Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Menggagas Paradigma Pengabdian Pendidikan Nahdlatul Ulama

Maulana Malik Ibrahim, walisongo generasi pertama, dikenal sebagai bapak Pesantren Nusantara, karena salah satu kerja kebudayaannya menghasilkan akumulasi pengetahuan melalui pendirian pesantren.

Pesantren akhirnya menjadi arus utama pendidikan nasional yang jika tanpa intervensi imperialisme, menurut Cak Nur (2005), niscaya berkembang menjadi world class university.

Berabad-abad lamanya pesantren berperan dalam menjaga dan meningkatkan intelektualitas bangsa. Pun teruji dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan penyelesaian persoalan kebangsaan dan kerakyatan berbasis nilai keislaman yang berakar pada nilai-nilai luhur budaya bangsa.

Saat ini, pesantren berada dalam pusaran perubahan global yang begitu cepat dan bersifat disruptif. Dunia pendidikan bukan hanya diproyeksikan untuk mencetak tenaga kerja, jantung inovasi bisnis, tetapi juga sebagai komoditas jasa perdagangan global.

Di sinilah, reposisi paradigma pendidikan di lingkungan NU menjadi sebuah keniscayaan.

Reposisi dan strategi

Ada dua tantangan utama NU di sektor pendidikan, yaitu memilih sebagai “reproduser” formasi sosial neoliberalistik atau setia mengusung idealisme transformasi sosial melalui pendidikan. Pilihan sebagai repoduser akan meletakkan pendidikan NU sebagai bagian dari sistem dan instrumen kapitalisme global. Pilihan sebagai agen transformasi meniscayakan pendidikan NU meletakkan diri sebagai bagian dari kekuatan sosial bangsa.

Keberpihakan kepada kepentingan bangsa menjadi kunci dalam pengembangan riset, pengabdian, dan kurikulum pendidikan. Pilihan sebagai agen transformasi sosial dengan berbagai adaptasi merupakan pilihan paling rasional dan strategis.

Dengan pendidikan, pengabdian masyarakat, dan riset strategis, maka pilihan sebagai agen transformasi akan menjadi kuat. Kedaulatan bangsa akan terangkat seiring dengan reputasi internasional yang berhasil dicapai perguruan tinggi kita.

Dalam rangka mencapai reputasi internasional ini dibutuhkan dua strategi dasar: “internasionalisasi” akademik dan advokasi kearifan lokal.

Pendidikan NU, di semua levelnya, harus ikhtiar mencapai tiga prestasi yang memenuhi standar internasional. Pertama, akreditasi, yakni Pendidikan Tinggi NU (PTNU) mengikuti akreditasi program studi sesuai dengan universal compliance, yakni mengikuti standar yang diakui dan dihargai sebagai standar internasional. Akreditasi ini, karena berbasis program studi, memiliki acuan dan referensi sendiri-sendiri sesuai bidang ilmunya. Namun standar tersebut diakui secara internasional.

Kedua, mengikuti sertifikasi seperti ISO paling mutakhir. Sertifikasi merupakan standar yang terkait dengan manajemen kelembagaan.

Ketiga, pendidikan NU mengikuti standar yang menilai perguruan tinggi secara kelembagaan seperti World Ranking, THES, Webomatrics, dan lainnya.

Pendidikan tinggi NU juga harus melakukan advokasi agar kekayaan local wisdom kita diakui dan dihargai dunia internasional. Kita memiliki banyak pengalaman dan kekayaan warisan luhur bangsa mengenai hal itu, yang praktik dan konsepnya bisa diakui secara internasional.

Para leluhur kita, para walisongo, para kyai, para budayawan juga meninggalkan berbagai kearifan lokal luar biasa, yang menjadi kekayaan budaya dan akar identitas sosio-kultural bangsa. Kebangsaan dan keindonesiaan kita memiliki konteks yang khas, spesifik, yang sangat kaya akan keragaman lingkungan biologi, fisik, sosial, ekonomi, dan budaya.

