Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perjalanan Panjang Legalisasi Ganja Medis di Indonesia

Kompas.com - 27/06/2022, 15:30 WIB
Diva Lufiana Putri,
Rendika Ferri Kurniawan

Tim Redaksi

Pemohon lain, antara lain Dwi Pertiwi (Pemohon I), Nafiah Murhayanti (Pemohon III), Perkumpulan Rumah Cemara (Pemohon IV), Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) (Pemohon V), dan Perkumpulan Lembaga Bantuan Hukum Masyarakat (LBHM) (Pemohon VI).

Dalam persidangan, kuasa hukum pemohon, Erasmus Abraham, menerangkan bahwa ketiga pemohon merupakan seorang ibu dari anak yang menderita cerebral palsy.

Pemohon I, Dwi Pertiwi, mengaku pernah memberikan terapi minyak ganja (Cannabis oil) kepada anaknya yang menderita cerebral palsy semasa di Victoria, Australia, pada 2016 silam.

Namun sekembalinya ke Indonesia, pemohon menghentikan terapi tersebut karena sanksi pidana yang diatur dalam UU Narkotika.

"Adanya larangan tersebut telah secara jelas, menghalangi pemohon I untuk mendapatkan pengobatan yang dapat meningkatkan kualitas kesehatan dan kualitas hidup anak pemohon," ujar Erasmus dalam persidangan.

Baca juga: Cerita Ibu yang Viral di Media Sosial karena Suarakan Legalisasi Ganja Medis di CFD

Dilarang karena dampak ketergantungan tinggi

Anggota Komisi III DPR Taufik Basari dalam keterangannya di persidangan uji materiil UU Narkotika, Selasa, 10 Agustus 2021, menjelaskan sejumlah alasan pelarangan narkotika golongan I termasuk ganja.

Dikutip dari laman MK (10/8/2021), pelarangan dikarenakan dampak ketergantungan dari narkotika golongan I yang sangat tinggi.

Di samping itu, pelarangan juga berkaitan dengan keberadaan negara dalam menjamin hak pelayanan kesehatan yang aman dan bermutu bagi setiap warga negara.

Taufik memaparkan, pemberian pelayanan kesehatan yang aman dan bermutu merupakan tanggung jawab negara sesuai Pasal 54 ayat (1) dan ayat (2) UU Kesehatan.

Negara juga wajib menjamin pemenuhan hak untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang aman dan bermutu sebagaimana amanat Pasal 28 H ayat (1) UUD NRI 1945.

"Oleh karena itu, negara wajib mengontrol penggunaan narkotika agar tidak disalahgunakan," jelas Taufik.

Baca juga: Cerita Andien Bertemu Seorang Ibu yang Butuh Ganja Medis demi Pengobatan Anak

Pengawasan yang sulit

Direktur Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Arianti Anaya menyampaikan, penggunaan ganja atau minyak ganja untuk tujuan medis belum dapat dilakukan di Indonesia.

Pertama, kondisi geografis Indonesia akan menyulitkan pengawasan penggunaan ganja sekalipun untuk tujuan medis.

Kedua, belum adanya bukti manfaat klinis dari penggunaan ganja ataupun minyak ganja untuk pengobatan di Indonesia.

Bukan hanya itu, Arianti juga menyebut bahwa hanya narkotika golongan III yang memiliki potensi ringan menyebabkan ketergantungan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com