Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Irvan Maulana
Direktur Center of Economic and Social Innovation Studies (CESIS)

Peneliti dan Penulis

Refleksi Ekonomi Hewan Kurban

Kompas.com - 18/06/2022, 18:33 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

MENJELANG Idul Adha, penyebaran wabah penyakit kuku dan mulut (PMK) yang menyerang hewan-hewan ternak di Tanah Air semakin menjadi. Tak membutuhkan waktu lama, PMK sudah menyebar di 18 provinsi atau 163 kabupaten/kota dengan jumlah ternak terdampak 5,4 juta ekor dan 20,7 ribu ekor ternak sakit.

Jumlah tersebut belum termasuk ternak sapi yang dipotong para peternak setelah melihat ciri-ciri ternaknya terkena PMK tanpa melakukan tes PCR. Pemeriksaan pasokan sapi di sejumlah wilayah pun semakin ketat dan permintaan hewan kurban khususnya sapi kian melemah. Bahkan beberapa daerah kekurangan stok hewan ternak untuk kurban.

Tahun ini, Kementerian Pertanian memperkirakan kebutuhan pemotongan hewan kurban mencapai 1,81 juta ekor. Potensi ketersediaan hewan kurban mencapai 2,21 juta ekor. Rinciannya per tanggal 10 Juni 2022, kebutuhan sapi untuk hewan kurban di seluruh Indonesia sebanyak 696.574 ekor, sedangkan stoknya sebanyak 822.266 ekor.

Baca juga: Pemerintah Belum Berencana Musnahkan Ternak yang Terjangkit Penyakit Kuku dan Mulut

Kebutuhan kerbau untuk hewan kurban sebanyak 19.652 ekor, sementara stoknya sebanyak 27.179 ekor. Kemudian, kebutuhan kambing untuk hewan kurban sebanyak 733.783 ekor sedangkan stoknya tersedia 952.390 ekor, serta kebutuhan domba sebanyak 364.393 ekor sedangkan kebutuhannya 403.826 ekor.

Harga hewan kurban

Berdasarkan data tersebut, dari semua varian hewan kurban, baik sapi, kerbau, kambing, dan domba, masih ada surplus sebanyak 391.433 ekor. Sayangnya, permintaan hewan ternak, khususnya sapi turun karena kekhawatiran lemahnya sistem ketertelusuran atau standar keamanan dalam rantai nilai pasokan hewan kurban.

Permintaan yang lemah, bersama dengan kelebihan pasokan sapi, dengan cepat menekan harga sapi di bawah harga normal. Harga tetap rendah sampai kepercayaan konsumen kembali setelah wabah penyakit berakhir atau setidaknya sampai vaksin tersedia merata di seluruh pelosok daerah.

Kondisi itu akan meningkatkan permintaan dan harga hewan substitusi kurban alternatif seperti kambing dan domba, karena sebagian masyarakat menilai kambing jarang terkena PMK.

Biasanya permintaan ternak memang turun saat wabah pertama kali terjadi, yang mengakibatkan turunnya harga. Harga kemudian melambung tajam karena stok sapi menurun dan kepercayaan konsumen kembali. Hal ini disebabkan karena informasi terbatas tentang pengendalian risiko yang tepat.

Kepercayaan konsumen dapat dipulihkan kembali dengan ketersediaan obat-obatan dan ketersediaan vaksin, sehingga harga pasar kembali naik, bahkan terkadang di atas tingkat sebelum wabah. Harga sapi turun biasanya disebabkan panic selling dan berkurangnya konsumsi karena masalah keamanan dan kesehatan hewan ternak.

Setiap jelang hari raya Idul Adha, permintaan hewan kurban jenis sapi kerap melonjak drastis.KOMPAS.COM/FIRMAN TAUFIQURRAHMAN Setiap jelang hari raya Idul Adha, permintaan hewan kurban jenis sapi kerap melonjak drastis.
Berdasarkan laporan dari beberapa peternak, ada yang menjual sapi ternaknya di harga Rp 5 juta dari harga normal 25 juta rupiah per ekor. Saat ini, kondisi peternak di daerah yang terkena wabah sangat mengkhawatirkan. Pasalnya, peternak yang kebingungan dan akibat sapinya tiba-tiba sakit akan mudah dimanfaatkan pihak-pihak lain dengan menyebar hoaks untuk mengambil keuntungan.

Baca juga: Pakar IPB Kasih Tips Sembelih Hewan Kurban Saat Wabah PMK

Maka, komunikasi progresif pemerintah dan kontrol kualitas secara bertahap bisa meminimalkan guncangan dan kepanikan pasar. Dua pekan menjelang Idul Adha biasanya permintaan hewan kurban akan semakin tinggi, kemudian menyebabkan harga ternak melonjak, terlebih lagi jika pemerintah daerah memberlakukan pelarangan impor sapi hidup dari luar negeri dan pembatasan mobilitas ternak antar daerah.

Kebijakan ini berpotensi menurunkan penjualan hewan kurban dan memangkas pendapatan peternak sehingga banyak peternak rentan terlilit utang karena mempertahankan kapasitas produksi mereka. Arus kas kemudian menjadi negatif karena pembayaran pinjaman untuk biaya input utama seperti pakan, anakan sapi, dan kebutuhan untuk menghidupkan kembali peternakan.

Hal itu menyebabkan biaya membengkak dan margin keuntungan menipis karena peternak melakukan penyesuaian seperti penambahan biaya operasional pemotongan hewan di Rumah Potong Hewan (RPH) yang membutuhkan banyak tenaga kerja, pendistribusian kurban jarak jauh melalui mobil cooling box, penyediaan customer service, biaya entertaining untuk jamuan-jamuan tim pemasaran guna membantu mendapatkan pasar hewab kurban, dan biaya operasional lainnya.

Kondisi itu memaksa peternak harus terus beradaptasi dengan strategi yang inovatif. Strategi adaptif yang dilakukan terbukti efektif dalam menjaga dan bahkan meningkatkan penjualan hewan kurban saat terjadi wabah.

Sekarang masyarakat lebih nyaman melakukan pembelian secara daring dibandingkan dengan datang langsung ke showcase hewan kurban. Kemudahan sistem pembayaran menjadi faktor terpenting dalam memengaruhi keputusan konsumen. Hal ini perlu digarisbawahi bahwa pentingnya kemampuan adaptasi bisnis agar tetap bertahan dan berkelanjutan di tengah wabah PMK.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com