Sebagai konsekuensi logisnya, ilmu pengetahuan yang berasal dari negara lain tidak selalu kompatibel dipakai untuk mendekati atau menyelesaikan persoalan bangsa.

Tugas pendidikan NU adalah melakukan teorisasi atau saintifikasi local wisdom sehingga secara metodologis teruji secara ilmiah. Hasil akhir dari semua proses tersebut, termasuk pendidikan dan riset, tidak lain adalah pengabdian.

6 pilar paradigma pengabdian pendidikan NU

Setidaknya ada enam pilar tugas pengabdian pendidikan NU.

Pertama, membangun paradigma pembangunan khas Indonesia. Pendidikan NU dituntut untuk mengembangkan riset guna membangun teori-teori keilmuan khas Indonesia dan mengembangkan riset-riset terapan buat menopang terciptanya model pembangunan yang lebih kontekstual dan relevan. 

Bukan berarti kita menolak teori-teori pembangunan yang telah mapan. Namun kita harus memperlakukannya secara kritis.

Sebagaimana diketahui, teori pembangunan yang selama ini ada selalu diarusutamai oleh debat antara dependensia dan modernisasi, dengan segala variannya. Teori dependensia cenderung untuk memproyeksikan keterbelakangan bangsa karena faktor-faktor eksternal-struktural, sedangkan teori modernisasi terlalu menekankan variabel masyarakat atau internal sebagai akarnya dan mengabaikan persoalan-persoalan struktural.

Konsep dan teori pembangunan yang dikembangkan seharusnya dikaitkan dengan perspektif yang lebih makro, yang punya beberapa karakter, yaitu:

(1) Pembangunan harus memperhatikan tiga faktor berikut sebagai suatu kesatuan strategis: geografi, geopoliti, dan geostrategi.

(2) Pembangunan dilakukan dengan selalu mencermati dinamika global, yang seringkali menciptakan peluang-peluang ekonomi global. Wajah dunia global saat ini tidak lagi bipolar, namun sudah berkembang sedemikian rupa sehingga menjadi multipolar. Dalam dekade terakhir telah muncul banyak kekuatan dunia yang mempengaruhi struktur konstelasi global. Kesejahteraan bangsa akan cepat terwujud jika kita berhasil menciptakan access to global market sekaligus menyiapkan strategi yang memungkinkan untuk mereduksi distorsi dari integrasi ekonomi global.

(3) Pembangunan dikarakterisasikan oleh beberapa elemen dasar berikut: industrialisme yang dikembangkan haruslah ramah lingkungan; berbasis pada sumber daya lokal; mampu mengembangkan keunggulan komparatif dan kompetitif; menjadikan masyarakat sebagai subjek atau pelaku utama perekonomian dan bukan semata-mata tenaga kerja yang murah; dan, tidak tercerabut dari struktur sosial dan identitas sosial kultural.

Kedua, membangun daerah dan desa. Meski pendidikan NU dirancang untuk menjadi kelas dunia tetapi tugas pendidikan NU tidak berhenti di situ. Internasionalisasi bukanlah tujuan final.

Tugas akhir dari lembaga pendidikan NU adalah pengabdian, yakni membangun bangsa (khirosatid dunya). Membangun bangsa berarti memahami potensi dan visi pengembangan daerah maupun desa.

Desa harus menjadi pijakan pendidikan NU dalam merumuskan arah pengabdian, kebijakan riset, dan orientasi pembelajaran yang ditumbuhkembangkan. Jika pendidikan NU berkembang di berbagai daerah dan memberi dampak positif bagi perbaikan hidup hingga ke ranah kawasan pedesaan, maka pendidikan NU pada akhirnya akan menjadikan Indonesia maju secara merata. 

