Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kasus Harian Covid-19 Tembus 1.000, Apakah Omicron Sudah Menyebar di Indonesia?

Kompas.com - 17/01/2022, 13:00 WIB
Nur Fitriatus Shalihah,
Rendika Ferri Kurniawan

Tim Redaksi

"Di semua negara bahkan dengan kemampuan 3T lebih baik dari Indonesia menyebar tanpa terkendali, apalagi di Indonesia yang kita tahu 3T-nya tidak memadai dan pasif sehingga fakta ini tidak terhindarkan," ungkap Dicky pada Kompas.com, Senin (17/1/2022).

Dia mengingatkan kembali tentang pentingnya testing dan tracing. Terkait penemuan kasus menjadi hal yang sangat penting saat ini.

"Ketika kita gagal mendeteksi kita menyimpan bom waktu. Ini akan menimbulkan masalah baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang," ujar Dicky.

Masalah jangka pendek yang akan timbul jika gagal mendeteksi kasus di masyarakat tentunya adalah munculnya banyak orang yang sakit atau terinfeksi Covid-19.

Dicky mengatakan saat ini 90 persen yang terinfeksi Varian Omicron tidak bergejala. Hal itu karena saat ini sudah banyak yang memiliki imunitas, baik karena vaksinasi, pernah terinfeksi, maupun sudah terinfeksi lalu melakukan vaksinasi.

Namun menurut Dicky hal tersebut berbahaya, karena dengan gejala ringan atau tanpa gejala orang-orang bisa bebas beraktivitas.

Baca juga: Bukan Masker Kain, Ini Jenis Masker yang Ampuh Tangkal Omicron

Hal itu bisa menularkan penyakit pada orang lain dan akhirnya menginfeksi orang-orang yang berisiko tinggi seperti lansia, komorbid, ibu hamil, dan lainnya.

"Banyak kelompok berisiko tinggi belum divaksinasi, termasuk anak-anak atau bayi atau ibu hamil. Ini yang terlihat di banyak negara. 20 persen dampaknya lebih berat pada anak karena mayoritas mereka belum divaksinasi. Kematian pada anak lebih signifikan terjadi setelah Omicron," kata Dicky.

Selain itu, kata Dicky, juga akan berdampak pada tumbangnya fasilitas kesehatan hingga kekurangan Sumber Daya Manusia (SDM) akibat banyaknya nakes (tenaga kesehatan) dan pelayan publik yang sakit atau menjalani karantina.

"Bisa kolaps. Stok makanan berkurang. Testing sulit, karena nakesnya banyak yang sakit. Dampak omicron ini lebih besar, memang bukan pada aspek individu, tapi public health-nya dan sektor kesehatannya banyak sektor yang terganggu," ungkap Dicky.

Terkait dampak jangka panjangnya adalah long Covid. Dicky mengatakan meski bergejala ringan atau tidak bergejala, organ vital orang yang terinfeksi bisa terserang.

Selain itu juga bisa membiarkan Varian Omicron bergerak bebas, sehingga bisa menciptakan varian baru yang lebih ganas, kebal vaksin, bahkan lebih mematikan.

"Penyakit jantung meningkat, paru meningkat, ginjal meningkat, dan sebagainya. Oleh karena itu dalam setiap wabah, 3T tidak bisa diremehkan," pungkas Dicky.

Baca juga: Kapan Pasien Covid-19 Varian Omicron Dinyatakan Sembuh dan Selesai Isolasi?

Kasus menyebar tanpa terdeteksi

Dihubungi terpisah, Epidemiolog Universitas Airlangga (Unair) Windhu Purnomo mengatakan penyakit menular apa pun yang sebagian besar kasusnya tanpa gejala berisiko menyebar luas tanpa terdeteksi.

"Makin tak bergejala, makin sulit terdeteksi, risiko penyebaran luas makin besar. Demikian pula Covid-19 varian apa pun, lebih-lebih varian Omicron yang keparahannya lebih rendah, termasuk di Indonesia yang tingkat testingnya di antara negara-negara di dunia termasuk tidak tinggi, meski pun sejak pertengahan tahun 2021 sudah jauh meningkat dari pada sebelumnya," ujar Windhu pada Kompas.com, Senin (17/1/2022).

Seperti dua epidemiolog sebelumnya, Windhu mengatakan untuk solusinya adalah memperkuat penemuan kasus.

"Ya. Surveilans untuk case finding harus diperkuat melalui testing dan contact tracing yang memadai, salah satunya secara digital melalui platform PeduliLindungi (PL) yang berfungsi juga sebagai pelacak kontak, selain sebagai penapis dan pelindung, sepanjang PL diimplementasikan secara standar, bukan sekedar formalitas hanya dipasang QR codenya, tapi tidak dipindai oleh setiap pengunjung," pungkas Windhu.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com