Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komarudin Watubun
Politisi

Komarudin Watubun, SH, MH adalah anggota Komisi II DPR RI; Ketua Pansus (Panitia Khusus) DPR RI Bidang RUU Otsus Papua (2021); pendiri Yayasan Lima Sila Indonesia (YLSI) dan StagingPoint.Com; penulis buku Maluku: Staging Point RI Abad 21 (2017).

Bumi di Kaki Rakyat dan Perubahan Iklim

Kompas.com - 07/12/2022, 10:49 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

LIMA tahun silam, Dr Robin Dunford asal School of Humanities, University of Brighton (Inggris) menulis satu artikel tentang kedaulatan pangan di European Journal of International Relations edisi 2017, Vol. 23 (1). Dunford melihat bahwa hegemoni aktor-aktor internasional melalui imperialisme dan kolonialisme sejak abad 15 Masehi berawal dari zona Amerika Selatan, mengancam dan merusak keragaman-budaya, kearifan lokal, keragaman-hayati, jati-diri, dan bahkan kosmologi masyarakat-masyarakat lokal.

Kini awal abad 21, tulis Dunford, kedaulatan pangan telah menjadi isu global dan agenda Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), misalnya, melalui pengakuan hak-hak para petani lokal di desa-desa dan indigenous people di seluruh dunia. Isu tanah dan petani juga baru-baru ini muncul pada agenda COP 27, Konferensi Perubahan Iklim PBB di kota pantai Sharm El-Sheikh, Mesir 6–18 November 2022.

COP 27 tahun 2022 menyebut lima unsur strategis kendali perubahan iklim - antisipasi, adaptasi, dan mitigasi, yakni ekosistem alam (nature), pangan, air, dekarbonisasi industri, dan adaptasi perubahan iklim (World Economic Forum, 2022). COP (Conference of the Parties) adalah agenda tahunan 198 negara penanda-tangan UN Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) sejak tahun 1992.

Baca juga: Inovasi Bioteknologi untuk Menekan Laju Perubahan Iklim

Indonesia menandatangan Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim (UNFCCC) pada KTT Bumi 3-14 Juni tahun 1992 di Rio de Janeiro (Brasil) dan meratifikasi UNFCCC melalui pengesahan UU Nomor 6 tahun 1994. Sejak 1994, UNFCCC mulai berlaku.

Maka Indonesia harus melaporkan kegiatan antisipasi dan mitigasi perubahan iklim, misalnya inventarisasi dan perkiraan gas rumah kaca, rencana aksi mitigasi perubahan iklim, dan pengujian kerentanan dan adaptasi perubahan iklim, ke sekretariat UNFCCC melalui Komunikasi Nasional Perubahan Iklim.

Berita baru COP 27 ialah isu penyehatan tanah planet Bumi melalui agenda food system atau mata-rantai pangan dunia. Isu ini strategis sebab perubahan sistem pangan dunia dapat menghasilkan peluang ekonomi baru sekitar 4,5 triliun dollar AS hingga tahun 2030.

Bahkan perubahan sistem pangan global juga menyehatkan planet Bumi, melahirkan keadilan sosial, dan ketahanan pangan global. Dalam hal ini, isu sentral dan pokoknya ialah tanah-air dan rakyat!

Soil is literally and physically central to our existence.... Let’s remember: soil is the absolute foundation of life on land, on our planet,” papar Leigh Ann Winowiecki, co-leader pada Coalition of Action 4 Soil Health, satu dari organisasi host Food System Pavilion pada agenda COP 27, 6-8 November 2022, di Mesir (Ann Wavinya, 2022).

Secara tertulis dan fisik, tanah sangat sentral dalam kehidupan kita di Bumi. Bahkan tanah adalah fondasi dasar dari kehidupan di Bumi.

Coalition of Action 4 Soil Health terdiri dari 110 organisasi petani dan LSM seluruh dunia, antara lain World Food Prize, Inter-American Institute for Cooperation on Agriculture (IICA), World Wildlife Fund (WWF) dan UN Convention to Combat Desertification (UNCCD).

Bumi di kaki rakyat

Di depan Sidang BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia) pada Jumat 1 Juni 1945 di Jakarta, Soekarno (saat itu anggota BPUPKI), merilis pidato tentang hak merdeka bagi segala bangsa menurut hukum international. Menurut Soekarno, satu bangsa lahir dari persatuan antara orang dan tempat.

Soekarno menolak pandangan sosiolog Ernest Renan asal Prancis bahwa syarat bangsa ialah “le desir d’etre ensemble” (“kehendak akan bersatu”). Soekarno menolak pemikiran Otto Bauer asal Jerman bahwa syarat bangsa ialah “Eine Nation ist eine aus chiksals-gemeinschaft erwachsene Charaktergemeinschaft” (bangsa lahir dari persatuan perangai atau karakter dan nasib).

