Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Muhammad Mustafid

Pengurus PP RMI-PBNU
Sekretaris Yayasan Nur Iman (konsorsium pesantren-pesantren Mlangi) Yogyakarta

Menggagas Paradigma Pengabdian Pendidikan Nahdlatul Ulama

Kompas.com - 13/12/2021, 16:25 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

PARADIGMA pendidikan yang diperankan Nahdlatul Ulama (NU) harus ditata ulang. Pendidikan model pesantren dan madrasah menjadi tradisi pendidikan yang kuat di lingkungan NU. Peran pesantren dan madrasah telah berlangsung jauh sebelum kata Indonesia popular di kalangan kaum pergerakan, tahun 1920-an.

Maulana Malik Ibrahim, walisongo generasi pertama, dikenal sebagai bapak Pesantren Nusantara, karena salah satu kerja kebudayaannya menghasilkan akumulasi pengetahuan melalui pendirian pesantren.

Pesantren akhirnya menjadi arus utama pendidikan nasional yang jika tanpa intervensi imperialisme, menurut Cak Nur (2005), niscaya berkembang menjadi world class university.

Baca juga: Maruf Amin soal Muktamar NU: Gegeran Dulu, kalau Selesai Ger-geran

Berabad-abad lamanya pesantren berperan dalam menjaga dan meningkatkan intelektualitas bangsa. Pun teruji dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan penyelesaian persoalan kebangsaan dan kerakyatan berbasis nilai keislaman yang berakar pada nilai-nilai luhur budaya bangsa.

Saat ini, pesantren berada dalam pusaran perubahan global yang begitu cepat dan bersifat disruptif. Dunia pendidikan bukan hanya diproyeksikan untuk mencetak tenaga kerja, jantung inovasi bisnis, tetapi juga sebagai komoditas jasa perdagangan global.

Di sinilah, reposisi paradigma pendidikan di lingkungan NU menjadi sebuah keniscayaan.

Reposisi dan strategi

Ada dua tantangan utama NU di sektor pendidikan, yaitu memilih sebagai “reproduser” formasi sosial neoliberalistik atau setia mengusung idealisme transformasi sosial melalui pendidikan. Pilihan sebagai repoduser akan meletakkan pendidikan NU sebagai bagian dari sistem dan instrumen kapitalisme global. Pilihan sebagai agen transformasi meniscayakan pendidikan NU meletakkan diri sebagai bagian dari kekuatan sosial bangsa.

Keberpihakan kepada kepentingan bangsa menjadi kunci dalam pengembangan riset, pengabdian, dan kurikulum pendidikan. Pilihan sebagai agen transformasi sosial dengan berbagai adaptasi merupakan pilihan paling rasional dan strategis.

Dengan pendidikan, pengabdian masyarakat, dan riset strategis, maka pilihan sebagai agen transformasi akan menjadi kuat. Kedaulatan bangsa akan terangkat seiring dengan reputasi internasional yang berhasil dicapai perguruan tinggi kita.

Dalam rangka mencapai reputasi internasional ini dibutuhkan dua strategi dasar: “internasionalisasi” akademik dan advokasi kearifan lokal.

Pendidikan NU, di semua levelnya, harus ikhtiar mencapai tiga prestasi yang memenuhi standar internasional. Pertama, akreditasi, yakni Pendidikan Tinggi NU (PTNU) mengikuti akreditasi program studi sesuai dengan universal compliance, yakni mengikuti standar yang diakui dan dihargai sebagai standar internasional. Akreditasi ini, karena berbasis program studi, memiliki acuan dan referensi sendiri-sendiri sesuai bidang ilmunya. Namun standar tersebut diakui secara internasional.

Baca juga: Karya Siswa SMK NU Banat Curi Perhatian di Jogja Fashion Week 2021

Kedua, mengikuti sertifikasi seperti ISO paling mutakhir. Sertifikasi merupakan standar yang terkait dengan manajemen kelembagaan.

Ketiga, pendidikan NU mengikuti standar yang menilai perguruan tinggi secara kelembagaan seperti World Ranking, THES, Webomatrics, dan lainnya.

Pendidikan tinggi NU juga harus melakukan advokasi agar kekayaan local wisdom kita diakui dan dihargai dunia internasional. Kita memiliki banyak pengalaman dan kekayaan warisan luhur bangsa mengenai hal itu, yang praktik dan konsepnya bisa diakui secara internasional.

Para leluhur kita, para walisongo, para kyai, para budayawan juga meninggalkan berbagai kearifan lokal luar biasa, yang menjadi kekayaan budaya dan akar identitas sosio-kultural bangsa. Kebangsaan dan keindonesiaan kita memiliki konteks yang khas, spesifik, yang sangat kaya akan keragaman lingkungan biologi, fisik, sosial, ekonomi, dan budaya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com