2008), antara lain akibat kegiatan manusia, khususnya poduksi dan penggunaan bahan bakar fosil dan dampaknya terhadap perubahan sistemik seluruh iklim planet Bumi. Sedangkan pemanasan global hanya berkenaan dengan kenaikan suhu permukaan Bumi.

Maka pilihan iptek tentang perubahan iklim ialah pertama, iptek kendali risiko-risiko akibat perubahan iklim, misalnya pemanasan laut, pengasaman laut, dan kenaikan level air laut; iptek kendali risiko banjir, pemanasan ekstrim, wabah, dan migrasi atau konflik masyarakat akibat perubahan iklim. Jenis-jenis iptek ini disusun dalam modul, silabus, dan kurikulum pendidikan.

Kedua, Indonesia membangun iptek konservasi tanah, air, dan pohon sebagai unsur dasar biosfer, atmosfer, dan hidrosfer Bumi; tanah pusat vegetasi; air masuk ke seluruh unsur alam dan bahan utama hayat-hidup. Iptek konservasi atau ‘sciences of sustainability’ ini dijabarkan dalam kurikulum, silabus, modul, dan konsep pendidikan sejak usia dini.

Ketiga, cetak SDM yang memiliki keahlian, kemampuan, dan kompetensi bidang bio-ekonomi dan ekonomi-kelautan sesuai karakter-karakter per daerah 17.000 lebih pulau di Indonesia; tata-ulang lapangan kerja selama ini yang selalu didominasi oleh ekstraksi fosil-fosil dari perut Bumi.

https://www.kompas.com/tren/read/2022/12/24/101519865/solusi-terhadap-kegagalan-iptek-tentang-perubahan-iklim

Terkini Lainnya

Israel Lancarkan Serangan Balasan ke Iran, Wilayah Ini Jadi Sasaran

Israel Lancarkan Serangan Balasan ke Iran, Wilayah Ini Jadi Sasaran

Tren
Media Asing Soroti Kemenangan Indonesia atas Australia di Piala Asia U23

Media Asing Soroti Kemenangan Indonesia atas Australia di Piala Asia U23

Tren
Cara Bikin Stiker Langsung dari Aplikasi WhatsApp, Cepat dan Mudah

Cara Bikin Stiker Langsung dari Aplikasi WhatsApp, Cepat dan Mudah

Tren
Ramai soal Penumpang Mudik Motis Buka Pintu Kereta Saat Perjalanan, KAI Ingatkan Bahaya dan Sanksinya

Ramai soal Penumpang Mudik Motis Buka Pintu Kereta Saat Perjalanan, KAI Ingatkan Bahaya dan Sanksinya

Tren
Israel Membalas Serangan, Sistem Pertahanan Udara Iran Telah Diaktifkan

Israel Membalas Serangan, Sistem Pertahanan Udara Iran Telah Diaktifkan

Tren
Rp 255 Triliun Berbanding Rp 1,6 Triliun, Mengapa Apple Lebih Tertarik Berinvestasi di Vietnam?

Rp 255 Triliun Berbanding Rp 1,6 Triliun, Mengapa Apple Lebih Tertarik Berinvestasi di Vietnam?

Tren
Israel Balas Serangan, Luncurkan Rudal ke Wilayah Iran

Israel Balas Serangan, Luncurkan Rudal ke Wilayah Iran

Tren
Mengenal Rest Area Tipe A, B, dan C di Jalan Tol, Apa Bedanya?

Mengenal Rest Area Tipe A, B, dan C di Jalan Tol, Apa Bedanya?

Tren
Freeport Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan Sarjana, Cek Syarat dan Cara Daftarnya!

Freeport Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan Sarjana, Cek Syarat dan Cara Daftarnya!

Tren
Eks ART Menggugat, Ini Perjalanan Kasus Mafia Tanah yang Dialami Keluarga Nirina Zubir

Eks ART Menggugat, Ini Perjalanan Kasus Mafia Tanah yang Dialami Keluarga Nirina Zubir

Tren
Mengintip Kecanggihan Dua Kapal Perang Rp 20,3 Triliun yang Dibeli Kemenhan

Mengintip Kecanggihan Dua Kapal Perang Rp 20,3 Triliun yang Dibeli Kemenhan

Tren
Cara Menurunkan Berat Badan Secara Sehat ala Diet Tradisional Jepang

Cara Menurunkan Berat Badan Secara Sehat ala Diet Tradisional Jepang

Tren
10 Manfaat Minum Air Kelapa Murni Tanpa Gula, Tak Hanya Turunkan Gula Darah

10 Manfaat Minum Air Kelapa Murni Tanpa Gula, Tak Hanya Turunkan Gula Darah

Tren
BMKG: Inilah Wilayah yang Berpotensi Hujan Lebat dan Angin Kencang pada 19-20 April 2024

BMKG: Inilah Wilayah yang Berpotensi Hujan Lebat dan Angin Kencang pada 19-20 April 2024

Tren
[POPULER TREN] Status Gunung Ruang Jadi Awas | Kasus Pencurian dengan Ganjal ATM

[POPULER TREN] Status Gunung Ruang Jadi Awas | Kasus Pencurian dengan Ganjal ATM

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke