KOMPAS.com - Residivis adalah salah satu istilah dalam hukum pidana. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mengartikan residivis sebagai penjahat kambuhan.
Selain itu, residivis juga diartikan sebagai orang yang pernah dihukum mengulangi tindak kejahatan yang serupa.
Dikutip dari laman Kemenkumham, residivis adalah orang yang melakukan tindak pidana berulang.
Artinya, orang tersebut sudah menerima hukuman atas tindak pidananya, tetapi kembali mengulangi tindak pidana serupa.
Sebagai contoh, seseorang melakukan pencurian dan mendapatkan hukuman berupa penjara atas perbuatan tersebut.
Setelah masa hukuman penjara selesai, ia keluar dan tak lama kembali melakukan pencurian.
Sebagai akibat dari pengulangan tindak pidana tersebut, pelaku pun kembali ditangkap dan mendapatkan hukuman.
Baca juga: Apa Itu Hukum Pidana?
Selain residivis atau recidivist, pelaku pengulangan tindak pidana ini juga disebut sebagai bramacorah.
Menurut Andi Hamzah dalam Terminologi Hukum Pidana (2008), bramacorah atau bromocorah adalah orang yang mengulangi delik (tindak pidana) dalam jangka waktu yang ditentukan Undang-Undang.
Ia mencontohkan, perbuatan melakukan delik lagi dalam jangka waktu 12 tahun sejak putusan hakim yang berkekuatan hukum tetap, atau sejak pidana dijalani seluruhnya.
Adapun dalam Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia dan Penerapannya (2002) karya E. Y. Kanter dan S. R. Sianturi, turut menjelaskan pengertian residivis.
Residivis adalah apabila seseorang melakukan suatu tindak pidana dan untuk itu dijatuhkan pidana padanya, akan tetapi dalam jangka waktu tertentu, pelaku yang sama melakukan tindak pidana lagi.
Jangka waktu tertentu yang dimaksud antara lain:
Baca juga: Perbedaan Penyelidikan dan Penyidikan, Apa Saja?
Residivis merupakan alasan pemberat pidana. Untuk itu, seorang residivis diancam hukuman lebih berat daripada pelaku tindak pidana untuk pertama kali.
Pengaturan pemberatan pidana akibat residivis sendiri terdapat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) pada Bab XXXI tentang aturan pengulangan kejahatan yang bersangkutan dengan berbagai bab.
Yakni, pada Pasal 486, Pasal 487, dan Pasal 488 KUHP. Adapun pidananya, ditambah sepertiga dari ancaman pidana maksimal.
Baca juga: Apa Itu Hukum Perdata?
Masih dari laman Kemenkumham, penyebab residivis adalah kombinasi dari faktor personal, sosiologis, ekonomi, dan gaya hidup.
Berikut beberapa penyebab residivis yang kerap terjadi:
Kurangnya pendidikan salah satu faktor penyebab seseorang menjadi residivis.
Misalnya, orang dengan pendidikan dan keterampilan rendah akan kalah bersaing untuk mendapatkan pekerjaan.
Sebagai jalan pintas, ia pun akan mencari nafkah dengan melakukan kegiatan kriminal.
Baca juga: Hukuman Mati Koruptor yang Selalu Jadi Wacana
Kemiskinan menjadi salah satu gerbang menuju tindakan kriminal. Adapun salah satu penyebab kemiskinan, adalah pengangguran.
Tak jarang, mantan narapidana mengalami penolakan di masyarakat. Padahal, ia sudah mendapatkan hukuman atas tindak pidana di masa lalu.
Hal ini membuat mantan napi menjadi pengangguran, dan terancam mengalami kemiskinan. Sehingga, untuk terus menyambung hidup, ia pun mengulangi tindak pidana.
Baca juga: Delik adalah Tindak Pidana, Ini Macamnya
Untuk seorang narapidana, setelah dibebaskan haruslah menjauhkan diri dari semua orang yang terlibat dalam kegiatan kriminal.
Apabila ia tetap bersama orang yang terlibat dalam tindak pidana tersebut, maka kemungkinan besar akan kembali melakukan kejahatan.
Namun masalahnya, sulit bagi mantan narapidana untuk mendapatkan teman baru karena perbuatannya dulu. Untuk itu, ia pun dapat terjerumus kembali ke teman lama.
Seorang narapidana narkotika yang menderita masalah mental serius selama di penjara dan tanpa mendapatkan perawatan, saat dibebaskan akan menghadapi banyak stigma.
Mulai dari pengangguran, ketidaktahuan, serta kurangnya dukungan yang memaksanya untuk masuk ke dalam keadaan depresi lebih dalam.
Akibatnya, kembali melibatkan diri dalam penggunaan narkoba dan terlibat dalam kegiatan kriminal.
Tujuan penjara adalah untuk merawat dan merehabilitasi para narapidana. Akan tetapi, masih ada penjara yang tidak berfungsi sebagaimana mestinya.
Misalnya, narapidana yang justru semakin brutal saat bebas lantaran pergaulan di dalam penjara.
Baca juga: Apa Bedanya Terlapor, Tersangka, Terdakwa, dan Terpidana?
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.