Akademisi dan praktisi bisnis asal Indonesia Prof. Rhenald Kasali, Ph.D mengatakan, orang kaya yang sesungguhnya tidak ingin menjadi pusat perhatian.
Sebab, ada sebuah pepatah yang mengatakan poverty screams, but wealth whispers.
"Biasanya, kalau semakin kaya orang-orang justru semakin menghendaki privasi, tidak ingin jadi pusat perhatian," tutur guru besar bidang Ilmu manajemen di Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia itu.
Oleh karena itu, flexing menurut Rhenald justru bukan cerminan orang kaya yang sesungguhnya.
Baca juga: First Travel, Awal Berdiri, Lakukan Penipuan hingga Akhirnya Tumbang
Bahkan, jika benar-benar tujuannya untuk menarik perhatian, flexing bisa jadi hanya menjadi strategi marketing.
Rhenald mencontohkan kasus First Travel yang sempat heboh beberapa tahun lalu.
Si pemilik bisnis sekaligus pelaku sebelumnya sangat sering memamerkan kekayaannya di media sosial.
Semua itu dilakukan juga agar para target pelanggannya percaya untuk menggunakan jasa First Travel.
Sebab, terkadang orang menaruh kepercayaan hanya karena melihat kekayaannya.
“Flexing itu ternyata marketing untuk membangun kepercayaan dan menunjukkan kepada customer. Akhirnya, customer percaya dan menaruh uangnya untuk ibadah umrah, walau akhirnya banyak yang tidak berangkat," terangnya.
Baca juga: Dilema Kasus First Travel, Antara Hak Korban dan Pembagian Aset
Nah itulah penjelasan mengenai flexing adalah sikap pamer dan contohnya. Serta pendapat ahli mengenai tujuan flexing.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.