Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Perjalanan Panjang Legalisasi Ganja Medis di Indonesia

KOMPAS.com - Aksi seorang ibu yang membawa papan bertuliskan "Tolong anakku butuh ganja medis" di Car Free Day (CFD) Jakarta, ramai di media sosial pada Minggu (26/6/2022).

Bersama suami dan anaknya yang berada di kereta bayi, aksi sang ibu bernama Santi bertujuan memberi pesan kepada Mahkamah Konsititusi (MK) yang tengah menyidangkan perkara gugatan legalisasi ganja medis.

"Kami udah mengajukan permohonan selama 2 tahun. Sejak November 2020 kalau enggak salah kami masukkan gugatan. Sudah 8 kali sidang dan sampai sekarang belum ada kejelasan untuk ganja medis itu," kata Santi, dilansir dari Kompas.com, (27/6/2022).

Aksi Santi menuai simpati dari masyarakat, salah satunya penyanyi Andien Aisyah yang mencuitkan pertemuannya dengan Santi di akun Twitter pribadi pada Minggu lalu.

Termasuk narkotika di Indonesia

Di Indonesia, ganja termasuk narkotika golongan I sebagaimana tercantum dalam Penjelasan Pasal 6 ayat (1) huruf a dan Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika (UU Narkotika).

Narkotika golongan I adalah narkotika yang memiliki kadar ketergantungan tinggi dan tidak diperkenankan untuk pengobatan medis atau terapi.

Golongan ini hanya diizinkan untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan atau penelitian dan bukan untuk keperluan lain.

Namun, berdasarkan Harvard Health Publishing, sejumlah penelitian yang dilakukan di luar negeri menunjukkan, manfaat medis ganja.

Di Amerika Serikat (AS), ada sekitar 35 negara bagian yang melegalkan penggunaan mariyuana untuk keperluan medis.

Legalisasi ganja juga dilakukan Thailand. Sebelumnya, negara ini telah melegalkan ganja untuk keperluan medis sejak 2018.

Selanjutnya, disusul legalisasi untuk campuran makanan dan minuman mulai 9 Juni 2022.

Digugat ke MK

Ilegalnya penggunaan ganja medis mengundang protes dari sejumlah ibu dari pasien cerebral palsy di Indonesia.

Mereka menuntut uji materiil dari penjelasan Pasal 6 ayat (1) huruf a dan Pasal 8 ayat (1) UU Narkotika.

Berdasarkan laman MK, sidang perdana perkara nomor 106/PUU-XVIII/2020 ini digelar pada Rabu, 16 Desember 2020 lalu, di ruang sidang pleno MK.

Para pemohon, salah satunya Santi Warastuti sebagai Pemohon II yang Minggu (26/6/2022) lalu bersama anak dan suaminya menggelar aksi di CFD Jakarta.

Pemohon lain, antara lain Dwi Pertiwi (Pemohon I), Nafiah Murhayanti (Pemohon III), Perkumpulan Rumah Cemara (Pemohon IV), Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) (Pemohon V), dan Perkumpulan Lembaga Bantuan Hukum Masyarakat (LBHM) (Pemohon VI).

Dalam persidangan, kuasa hukum pemohon, Erasmus Abraham, menerangkan bahwa ketiga pemohon merupakan seorang ibu dari anak yang menderita cerebral palsy.

Pemohon I, Dwi Pertiwi, mengaku pernah memberikan terapi minyak ganja (Cannabis oil) kepada anaknya yang menderita cerebral palsy semasa di Victoria, Australia, pada 2016 silam.

Namun sekembalinya ke Indonesia, pemohon menghentikan terapi tersebut karena sanksi pidana yang diatur dalam UU Narkotika.

"Adanya larangan tersebut telah secara jelas, menghalangi pemohon I untuk mendapatkan pengobatan yang dapat meningkatkan kualitas kesehatan dan kualitas hidup anak pemohon," ujar Erasmus dalam persidangan.

Dilarang karena dampak ketergantungan tinggi

Anggota Komisi III DPR Taufik Basari dalam keterangannya di persidangan uji materiil UU Narkotika, Selasa, 10 Agustus 2021, menjelaskan sejumlah alasan pelarangan narkotika golongan I termasuk ganja.

Dikutip dari laman MK (10/8/2021), pelarangan dikarenakan dampak ketergantungan dari narkotika golongan I yang sangat tinggi.

Di samping itu, pelarangan juga berkaitan dengan keberadaan negara dalam menjamin hak pelayanan kesehatan yang aman dan bermutu bagi setiap warga negara.

Taufik memaparkan, pemberian pelayanan kesehatan yang aman dan bermutu merupakan tanggung jawab negara sesuai Pasal 54 ayat (1) dan ayat (2) UU Kesehatan.

Negara juga wajib menjamin pemenuhan hak untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang aman dan bermutu sebagaimana amanat Pasal 28 H ayat (1) UUD NRI 1945.

"Oleh karena itu, negara wajib mengontrol penggunaan narkotika agar tidak disalahgunakan," jelas Taufik.

Pengawasan yang sulit

Direktur Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Arianti Anaya menyampaikan, penggunaan ganja atau minyak ganja untuk tujuan medis belum dapat dilakukan di Indonesia.

