LAYAR perak telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari belantika dunia hiburan di tanah air. Bahkan darinya pun lahir sejumlah nama film populer ternama dan turut melambungkan eksistensi para bintang sinema.
Perjalanan layar perak sebagai hasil sinematografi apabila ditelisik secara saksama juga terbilang panjang, mulai dari bentuk sinematografi sederhana tanpa disertai warna tayangan hingga yang populer di tengah masyarakat, yaitu sinematografi di kanal digital.
Adapun kanal digital yang dimaksud mencakup juga kegiatan usaha melalui internet yang oleh ketentuan Pasal 15 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2021 tentang Pos, Telekomunikasi, dan Penyiaran (PP Postelsiar) disebut juga dengan istilah Over-The-Top (OTT).
Melalui OTT ini pula, karya sinematografi dalam hal ini film semakin diminati oleh kalangan muda tanpa perlu menyaksikannya secara langsung di gedung bioskop.
Hal itu membuat eksistensi OTT di Indonesia semakin bertumbuh dengan hadirnya film yang dikemas dalam bentuk mini seri atau saat ini dikenal juga dengan istilah web series.
Sejumlah nama web series pun pada akhirnya menjadi populer di tengah masyarakat yang berkontribusi pula pada pertumbuhan positif kanal OTT itu sendiri.
Hal ini juga tidak terlepas dari kemudahan akses yang ditawarkan oleh kanal OTT bagi para penggunanya, lebih lagi bagi para pengguna yang tergolong pada kelompok generasi Z dan milenial muda.
Pertumbuhan positif terhadap penggunaan OTT tersebut juga disertai dengan dampak buruk yang dapat ditimbulkan oleh para pihak tidak bertanggung jawab.
Salah satunya dampak yang dimaksud adalah tindakan pembajakan atas ciptaan berupa web series.
Merujuk pada ketentuan Pasal 1 angka (23) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta (UUHC), pembajakan adalah penggandaan ciptaan dan/atau produk hak terkait secara tidak sah dan pendistribusian barang hasil penggandaan dimaksud secara luas untuk memperoleh keuntungan ekonomi.
Lebih lanjut, ketentuan Pasal 1 angka (12) UUHC menjelaskan bahwa penggandaan adalah proses, perbuatan, atau cara menggandakan satu salinan ciptaan dan/atau fonogram atau lebih dengan cara dan dalam bentuk apapun, secara permanen atau sementara.
Apabila dicermati dari ketentuan-ketentuan a quo, tindakan pembajakan hanya berbicara mengenai tindakan penggandaan satu salinan utuh dari ciptaan yang dalam hal ini adalah web series.
Dalam artian lain, terdapat limitasi yang tegas untuk mengategorikan suatu tindakan dalam cakupan pembajakan.
Perlu untuk digarisbawahi, bahwa aturan ini memiliki kelemahan dalam menjangkau indikasi dari upaya pembajakan terselubung melalui mutilasi ciptaan.
Adapun sangat dimungkinkan bagi pihak tertentu untuk dapat mendistribusikan ciptaan tersebut ke kanal digital seperti media sosial bukan dalam satu salinan utuh, melainkan potongan-potongan berseri dari salinan utuh web series yang didistribusikan secara berkala.
Pada akhirnya dari keseluruhan potongan tersebut dapat membentuk salinan utuh dari web series yang dapat merugikan pencipta web series dengan beralihnya penonton potensial ke kanal digital yang melakukan mutilasi ciptaan tersebut.
Melalui tindakan tersebut, para pengguna yang semula melakukan langganan pada kanal OTT menjadi tidak perlu mengeluarkan biaya berlangganan untuk dapat mengakses satu web series.
Dengan keadaan tersebut, penurunan jumlah akses dan pendapatan kanal OTT akan membuat kanal OTT yang menayangkan web series menjadi pilihan opsional bagi para penonton web series.
Perlu untuk digarisbawahi bahwa jenis media sosial yang digunakan tidak hanya terbatas pada satu jenis saja.
Sehingga dalam hal ini, perlindungan hak moral dan hak ekonomi pencipta menjadi penting untuk ditegakkan secara komprehensif.
Mencermati hal itu, dapat dipahami bahwa penggandaan ciptaan yang kaitannya erat dengan pembajakan telah mengalami transfigurasi yang harus dicermati pula sebagai pelanggaran atas hak moral dan hak ekonomi pencipta.
Oleh karena itu, sudah sepatutnya Pemerintah dapat merespons kemajuan teknologi yang semakin bertumbuh.
Mengacu pada hal tersebut, setidaknya terdapat dua langkah yang dapat dilakukan oleh Pemerintah secara berkelanjutan.
Pertama adalah dengan meningkatkan pengawasan pada media sosial terhadap karya sinematografi yang terindikasi mengalami pembajakan ataupun mutilasi ciptaan.
Perlu untuk digarisbawahi bahwa langkah ini perlu dilakukan secara aktif tanpa terlebih dulu menunggu aduan dari penciptanya.
Kedua adalah melakukan penindakan terhadap pelaku pembajakan dan mutilasi ciptaan mulai dari pembekuan akun media sosial hingga penerapan aturan pidana yang berlaku.
Kedua langkah ini menjadi penting untuk diterapkan oleh Pemerintah mengingat modernisasi sinematografi akan membuka peluang terjadinya bentuk baru kembali dari pembajakan layar perak di masa depan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.