Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Siswanto Rusdi
Direktur The National Maritime Institute

Pendiri dan Direktur The National Maritime Institute (Namarin), sebuah lembaga pengkajian kemaritiman independen. Acap menulis di media seputar isu pelabuhan, pelayaran, kepelautan, keamanan maritim dan sejenisnya.

Pro dan Kontra terhadap PP Tentang Pelindungan Awak Kapal Migran

Kompas.com - 18/06/2022, 15:10 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

PEMERINTAH mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 22 Tahun 2022 tentang Penempatan dan Pelindungan Awak Kapal Niaga Migran dan Awak Kapal Perikanan Migran. Aturan ini merupakan tindak lanjut Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia. Peraturan ini menambah panjang jumlah regulasi yang sudah dikeluarkan pemerintah terkait pelindungan awak kapal.

Di Indonesia, pengaturan profesi tersebut berada pada dua kementerian, yaitu Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) dan Kementerian Perhubungan (Kemenhub). Kendati mengatur pekerjaan yang sama, menariknya, aturan yang dikeluarkan kedua instansi acap kali berbeda langgamnya.

Baca juga: RI dan Korsel Sepakati Perjanjian Perlindungan Awak Kapal Perikanan Indonesia

Kontra PP Nomor 22

Situasi seperti itulah yang sejurus diberlakukannya PP Nomor 22/2022 pada 8 Juni 2022. Hal itu direspon beragam. Satu pihak menolaknya, sementara pihak lainnya mendukung. Dinamika ini terasa sekali, paling tidak, dalam grup aplikasi perpesanan kemaritiman yang saya ikut. Mereka yang menolak, sebagian besar adalah pelaut atau mantan pelaut berpangkat kapten, –beralasan bahwa pelaut bukanlah pekerja migran sebagaimana yang dikategorikan oleh peraturan tersebut. Dikutiplah Konvensi International Labour Organization atau ILO No. 143 Tahun 1975 Artikel 11 yang menyatakan istilah tenaga kerja migran tidak diberlakukan terhadap pelaut.

Pendapat kelompok ini diamini oleh seorang pejabat Kemenhub. Direktur Perkapalan dan Kepelautan Direktorat Jenderal Perhubungan Laut, Ahmad Wahid, seperti diberitakan oleh salah satu portal berita kemaritiman, mengatakan pelaut Indonesia yang bekerja di kapal-kapal asing tidak bisa disebut atau disamakan dengan pekerja migran Indonesia (PMI).

Dia merujuk Konvensi ILO Nomor C-097 Tahun 1949 dan Nomor K-143 Tahun 1975. Berdasarkan kedua aturan tersebut pelaut bukan pekerja migran. Bersama pelaut dari negara lainnya, kapal tempatnya bekerja berlayar ke berbagai negara dan hanya transit sebentar di sebuah negara untuk menaikkan/menurunkan barang atau penumpang.

Kondisi itu sangat berbeda dengan pekerja migran yang memang menetap dan bekerja di suatu negara. Standar perlindungan dan kesejahteraannya telah ditetapkan oleh berbagai peraturan internasional seperti International Transport Workers Federation dan ILO. Dalam sistem perekrutkan dan penempatan di kapal, pelaut harus melalui seleksi ketat yang ditetapkan aturan internasional. Perusahaan pengawakan kapal yang merekrut mereka harus jelas sehingga jika terjadi permasalahan akan mudah mengatasinya. Demikian penjelasan sang direktur.

Penulis bertanya kepada seorang kolega, pensiunan Kemenhub seputar status pelaut bukan pekerja migran. Lagi, saya mendapatkan penegasan dari beliau bahwa pelaut memang bukan demikian adanya. Karenanya, saya menamai pemikiran mereka sebagai “Mazhab Perhubungan” mengingat semua aturan/regulasi yang disitir mereka semuanya berada dalam ranah kementerian itu.

Ada UU Nomor 17/2008 tentang Pelayaran; ada PP No. 13/2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Pelayaran dan lain sebagainya. Dalam berbagai peraturan yang berada dalam ranah Kemenhub ini terdapat pengaturan seputar profesi pelaut Indonesia, mulai dari pelatihan, sertifikasi hingga penempatan dan perlindungan mereka di atas kapal, baik di dalam maupun di luar negeri.