Soekarno merujuk pada ilmu geopolitik, bahwa bangsa lahir dari “persatuan orang dan tempat”; tempat ialah tanah-air, satu kesatuan.

Aliran-filsafat (geistlichen hintergrund) tentang bangsa adalah konsep dan pola pikir strategis dalam rangka kendali perubahan iklim kini dan masa datang.

“Orang dan tempat tidak dapat dipisahkan! Tidak dapat dipisahkan rakyat dari Bumi yang ada di bawah kakinya. Ernest Renan dan Otto Bauer hanya sekedar melihat orangnya,” papar Ir. Soekarno di depan Sidang BPUPKI tahun 1945 di Jakarta.

Indonesia adalah archipelagic state (negara kepulauan) dengan jumlah lebih dari 17.000 pulau, 1.100 bahasa daerah, dan 1.331 suku. Luas daratan RI mencapai 1,9 juta km2. Luas wilayah laut Indonesia mencapai 5,9 juta km2 (luas laut yuridiksi nasional), yang terdiri dari 2,9 juta km2 laut Nusantara, 0,3 juta km2 laut teritorial, dan 2,7 juta km2 Zona Ekonomi Ekslusif Indonesia (ZEEI).

Filosofi dasar kesatuan rakyat dan tanah-air dari bangsa Indonesia ialah bineka tunggal ika, yakni keanekaragaman-hayati dalam satu-kesatuan (unity in bio-diversity).

Pesan Prof Soepomo, SH, dari Sidang BUPKI tahun 1945 di Jakarta: “Pembangunan negara bersifat barang bernyawa.” Ini pula filosofi dasar strategi bangsa Indonesia dalam rangka kendali perubahan iklim sejak kini awal abad 21.

International Union for the Conservation of Nature (IUCN) tahun 1994 merilis satu model dasar implementasi pembangunan berkelanjutan (sustainable development) yakni egg of sustainability atau ‘telur sehat-lestari’. Model ini menerapkan filosofi dasar bahwa rakyat berada di dalam suatu ekosistem sebagai komponen dasar yang hayati.

Masing-masing komponen egg of sustainability saling memengaruhi satu sama lain seperti sebutir telur, hanya sehat jika kuning telur dan putih telurnya sehat. Jadi, patokan sehat-lestari suatu negara juga ditentukan oleh sehat lestari rakyat dan ekosistem hayat negara itu. Ini pula simpul dan pilar dasar strategi kendali perubahan iklim kini dan masa datang.

Secara yuridis, seperti pada sebutir telur, lapisan pelindung seluruh tumpah-darah dan segenap bangsa berupa kulit keras luarnya ialah kedaulatan suatu negara. Ini sesuai dengan doktrin kedaulatan negara sejak abad 17 M (Hobbes, 1651; Bodin, 1992) yang juga dianut dan disepakati oleh para pendiri Indonesia dalam rumusan Alinea IV Pembukaan UUD 1945 : “Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia...”

Karena itu, mulai saat ini, jangan lagi ada peraturan, kebijakan, program, atau aliran investasi dan sejenisnya, yang memisahkan rakyat dari Bumi di bawah kakinya. Rakyat dan tanah-air adalah inti negara-bangsa, termasuk negara-bangsa Indonesia selama ini, kini, dan masa datang.

Maka upaya kendali perubahan iklim harus dimulai dari persatuan sehat-lestari antara rakyat, persatuan dari 1.331 suku bangsa kita dengan tanah-air di bawah kakinya. Semua itu sudah ada hukum tidak tertulisnya berupa hak-hak ulayat, tanah-tanah adat suku, yang selama ini memiliki kearifan lokal, bineka tunggal ika, budi-daya tanaman berbiji atau pohon-pohon dan hutan, atau perawatan mata-air dan hutan-hutan adat dari rakyat kita. Kebangkitan alam mengatasi perubahan iklim harus kita mulai dari persatuan sehat- lestari rakyat dan tanah-air.

Tanah dan perubahan iklim

Mengapa tanah di tiap negara, termasuk unsur alam pokok dalam rangka kendali perubahan iklim?

“Soil gives the world so much: healthy soil is so critically important for climate change mitigation and adaptation, ecosystem restoration, food and nutrition, and security,” ungkap Winowiecki (Sandra Cordon, 7/11/2022).

Tanah sehat sangat penting dan berguna bagi mitigasi dan adaptasi perubahan iklim, pemulihan ekosistem, pasokan pangan dan nutrisi, serta ketahanan pangan. Jadi, kepemilikan lahan, tata-kelola lahan sehat, dan sejenisnya adalah juga patokan kedaulatan pangan tiap negara.