Ketiga, membangun moral bangsa. Hakikat membangun moral adalah mendidik anak bangsa dan mengembangkan nilai-nilai keaswajaan dan nilai-nilai bangsa. Sebagai ruang akademik dan persemaian nilai, pendidikan NU mewadahi semua tradisi kultur, bahasa, dan suku, generasi muda Indonesia. Pendidikan NU harus menjadi pusat pendidikan bangsa, dengan cakupan nasional.

Pendidikan NU harus menjadi miniatur secara geografis, mencakup mulai dari Papua sampai Aceh. Secara sosio-kultural, pendidikan NU harus menjadi ruang publik pembelajaran bagi anak bangsa yang memiliki keragaman budaya, etnis, ras, adat-istiadat, hingga agama. Secara ekonomi, pendidikan NU juga harus membuka kesempatan seluas-luasnya bagi anak bangsa.

Salah satu kontribusi pendidikan NU dalam rangka membangun moral bangsa adalah menghasilkan output yang berkarakter, berintegritas, patriotik, dan memiliki keberpihakan kepada kelompok-kelompok sosial yang rentan dan tidak memiliki akses atas sumber daya.

Keempat, memposisikan diri sebagai perekat bangsa. Salah satu amanah pendidikan adalah menjadikannya sebagai universitas yang terus-menerus menyemai dan merajut semangat kebangsaan. Semangat perekat bangsa ini semakin lama semakin memiliki relevansi sosial dan intelektual.

Indonesia bangsa majemuk, terdiri dari ribuan pulau, memiliki keanekaragaman bahasa, tradisi, adat istiadat, dan kultur. Anugerah tersebut saat ini menghadapi tiga tantangan sekaligus, yaitu globalisme, etnonasionalisme, dan fundamentalisme.

Salah satu cara untuk menerjemahkan mandat tersebut adalah melalui penerimaan santri, siswa, atau mahasiswa dari seluruh pelosok Tanah Air. Santri, siswa, dan mahasiswa tidak dikonsentrasikan untuk penduduk Jawa tetapi penjuru Tanah Air harus terwakili. Pendidikan NU menjadi taman intelektual muda Nusantara, juga membangun kerja sama dengan pemerintah daerah untuk mengirimkan kadernya menempuh pendidikan di lingkungan pendidikan NU.

Dengan demikian, pendidikan NU menjadi miniatur Indonesia, tempat di mana semua anak bangsa berkesempatan secara luas saling mengenal dan memahami, terbuka dan dialogis terhadap perbedaan, saling memberi dan menerima, yang dari sanalah fondasi dasar-dasar hidup berbangsa yang multikultural terbentuk dan tersemai.

Kelima, melakukan pendekatan sosio-kultural. Pendidikan NU harus memilih roh dan semangat untuk mengakar dan mengikatkan diri pada nilai dan spirit, antara lain nilai-nilai Islam Nusantara. Pendidikan NU mengemban keyakinan kepercayaan bangsa Indonesia untuk melaksanakan amanah agar tidak melupakan nilai-nilai kebangsaan, jiwa sosial, budaya bangsa, dan kearifan lokal. Usaha pendidikan NU untuk menjadi institusi berkelas bertaraf internasional bukan alasan untuk melupakan akar dan nilai budaya bangsa.

Arus globalisai yang menggerus dan berusaha menyeragamkan kekhasan bangsa menjadi “satu bahasa dan satu cita rasa” yang bersifat global harus diakui sebagai ancaman bagi keberlanjutan dan persemaian nilai-nilai keindonesiaan.

