Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komarudin Watubun
Politisi

Komarudin Watubun, SH, MH adalah anggota Komisi II DPR RI; Ketua Pansus (Panitia Khusus) DPR RI Bidang RUU Otsus Papua (2021); pendiri Yayasan Lima Sila Indonesia (YLSI) dan StagingPoint.Com; penulis buku Maluku: Staging Point RI Abad 21 (2017).

Bumi di Kaki Rakyat dan Perubahan Iklim

Kompas.com - 07/12/2022, 10:49 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Kita lihat bahwa petani dan nelayan di sektor pangan, lahan, dan kelautan global kini mengisi sekitar 12 persen GDP dan lebih dari 40 persen lapangan kerja dunia. Ketika pecah perang di Ukraina tahun 2021, embargo ekonomi dan energi memicu lonjakan harga pangan dan energi global. Akibatnya, sekitar 820 juta penduduk terperangkap kelaparan (WEF, 2022).

Sistem pangan global selalu berbasis lahan yang memengaruhi dan dipengaruhi oleh perubahan iklim. Misalnya, menurut rilis kajian Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) tentang perubahan iklim dan lahan 4 April 2021, bahwa sistem pertanian memicu sekitar 1/3 emisi GHG (greenhouse gas); produktivitas lahan (pangan) merosot kira-kira 21 persen akibat perubahan iklim (IPCC, 2021) misalnya temperatur tinggi, curah hujan tinggi, dan lonjakan level emisi CO2 mengurangi kualitas nutrisi.

Selain itu, planet Bumi diperkirakan kehilangan sekitar 24 miliar ton permukaan tanah-subur per tahun akibat erosi, degradasi lahan, salinisasi, asidifikasi, polusi kimia, dan sejenisnya (Sandra Cordon, 2022).

"Kita berada di fase perjuangan hidup atau mati untuk kehidupan kita kini dan survival masa datang," papar Sekjen PBB, António Guterres, tentang Sustainable Development Goals pada Majelis Umum PBB (UN General Assembly), 19 September 2022 di Markas PBB, New York, AS.

Hasil riset Steppacher (2007) dan Johnson (2010) menyimpulkan bahwa tiap upaya pembangunan berkelanjutan tentu berkaitan dengan penggunaan lahan. Sejak 1990-an, para ahli lahan mengembangkan konsep sustainable land management (SLM) sebagai pilar utama upaya pembangunan berkelanjutan. Unsur pokoknya ialah evaluasi lahan, masyarakat lokal, nilai ekonomis, dan nilai ekologis.

Indikator SLM lahir dan dipicu oleh kenyataan selama ini, bahwa penggunaan lahan pada banyak negara tidak menerapkan nilai dan prinsip sehat-lestari pada rakyat, nilai ekonomi dan nilai lingkungan. Sehingga pada skala global, ancaman utama terhadap sistem hayat-hidup di planet Bumi berasal dari degradasi tanah, polusi, dan lain-lain yang memicu kelangkaan air dan kepunahan keanekaragaman-hayati (Hurni, 2000).

Penggunaan lahan tanpa penerapan prinsip keberlanjutan kehidupan masyarakat, nilai ekonomi, dan lingkungan memicu mata-rantai risiko dan bencana. Misalnya, riset Carey et al. (2000) menemukan semakin meluasnya ancaman, khususnya terhadap lahan dan keanekaragaman hayati kawasan tropis.

Riset Burner et al. (2001) menemukan 93 kawasan lindung pada 22 negara tropis sangat kritis akibat penggunaan lahan tanpa prinsip keberlanjutan, khususnya praktek illegal-logging.

Baca juga: Pengamat: Degradasi Tanah Bisa Ancam Ketahanan Pangan

Sekitar 206 kawasan lindung merosot dan kritis di negara-negara tropis, tulis Dudley et al. (2004), akibat penggunaan lahan tanpa prinsip keberlanjutan. Solusinya, saran Dumanski (1997: 217) yakni penerapan lima unsur tata-kelola lahan secara sehat-lestari yakni produktivitas, perlindungan, keamanan, viabilitas, dan akseptabilitas.

