Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengapa Marak Fenomena Artis Terjun ke Politik?

Kompas.com - 31/05/2022, 07:00 WIB
Alinda Hardiantoro,
Rendika Ferri Kurniawan

Tim Redaksi

Dari tahun ke tahun, ada saja nama artis yang tertulis dalam daftar Pemilihan Umum (Pemilu).

Di kursi DPR saat ini misalnya, ada Mulan Jameela hingga Krisdayanti yang berkarier di dunia hiburan, lantas terjun ke dunia politik.

Wijayanto menjelaskan, fenomena artis jadi politikus justru merefleksikan keadaan kaderisasi partai politik di Indonesia.

"Kalau dari tahun ke tahun ada artis yang masuk ke pemilu yaitu karena merefleksikan bahwa memang kaderisasi partai politik kita itu masih buruk sampai sekarang," jelasnya.

Menurutnya, partai politik yang mencalonkan pemimpin/kepala daerah hingga kepala negara yang bukan berasal dari kadernya sendiri mengindikasikan adanya krisis kaderisasi dalam partai politik itu.

Artinya partai politik tersebut tidak mempunyai kader sendiri sehingga ia mencari orang yang sudah populer, terutama dari kalangan artis.

Hanya untuk dongkrak popularitas partai

Sayangnya, fenomena artis jadi politikus ini terkesan hanya ditujukan untuk mendongkrak popularitas partai.

Sebab, popularitas tersebut tidak diimbangi dengan kapabilitas mereka di dunia politik.

"Masalahnya adalah ada banyak kasus di mana artis yang menjadi anggota dewan, eksekutif, atau pemimpin yang ternyata tidak berperan banyak," tegas Wijayanto.

"Artis-artis ini kemudian hanya menjadi ornamen politik," imbuhnya.

Padahal, Wijayanto mengingatkan bahwa popularitas berbeda dengan elektabilitas.

Mereka yang memiliki popularitas tidak serta merta akan dipilih oleh rakyat.

Krisis kaderisasi ini juga merefleksikan permasalahan partai politik secara umum.

Wijayanto mengatakan, krisis kaderisasi membuat partai politik lamban dalam melakukan reformasi sejak tahun 1998.

Sebagai contoh, terdapat partai yang jabatan ketua umumnya diwariskan ke keturunannya, penentuan calon pemimpin daerah dari partai pusat, hingga sentralisasi politik yang menyebabkan terjadinya politik dinasti dan oligarki politik.

"Partai politik itu satu lembaga politik yang paling penting buat demokrasi, menurut saya, justru paling lambat dalam melakukan reformasi," paparnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com