Pertama, kondisi geografis Indonesia akan menyulitkan pengawasan penggunaan ganja sekalipun untuk tujuan medis.

Kedua, belum adanya bukti manfaat klinis dari penggunaan ganja ataupun minyak ganja untuk pengobatan di Indonesia.

Bukan hanya itu, Arianti juga menyebut bahwa hanya narkotika golongan III yang memiliki potensi ringan menyebabkan ketergantungan.

Sementara golongan I, masih menduduki tempat tertinggi dalam hal menyebabkan pengguna mengalami ketergantungan.

"Maka sangat logis jika narkotika golongan I hanya digunakan untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan dilarang untuk pelayanan kesehatan," papar Arianti.

Ia menambahkan, tanaman ganja di Indonesia masih lebih banyak merugikan daripada mendatangkan manfaat.

Kasus sitaan ganja masih tinggi karena banyak disalahgunakan untuk rekreasi atau penggunaan yang bersifat rekreasional, sehingga angka kematian akibat ganja jauh lebih tinggi.

"Pengendalian ganja yang dimanfaatkan untuk pengobatan hanyalah sementara dan jangka pendek saja. Sehingga manfaatnya tidak sebanding dengan risiko yang akan ditanggung ke depan," tutur Arianti.

https://www.kompas.com/tren/read/2022/06/27/153000465/perjalanan-panjang-legalisasi-ganja-medis-di-indonesia

Terkini Lainnya

[POPULER TREN] Jalan Kaki untuk Menurunkan Berat Badan | Kenaikan UKT Unsoed

[POPULER TREN] Jalan Kaki untuk Menurunkan Berat Badan | Kenaikan UKT Unsoed

Tren
Profil Shaun Evans, Wasit Indonesia vs Korsel Piala Asia U23 2024

Profil Shaun Evans, Wasit Indonesia vs Korsel Piala Asia U23 2024

Tren
Kenya Diterjang Banjir Bandang, KBRI Pastikan Kondisi WNI Aman

Kenya Diterjang Banjir Bandang, KBRI Pastikan Kondisi WNI Aman

Tren
Jadwal Festival Lampion Waisak Borobudur 2024, Tukar Tiket Mulai Mei

Jadwal Festival Lampion Waisak Borobudur 2024, Tukar Tiket Mulai Mei

Tren
Penelitian Menemukan Bagaimana Kucing Menghasilkan Suara Dengkuran Uniknya

Penelitian Menemukan Bagaimana Kucing Menghasilkan Suara Dengkuran Uniknya

Tren
Daftar Pelatih Timnas Indonesia dari Masa ke Masa, Shin Tae-yong Paling Lama

Daftar Pelatih Timnas Indonesia dari Masa ke Masa, Shin Tae-yong Paling Lama

Tren
Belum Terjual, Mobil Mario Dandy Dilelang mulai Rp 809 Juta, Simak Cara Belinya

Belum Terjual, Mobil Mario Dandy Dilelang mulai Rp 809 Juta, Simak Cara Belinya

Tren
Indonesia Vs Korea Selatan di Piala Asia U23, Shin Tae-yong dan Pratama Arhan Akan Hadapi Rekannya

Indonesia Vs Korea Selatan di Piala Asia U23, Shin Tae-yong dan Pratama Arhan Akan Hadapi Rekannya

Tren
Jadwal dan Live Streaming Indonesia Vs Korea Selatan di Piala Asia U23, Kick Off 00.30 WIB

Jadwal dan Live Streaming Indonesia Vs Korea Selatan di Piala Asia U23, Kick Off 00.30 WIB

Tren
Kronologi Perampok Sebar Uang Curian Rp 250 Juta untuk Mengecoh Kejaran Warga di Jambi

Kronologi Perampok Sebar Uang Curian Rp 250 Juta untuk Mengecoh Kejaran Warga di Jambi

Tren
20 Negara Penduduk Terbanyak di Dunia 2024, Indonesia Nomor Berapa?

20 Negara Penduduk Terbanyak di Dunia 2024, Indonesia Nomor Berapa?

Tren
Ilmuwan Akhirnya Tahu Apa Isi Bulan, Disebut Mirip dengan Bumi

Ilmuwan Akhirnya Tahu Apa Isi Bulan, Disebut Mirip dengan Bumi

Tren
14 Kepala Daerah Penerima Satyalancana dari Jokowi, Ada Bobby tapi Gibran Batal Hadir

14 Kepala Daerah Penerima Satyalancana dari Jokowi, Ada Bobby tapi Gibran Batal Hadir

Tren
KAI Sediakan Fitur 'Connecting Train' untuk Penumpang yang Tidak Dapat Tiket di Stasiun

KAI Sediakan Fitur "Connecting Train" untuk Penumpang yang Tidak Dapat Tiket di Stasiun

Tren
Daftar Dugaan Keterlibatan Keluarga SYL dalam Pencucian Uang, Digunakan untuk Skincare dan Renovasi Rumah

Daftar Dugaan Keterlibatan Keluarga SYL dalam Pencucian Uang, Digunakan untuk Skincare dan Renovasi Rumah

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke