Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pekerja Resign Berhak Uang Pisah dan Penggantian Hak, Ini Kata Kemenaker

Kompas.com - 29/07/2022, 13:00 WIB
Luthfia Ayu Azanella,
Rendika Ferri Kurniawan

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Pekerja atau buruh yang mengundurkan diri atau berhenti bekerja berhak mendapatkan uang pisah dan penggantian hak.

Hal itu sebagaimana disebutkan dalam unggahan Instagram Kementerian Ketenagakerjaan @kemnaker, Kamis (28/7/2022).

Hal ini sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja.

Kendati demikian, sebagian warganet mengaku tidak mendapatkan hak tersebut ketika resign atau berhenti bekerja.

"Ga dapet uang pisah, sisa uang makan blm dibayar n ga ada penggantian uang cuti. Mantap kan," tulis seorang netizen di kolom komentar unggahan tersebut.

"Boro2... pangklaring j g dikasih, pdhal resign baik2. Minta pangklaring doang smpe ngemis2 bgt, padahal pangklaring salah satu syarat buat nyairin BPJS," tulis akun yang lain.

Benarkah pekerja atau buruh yang resign berhak mendapat uang pisah dan uang penggantian hak?

Berikut penjelasan Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker):

Baca juga: Iuran BPJS Kesehatan Disesuaikan Gaji, Bagaimana Pekerja Informal?

Penjelasan Kemenaker

Sekretaris Jenderal Kementerian Kemenaker Anwar Sanusi membenarkan, setiap pekerja atau buruh yang mengundurkan diri dari tempatnya bekerja berhak mendapatkan uang pisah dan uang penggantian hak.

Pekerja atau buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain.

"Terkait hak karyawan yang resign atau mengundurkan diri, memang benar bahwa yang bersangkutan berhak atas uang penggantian hak dan uang pisah," kata Anwar saat dihubungi Kompas.com, Jumat (29/7/2022).

Uang pisah adalah uang yang diberikan perusahaan dengan besaran yang berbeda-beda sesuai diatur dalam Perjanjian Kerja (PK), Peraturan Perusahaan (PP), atau Perjanjian Kerja Bersama (PKB).

Sementara itu, uang penggantian hak terdiri dari:

  1. Cuti tahunan yang belum diambil dan belum gugur;
  2. Biaya atau ongkos pulang untuk pekerja dan keluarganya ke tempat di mana pekerja diterima bekerja;
  3. Hal-hal lain yang ditetapkan dalam PK, PP, atau PKB.

Baca juga: Cuti Melahirkan 6 Bulan, Mendiskriminasi Pekerja dan Pencari Kerja Perempuan?

Sanksi

Anwar menegaskan, hak-hak itu wajib ditunaikan oleh perusahaan kepada pekerja atau buruh.

"Bila tidak dipenuhi oleh pengusaha, hal tersebut dapat diselesaikan melalui mekanisme penyelesaian perselisihan hubungan industrial bipartit, mediasi, konsiliasi, arbitrase, atau gugatan pengadilan," jelas dia.

Jika mekanisme-mekanisme yang disebutkan di atas belum juga membuahkan hasil, artinya perusahaan belum juga menunaikan kewajibannya kepada karyawan resign, masih ada upaya yang bisa dilakukan.

"Proses selanjutnya, jika tahapan mekanisme penyelesaian perselisihan tersebut sudah dilalui dan sudah ada perjanjian bersamanya atau putusannya tapi tidak dilaksanakan, maka pengusaha dapat dikenakan sanksi pidana sebagaimana Pasal 185 UU Cipta Kerja," jelas Anwar.

Sanksi tersebut, lebih lanjut diatur dalam PP 35/2022, berupa:

  1. Teguran tertulis;
  2. Pembatasan kegiatan usaha;
  3. Penghentian sementara sebagian atau seluruh alat produksi; dan
  4. Pembekuan kegiatan usaha.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com