Keenam, memperhatikan kesejahteraan sivitas akademik. Pendidikan di lingkungan NU harus berjalan sedemikian rupa untuk mensejahterakan sivitas akademiknya. Terpenuhinya hal tersebut memungkinkan pendidikan NU menjadi tumpuan masa depan warga yang mengabdi dan menghidupinya. Dengan itu, civitas akademik pendidikan NU bisa bekerja secara kreatif, tenang, dan sepenuh hati.

https://www.kompas.com/tren/read/2021/12/13/162525865/menggagas-paradigma-pengabdian-pendidikan-nahdlatul-ulama

Terkini Lainnya

Kisruh Penangkapan Pegi dan Penghapusan DPO Pembunuhan Vina, Kompolnas Akan Minta Klarifikasi Polda Jabar

Kisruh Penangkapan Pegi dan Penghapusan DPO Pembunuhan Vina, Kompolnas Akan Minta Klarifikasi Polda Jabar

Tren
Idul Adha 2024 Tanggal Berapa? Ini Menurut Muhammadiyah dan Pemerintah

Idul Adha 2024 Tanggal Berapa? Ini Menurut Muhammadiyah dan Pemerintah

Tren
Berapa Lama Durasi Jalan Kaki untuk Mengecilkan Perut Buncit?

Berapa Lama Durasi Jalan Kaki untuk Mengecilkan Perut Buncit?

Tren
Prakiraan BMKG: Wilayah yang Berpotensi Dilanda Hujan Lebat, Angin Kencang, dan Petir 28-29 Mei 2024

Prakiraan BMKG: Wilayah yang Berpotensi Dilanda Hujan Lebat, Angin Kencang, dan Petir 28-29 Mei 2024

Tren
[POPULER TREN] Tanda Kolesterol Tinggi yang Kerap Diabaikan | Bantah Bunuh Vina, Pegi Tetap Diancam Hukuman Mati

[POPULER TREN] Tanda Kolesterol Tinggi yang Kerap Diabaikan | Bantah Bunuh Vina, Pegi Tetap Diancam Hukuman Mati

Tren
Matahari Tepat di Atas Kabah, Saatnya Cek Arah Kiblat

Matahari Tepat di Atas Kabah, Saatnya Cek Arah Kiblat

Tren
Kekuasaan Sejarah

Kekuasaan Sejarah

Tren
Kisah Alfiana, Penari Belia yang Rela Sisihkan Honor Demi Berhaji, Jadi Salah Satu Jemaah Termuda

Kisah Alfiana, Penari Belia yang Rela Sisihkan Honor Demi Berhaji, Jadi Salah Satu Jemaah Termuda

Tren
Jokowi Luncurkan Aplikasi Terpadu INA Digital, Bisa Urus SIM, IKD, dan Bansos

Jokowi Luncurkan Aplikasi Terpadu INA Digital, Bisa Urus SIM, IKD, dan Bansos

Tren
Biaya UKT Universitas Muhammadiyah Maumere, Bisa Dibayar Pakai Hasil Bumi atau Dicicil

Biaya UKT Universitas Muhammadiyah Maumere, Bisa Dibayar Pakai Hasil Bumi atau Dicicil

Tren
Pegi Bantah Telah Membunuh Vina, Apakah Berpengaruh pada Proses Hukum?

Pegi Bantah Telah Membunuh Vina, Apakah Berpengaruh pada Proses Hukum?

Tren
Singapura Tarik Produk Kacang Impor Ini karena Risiko Kesehatan, Apakah Beredar di Indonesia?

Singapura Tarik Produk Kacang Impor Ini karena Risiko Kesehatan, Apakah Beredar di Indonesia?

Tren
Maskot Pilkada DKI Jakarta Disebut Mirip Kartun Shimajiro, KPU Buka Suara

Maskot Pilkada DKI Jakarta Disebut Mirip Kartun Shimajiro, KPU Buka Suara

Tren
Ramai di Media Sosial, Bagaimana Penilaian Tes Learning Agility Rekrutmen BUMN?

Ramai di Media Sosial, Bagaimana Penilaian Tes Learning Agility Rekrutmen BUMN?

Tren
Batalkan Kenaikan UKT, Nadiem: Kalau Ada Kenaikan Harus Adil dan Wajar

Batalkan Kenaikan UKT, Nadiem: Kalau Ada Kenaikan Harus Adil dan Wajar

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke