MENJELANG Idul Adha, penyebaran wabah penyakit kuku dan mulut (PMK) yang menyerang hewan-hewan ternak di Tanah Air semakin menjadi. Tak membutuhkan waktu lama, PMK sudah menyebar di 18 provinsi atau 163 kabupaten/kota dengan jumlah ternak terdampak 5,4 juta ekor dan 20,7 ribu ekor ternak sakit.
Jumlah tersebut belum termasuk ternak sapi yang dipotong para peternak setelah melihat ciri-ciri ternaknya terkena PMK tanpa melakukan tes PCR. Pemeriksaan pasokan sapi di sejumlah wilayah pun semakin ketat dan permintaan hewan kurban khususnya sapi kian melemah. Bahkan beberapa daerah kekurangan stok hewan ternak untuk kurban.
Tahun ini, Kementerian Pertanian memperkirakan kebutuhan pemotongan hewan kurban mencapai 1,81 juta ekor. Potensi ketersediaan hewan kurban mencapai 2,21 juta ekor. Rinciannya per tanggal 10 Juni 2022, kebutuhan sapi untuk hewan kurban di seluruh Indonesia sebanyak 696.574 ekor, sedangkan stoknya sebanyak 822.266 ekor.
Baca juga: Pemerintah Belum Berencana Musnahkan Ternak yang Terjangkit Penyakit Kuku dan Mulut
Kebutuhan kerbau untuk hewan kurban sebanyak 19.652 ekor, sementara stoknya sebanyak 27.179 ekor. Kemudian, kebutuhan kambing untuk hewan kurban sebanyak 733.783 ekor sedangkan stoknya tersedia 952.390 ekor, serta kebutuhan domba sebanyak 364.393 ekor sedangkan kebutuhannya 403.826 ekor.
Berdasarkan data tersebut, dari semua varian hewan kurban, baik sapi, kerbau, kambing, dan domba, masih ada surplus sebanyak 391.433 ekor. Sayangnya, permintaan hewan ternak, khususnya sapi turun karena kekhawatiran lemahnya sistem ketertelusuran atau standar keamanan dalam rantai nilai pasokan hewan kurban.
Permintaan yang lemah, bersama dengan kelebihan pasokan sapi, dengan cepat menekan harga sapi di bawah harga normal. Harga tetap rendah sampai kepercayaan konsumen kembali setelah wabah penyakit berakhir atau setidaknya sampai vaksin tersedia merata di seluruh pelosok daerah.
Kondisi itu akan meningkatkan permintaan dan harga hewan substitusi kurban alternatif seperti kambing dan domba, karena sebagian masyarakat menilai kambing jarang terkena PMK.
Biasanya permintaan ternak memang turun saat wabah pertama kali terjadi, yang mengakibatkan turunnya harga. Harga kemudian melambung tajam karena stok sapi menurun dan kepercayaan konsumen kembali. Hal ini disebabkan karena informasi terbatas tentang pengendalian risiko yang tepat.
Kepercayaan konsumen dapat dipulihkan kembali dengan ketersediaan obat-obatan dan ketersediaan vaksin, sehingga harga pasar kembali naik, bahkan terkadang di atas tingkat sebelum wabah. Harga sapi turun biasanya disebabkan panic selling dan berkurangnya konsumsi karena masalah keamanan dan kesehatan hewan ternak.
Baca juga: Pakar IPB Kasih Tips Sembelih Hewan Kurban Saat Wabah PMK
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanSegera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.