Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Greg Teguh Santoso
Versatilist dan Auditor Sistem Manajemen

Sedang menyelesaikan studi S3 di Taiwan sembari menjadi pengajar di beberapa universitas.  Seorang versatilist yang gemar bertualang di dunia maya dan berkolaborasi di dunia nyata, membaca, mengajar, dan menulis. Mari mampir, tegur-sapa di versatilistmilenial2020@gmail.com.

Metaverse, Saat Manusia Kelak Tak Mampu Menghadapi Kenyataan

Kompas.com - 30/11/2021, 21:08 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

ADALAH Louis Rosenberg yang secara tegas nan kritis melontarkan pernyataan menohok bagi kita semua: akankah hadirnya metaverse akan menjadi akhir dari realitas kita bersama?

Dideklarasikannya Meta sebagai nama baru Facebook membuat gegap-gempita jagad maya maupun dunia nyata. Beragam pandangan dilontarkan menanggapi keputusan Mark Zuckerberg sang pendiri Facebook.

Banyak tayangan bertebaran di kanal YouTube menanggapi hal tersebut, entah untuk menggaet likes and subscribes ataupun sungguh menanggapinya secara serius dan ilmiah.

Baca juga: Mark Zuckerberg Ingin Wujudkan Metaverse, Dunia Virtual Baru di Masa Depan

Hingga akhir November 2021 ini, kanal official YouTube milik Meta telah ditonton lebih dari tiga juta insan dunia! Belum lagi terhitung kanal-kanal lain yang tayang di beragam media sosial guna membahas masa depan metaverse.

Banyak perdebatan sengit yang sedang berlangsung tentang batasan atau lebih tepatnya kekurangan maupun kebermanfaatan dari teknologi baru ini.

Menyimak dan mempertimbangkan aneka perdebatan itu, Louis Rosenberg, ilmuwan komputer yang mengembangkan sistem AR (augmented reality) fungsional pertama, telah memperingatkan bahwa AR bisa jauh lebih buruk daripada media sosial.

Menurutnya, AR dan metaverse bertujuan untuk menyajikan konten dalam bentuk yang paling alami alias sangat-sangat mirip dengan realitas hakikinya.

Konsekuensi logis yang paling mungkin terjadi adalah metaverse alias jagad virtual yang dioperasikan melalui piranti AR atau VR bakal mengubah rasa realitas kita dengan menafikan batasan-batasan dalam pikiran kita serta mendistorsi cara kita menafsirkan realitas sehari-hari sebagaimana diungkapkan dalam artikel Rosenberd di Big Think 25 November 2021 lalu.

Sebagai informasi, Rosenberg adalah ilmuwan yang mengembangkan sistem AR pertama yang berfungsi penuh untuk melatih pilot Angkatan Udara Amerika Serikat pada 1992 secara simulatif sebelum secara riil menerbangkan pesawatnya.

Saat itu dia sudah meyakini AR akan segera menjadi pusat semua aspek kehidupan.  Pada satu titik nanti manusia tidak ingin melepas kacamata AR-nya. Sebab, jika melepas AR ia akan dirugikan secara sosial (dalam jejaring maya tentunya), ekonomi, dan intelektual.

Pemahaman sejak dini inilah yang membuat Rosenberg khawatir. Terlebih, jika AR kelak berkelindan dengan media sosial yang kini tengah dikembangkan Facebook. Zuckerberg menargetkan metaversenya akan terbangun dalam lima tahun.

Baca juga: Facebook Ingin Kembangkan Metaverse, Apa Itu?

Secara pribadi, Rosenberg mengaku bahwa hal itu cukup menakutkan. AR pada dasarnya akan mengubah semua aspek kehidupan masyarakat di masa depan dan tidak selalu dengan cara yang baik.

Hal ini dilandasi pemahaman bahwa media sosial secara canggih bakal kian memanipulasi realitas pengguna dengan menyaring apa yang boleh dilihat dan dinikmati.

Dengan demikian, pada gilirannya, setiap pengguna akan bergantung pada perusahaan yang menyediakan dan memelihara lapisan teknologi yang tak terhitung jumlahnya yang ada di antara kehidupan sehari-hari sebagai realitas riil (kasunyatan) dengan realitas virtual yang disajikan.

Tentu saja kita tidak bisa menutup mata akan hal-hal positif yang bakal dihadirkan melalui metaverse. Teknologi ini akan memungkinkan ahli bedah bekerja lebih cepat dan akurat.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com