Kita baca pesan Elliott (1994) bahwa tata-kelola lahan secara sehat-lestari sangat strategis bahkan menentukan. Sebab seluruh tata-kelola sumber-sumber daya alam berawal dari dan bergantung pada lahan tertentu.

Lagi pula, lahan adalah pusat vegetasi, produksi pangan, air bersih, fauna, dan udara bersih. Maka jangan pernah pisahkan rakyat dengan tanah di kakinya, persatukan rakyat dengan tanah-air secara sehat-lestari. Inilah simpul dasar dan titik awal dari tiap upaya pemulihan ekosistem global dan kendali perubahan iklim.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Pendaftaran STIS 2024 Dibuka 15 Mei, Total 355 Kuota, Lulus Jadi CPNS

Pendaftaran STIS 2024 Dibuka 15 Mei, Total 355 Kuota, Lulus Jadi CPNS

Tren
Mencari Bus Pariwisata yang Layak

Mencari Bus Pariwisata yang Layak

Tren
DNA Langka Ditemukan di Papua Nugini, Disebut Bisa Kebal dari Penyakit

DNA Langka Ditemukan di Papua Nugini, Disebut Bisa Kebal dari Penyakit

Tren
Duduk Perkara Komika Gerallio Dilaporkan Polisi atas Konten yang Diduga Lecehkan Bahasa Isyarat

Duduk Perkara Komika Gerallio Dilaporkan Polisi atas Konten yang Diduga Lecehkan Bahasa Isyarat

Tren
Arab Saudi Bangun Kolam Renang Terpanjang di Dunia, Digantung 36 Meter di Atas Laut

Arab Saudi Bangun Kolam Renang Terpanjang di Dunia, Digantung 36 Meter di Atas Laut

Tren
Penjelasan Pertamina soal Pegawai SPBU Diduga Intip Toilet Wanita

Penjelasan Pertamina soal Pegawai SPBU Diduga Intip Toilet Wanita

Tren
Kelas BPJS Kesehatan Dihapus Diganti KRIS Maksimal 30 Juni 2025, Berapa Iurannya?

Kelas BPJS Kesehatan Dihapus Diganti KRIS Maksimal 30 Juni 2025, Berapa Iurannya?

Tren
Penjelasan Polisi dan Dinas Perhubungan soal Parkir Liar di Masjid Istiqlal Bertarif Rp 150.000

Penjelasan Polisi dan Dinas Perhubungan soal Parkir Liar di Masjid Istiqlal Bertarif Rp 150.000

Tren
Apa yang Terjadi jika BPJS Kesehatan Tidak Aktif Saat Membuat SKCK?

Apa yang Terjadi jika BPJS Kesehatan Tidak Aktif Saat Membuat SKCK?

Tren
Uji Coba Implan Otak Neuralink Pertama untuk Manusia Alami Masalah, Ini Penyebabnya

Uji Coba Implan Otak Neuralink Pertama untuk Manusia Alami Masalah, Ini Penyebabnya

Tren
BPOM Rilis 76 Obat Tradisional Tidak Memenuhi Syarat dan BKO, Ini Daftarnya

BPOM Rilis 76 Obat Tradisional Tidak Memenuhi Syarat dan BKO, Ini Daftarnya

Tren
Update Banjir Sumbar: Korban Meninggal 41 Orang, Akses Jalan Terputus

Update Banjir Sumbar: Korban Meninggal 41 Orang, Akses Jalan Terputus

Tren
Ini Penyebab Banjir Bandang Landa Sumatera Barat, 41 Orang Dilaporkan Meninggal

Ini Penyebab Banjir Bandang Landa Sumatera Barat, 41 Orang Dilaporkan Meninggal

Tren
Gara-gara Mengantuk, Pendaki Gunung Andong Terpeleset dan Masuk Jurang

Gara-gara Mengantuk, Pendaki Gunung Andong Terpeleset dan Masuk Jurang

Tren
Badai Matahari Mei 2024 Jadi yang Terkuat dalam 20 Tahun Terakhir, Apa Saja Dampaknya?

Badai Matahari Mei 2024 Jadi yang Terkuat dalam 20 Tahun Terakhir, Apa Saja Dampaknya?

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com