Baca juga: Cerita Yance Mengolah Lahan Kritis Jadi Produktif, Terapkan Sistem Irigasi Tetes yang Dipelajari di Israel

Degradasi lahan kini, tulis Cordon (2022), memengaruhi kehidupan lebih dari 3 miliar penduduk planet Bumi dan menghabiskan biaya sekitar 10,6 triliun dollar AS per tahun.

Kita juga lihat Kyoto Protocol tahun 1997 hingga awal abad 21, menerapkan pertamakali UNFCCC. Kyoto Protocol dilanjutkan oleh Kesepakatan Paris (Paris Agreement) tahun 2016 (UNFCCC, 2020). Namun, para penanda-tangan UNFCCC selalu dikritik sebab
gagal menurunkan emisi karbon dioksida. 

Hingga COP tahun 2022 dari 198 negara di Mesir, belum mencatat kemajuan penerapan UNFCCC. COP selama ini, tulis Stavins, et al. (2014) dan Climate Leaders (2009), memiliki agenda utama ialah badan multilateral tertinggi merumuskan keputusan respons atau kendali perubahan iklim.

Di sisi lain, UNCCC (1992) mengikat negara penanda-tangan untuk selalu melakukan riset, pertemuan regular, negosiasi, dan kesepakatan kebijakan tentang ekosistem guna adaptasi perubahan iklim, menjamin produksi pangan, dan pembangunan ekonomi secara berkelanjutan. Dalam hal ini, keberhasilan penerapan UNFCCC sangat ditentukan oleh kadar persatuan atau sinergi secara sehat rakyat dengan tanah-air.

Kita lihat bahwa petani dan nelayan di sektor pangan, lahan, dan kelautan global kini mengisi sekitar 12 persen GDP dan lebih dari 40 persen lapangan kerja dunia. Ketika pecah perang di Ukraina tahun 2021, embargo ekonomi dan energi memicu lonjakan harga pangan dan energi global. Akibatnya, sekitar 820 juta penduduk terperangkap kelaparan (WEF, 2022).

Sistem pangan global selalu berbasis lahan yang memengaruhi dan dipengaruhi oleh perubahan iklim. Misalnya, menurut rilis kajian Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) tentang perubahan iklim dan lahan 4 April 2021, bahwa sistem pertanian memicu sekitar 1/3 emisi GHG (greenhouse gas); produktivitas lahan (pangan) merosot kira-kira 21 persen akibat perubahan iklim (IPCC, 2021) misalnya temperatur tinggi, curah hujan tinggi, dan lonjakan level emisi CO2 mengurangi kualitas nutrisi.

Selain itu, planet Bumi diperkirakan kehilangan sekitar 24 miliar ton permukaan tanah-subur per tahun akibat erosi, degradasi lahan, salinisasi, asidifikasi, polusi kimia, dan sejenisnya (Sandra Cordon, 2022).

"Kita berada di fase perjuangan hidup atau mati untuk kehidupan kita kini dan survival masa datang," papar Sekjen PBB, António Guterres, tentang Sustainable Development Goals pada Majelis Umum PBB (UN General Assembly), 19 September 2022 di Markas PBB, New York, AS.

Hasil riset Steppacher (2007) dan Johnson (2010) menyimpulkan bahwa tiap upaya pembangunan berkelanjutan tentu berkaitan dengan penggunaan lahan. Sejak 1990-an, para ahli lahan mengembangkan konsep sustainable land management (SLM) sebagai pilar utama upaya pembangunan berkelanjutan. Unsur pokoknya ialah evaluasi lahan, masyarakat lokal, nilai ekonomis, dan nilai ekologis.

Indikator SLM lahir dan dipicu oleh kenyataan selama ini, bahwa penggunaan lahan pada banyak negara tidak menerapkan nilai dan prinsip sehat-lestari pada rakyat, nilai ekonomi dan nilai lingkungan. Sehingga pada skala global, ancaman utama terhadap sistem hayat-hidup di planet Bumi berasal dari degradasi tanah, polusi, dan lain-lain yang memicu kelangkaan air dan kepunahan keanekaragaman-hayati (Hurni, 2000).

Penggunaan lahan tanpa penerapan prinsip keberlanjutan kehidupan masyarakat, nilai ekonomi, dan lingkungan memicu mata-rantai risiko dan bencana. Misalnya, riset Carey et al. (2000) menemukan semakin meluasnya ancaman, khususnya terhadap lahan dan keanekaragaman hayati kawasan tropis.

Riset Burner et al. (2001) menemukan 93 kawasan lindung pada 22 negara tropis sangat kritis akibat penggunaan lahan tanpa prinsip keberlanjutan, khususnya praktek illegal-logging.