Lalu, di tengah rimba raya peraturan kepelautan itu semua muncullah PP Nomor 22/2022 yang dikeluarkan Kemenaker. Jelas bereaksilah Mazhab Perhubungan. Pelaut dengan seluruh aspek yang disebut sebelumnya di atas merupakan mainan mereka soalnya.

Selain masalah mencampuri urusan instansi lain, PP Nomor 22/2022 ternyata memiliki cacat hukum. Diungkapkan oleh kolega pensiunan itu, kebetulan yang bersangkutan berlatar belakang pendidikan hukum, aturan tersebut ternyata tidak menyitir Maritime Labor Convention (MLC) yang merupakan “kitab suci” bagi urusan kepelautan di seluruh dunia dalam bagian dasar hukum atau mengingat. Pada bagian ini hanya dicantumkan dua dasar hukum saja: UUD 1945 dan UU No. 17/2017. Apalagi konvensi tersebut diratifikasi sendiri oleh Kemenaker melalui UU Nomor 15 Tahun 2016. Jelas kelalaian ini fatal sekali.

Pro PP Nomor 22

Lantas, bagaimana dengan kelompok yang mendukung PP Nomor 22/2022? Saya mengistilahkan mereka dengan “Mazhab Gatot Subroto”, merujuk kepada lokasi kantor pusat Kemenaker yang berlokasi di jalan protokol di bilangan Jakarta Selatan.

Untuk mengetahui sikap grup ini saya bertanya kepada Syofyan, sekretaris jenderal Serikat Awak Kapal Transportasi Indonesia (SAKTI), sebuah serikat pekerja. Menurut dia, pelaut memang tidak bisa dikelompokan sebagai pekerja migran, khususnya mereka yang bekerja di atas kapal yang berlayar lintas negara.

Baca juga: Minim Perhatian Pemerintah, Masalah Utama ABK Indonesia di Kapal Perikanan

 

Namun, ada juga pelaut yang dapat digolongkan sebagai pekerja migran. Status ini melekat kepada mereka yang bekerja di atas kapal bunker service, harbor tug dan crew boat di Singapura, Malaysia, UAE (Uni Arab Emerates) dan lainnya yang berlayar terbatas. Untuk menjalankan profesinya mereka harus menggunakan work permit yang diterbitkan oleh kementerian tenaga kerja setempat.

Mantan pelaut yang berlayar terbatas di sebuah negara Timur Tengah itu mengungkapkan, kepada pelaut yang seperti itulah aturan penempatan dan pelindungan awak kapal niaga migran dan awak kapal perikanan migran yang diatur oleh PP Nomor 22/2022 ditujukan. Dan, kebijakan ini diperlukan bagi mereka agar terhindar dari kemungkinan diperlakukan tidak layak oleh prinsipal kapal maupun manning agency yang menyalurkannya. Caranya dengan melakukan background check atau penelusuran latar belakang perusahaan pelayaran dan perusahaan pengerah pelaut di negara penempatan.

Ketika background check tuntas – proses ini diawali oleh perwakilan Indonesia di negara penempatan dan melibatkan kementerian/lembaga lainnya – barulah job order yang ditawarkan oleh prinsipal bisa ditindaklanjuti oleh manning agency.

Terlibat dalam pembahasan peraturan pemerintah itu sejak awal bersama stakeholder lainnya, termasuk Kemenhub, Syofyan mengungkapkan bahwa mekanisme seperti itulah yang tidak hadir dalam berbagai peraturan yang berada dalam ranah Mazhab Perhubungan. SAKTI sering sekali mewakili pelaut atau keluarganya yang berkasus dengan prinsipal/manning agency seputar masalah penempatan pelaut di kapal asing yang berujung ambyar.

Hal ini sejatinya dapat dihindari bila dilakukan penelusuran latar belakang pemberi kerja terlebih dahulu. Serta adanya deposit yang harus dijaminkan oleh manning agency untuk ongkos pemulangan dan pembayaran hak-hak awak kapal ketika ada perselisihan antara awak kapal dan pengusaha di kemudian hari.