Baca juga: Pengamat: Degradasi Tanah Bisa Ancam Ketahanan Pangan

Sekitar 206 kawasan lindung merosot dan kritis di negara-negara tropis, tulis Dudley et al. (2004), akibat penggunaan lahan tanpa prinsip keberlanjutan. Solusinya, saran Dumanski (1997: 217) yakni penerapan lima unsur tata-kelola lahan secara sehat-lestari yakni produktivitas, perlindungan, keamanan, viabilitas, dan akseptabilitas.

Kita baca pesan Elliott (1994) bahwa tata-kelola lahan secara sehat-lestari sangat strategis bahkan menentukan. Sebab seluruh tata-kelola sumber-sumber daya alam berawal dari dan bergantung pada lahan tertentu.

Lagi pula, lahan adalah pusat vegetasi, produksi pangan, air bersih, fauna, dan udara bersih. Maka jangan pernah pisahkan rakyat dengan tanah di kakinya, persatukan rakyat dengan tanah-air secara sehat-lestari. Inilah simpul dasar dan titik awal dari tiap upaya pemulihan ekosistem global dan kendali perubahan iklim.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Benarkah Hamil Ubah Kondisi Organ dan Lebih Rentan Terkena Penyakit Usai Melahirkan?

Benarkah Hamil Ubah Kondisi Organ dan Lebih Rentan Terkena Penyakit Usai Melahirkan?

Tren
Deret Kader PDI-P yang Keluar Sepanjang Pemilu 2024, Terbaru Jokowi dan Gibran

Deret Kader PDI-P yang Keluar Sepanjang Pemilu 2024, Terbaru Jokowi dan Gibran

Tren
Mengenal Satyalancana Karya Bhakti Praja yang Akan Diberikan Jokowi ke Gibran dan Bobby

Mengenal Satyalancana Karya Bhakti Praja yang Akan Diberikan Jokowi ke Gibran dan Bobby

Tren
Alasan Ganjar-Mahfud Tak Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran sebagai Presiden dan Wakil Presiden

Alasan Ganjar-Mahfud Tak Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran sebagai Presiden dan Wakil Presiden

Tren
Badan Gampang Gatal dan Ruam padahal Sudah Mandi, Ini Penyebabnya

Badan Gampang Gatal dan Ruam padahal Sudah Mandi, Ini Penyebabnya

Tren
Jokowi Akan Berikan Satyalancana kepada Gibran dan Bobby, Ini Alasannya

Jokowi Akan Berikan Satyalancana kepada Gibran dan Bobby, Ini Alasannya

Tren
Daftar Partai Koalisi Prabowo-Gibran Usai Ditetapkan Jadi Presiden dan Wakil Presiden Terpilih

Daftar Partai Koalisi Prabowo-Gibran Usai Ditetapkan Jadi Presiden dan Wakil Presiden Terpilih

Tren
Mengapa Burung Tidak Mempunyai Gigi? Berikut Penjelasannya Menurut Sains

Mengapa Burung Tidak Mempunyai Gigi? Berikut Penjelasannya Menurut Sains

Tren
Pidato Prabowo Usai Ditetapkan Menjadi Presiden Terpilih 2024-2029

Pidato Prabowo Usai Ditetapkan Menjadi Presiden Terpilih 2024-2029

Tren
Resmi Ditetapkan sebagai Presiden dan Wakil Presiden Terpilih, Kapan Prabowo-Gibran Dilantik?

Resmi Ditetapkan sebagai Presiden dan Wakil Presiden Terpilih, Kapan Prabowo-Gibran Dilantik?

Tren
Kepada Anies dan Muhaimin, Prabowo: Saya Pernah di Posisi Anda

Kepada Anies dan Muhaimin, Prabowo: Saya Pernah di Posisi Anda

Tren
Mengenal Hutan Hujan dan Mengapa Keberadaannya Sangat Penting bagi Masyarakat Global

Mengenal Hutan Hujan dan Mengapa Keberadaannya Sangat Penting bagi Masyarakat Global

Tren
Rekrutmen Bersama BUMN 2024, Peserta Hanya Bisa Unduh Safe Exam Browser via Laptop

Rekrutmen Bersama BUMN 2024, Peserta Hanya Bisa Unduh Safe Exam Browser via Laptop

Tren
Jejak Prabowo di Pilpres, Akhirnya Jadi Presiden Usai 3 Kali Kalah

Jejak Prabowo di Pilpres, Akhirnya Jadi Presiden Usai 3 Kali Kalah

Tren
Wacana Iuran Pariwisata Melalui Tiket Penerbangan, Akankah Tarif Pesawat Akan Naik?

Wacana Iuran Pariwisata Melalui Tiket Penerbangan, Akankah Tarif Pesawat Akan Naik?

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com