Apa yang perlu dilakukan?

Apa sebaiknya yang perlu dilakukan oleh seluruh pemangku kepentingan bidang kemaritiman terkait dinamika yang dipicu oleh pemberlakuan PP Nomor 22/2022?

Saran saya, dibiarkan saja ia berjalan dan mari sama-sama kita lihat bagaimana ending nanti. Bila berjalan baik, lanjutkan. Jika tidak, dicarikan alternatif pengaturan lainnya. Tidak perlu ada upaya mengembosinya dengan segala macam cara. Solusi terbaik tentu saja dibuatkan undang-undang khusus pelaut.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Ketahui, Ini Masing-masing Manfaat Vitamin B1, B2, hingga B12

Ketahui, Ini Masing-masing Manfaat Vitamin B1, B2, hingga B12

Tren
Uni Eropa Segera Larang Retinol Dosis Tinggi di Produk Kecantikan

Uni Eropa Segera Larang Retinol Dosis Tinggi di Produk Kecantikan

Tren
Hamas Terima Usulan Gencatan Senjata, Israel Justru Serang Rafah

Hamas Terima Usulan Gencatan Senjata, Israel Justru Serang Rafah

Tren
Pengakuan TikToker Bima Yudho Dapat Tawaran Endorse Bea Cukai, DBC: Tak Pernah Ajak Kerja Sama

Pengakuan TikToker Bima Yudho Dapat Tawaran Endorse Bea Cukai, DBC: Tak Pernah Ajak Kerja Sama

Tren
Mengenal Rafah, Tempat Perlindungan Terakhir Warga Gaza yang Terancam Diserang Israel

Mengenal Rafah, Tempat Perlindungan Terakhir Warga Gaza yang Terancam Diserang Israel

Tren
Fortuner Polda Jabar Tabrak Elf Picu Kecelakaan di Tol MBZ, Pengemudi Diperiksa Propam

Fortuner Polda Jabar Tabrak Elf Picu Kecelakaan di Tol MBZ, Pengemudi Diperiksa Propam

Tren
Alasan Polda Metro Jaya Kini Kirim Surat Tilang via WhatsApp

Alasan Polda Metro Jaya Kini Kirim Surat Tilang via WhatsApp

Tren
UPDATE Identitas Korban Meninggal Tabrakan KA Pandalungan Vs Mobil di Pasuruan, Berasal dari Ponpes Sidogiri

UPDATE Identitas Korban Meninggal Tabrakan KA Pandalungan Vs Mobil di Pasuruan, Berasal dari Ponpes Sidogiri

Tren
Salinan Putusan Cerai Ria Ricis Beredar di Medsos, Bagaimana Aturan Publikasi Dokumen Perceraian?

Salinan Putusan Cerai Ria Ricis Beredar di Medsos, Bagaimana Aturan Publikasi Dokumen Perceraian?

Tren
Spyware Mata-mata asal Israel Diduga Dijual ke Indonesia

Spyware Mata-mata asal Israel Diduga Dijual ke Indonesia

Tren
Idap Penyakit Langka, Seorang Wanita di China Punya Testis dan Kromosom Pria

Idap Penyakit Langka, Seorang Wanita di China Punya Testis dan Kromosom Pria

Tren
Ribuan Kupu-kupu Serbu Kantor Polres Mentawai, Fenomena Apa?

Ribuan Kupu-kupu Serbu Kantor Polres Mentawai, Fenomena Apa?

Tren
Ramai soal Susu Dicampur Bawang Goreng, Begini Kata Ahli Gizi

Ramai soal Susu Dicampur Bawang Goreng, Begini Kata Ahli Gizi

Tren
57 Tahun Hilang Saat Perang Vietnam, Tentara Amerika Ini 'Ditemukan'

57 Tahun Hilang Saat Perang Vietnam, Tentara Amerika Ini "Ditemukan"

Tren
5 Tahun Menjabat, Sekian Uang Pensiun Seumur Hidup Anggota DPR RI

5 Tahun Menjabat, Sekian Uang Pensiun Seumur Hidup Anggota DPR RI

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com