Pekerja konstruksi, insinyur, ilmuwan lain juga akan beroleh manfaat. Industri hiburan dan pendidikan pun akan direvolusi dalam cara-cara yang tak terbayangkan.
Tak berlebihan bila kita tandaskan bahwa batas antara manusia, mesin, dan sumber daya lainnya menjadi makin konvergen melalui teknologi informasi dan komunikasi.
Dunia telah dipenuhi imitasi, duplikasi, kode, simbol, dan permainan bebas tanda yang mengambang dan semakin kompleks.
Apa yang selama ini diwacanakan oleh Jean Baudrillard dalam konsepnya tentang hyperreality dan simulacrum alias simulakra menjadi nyata dan operatif dalam keseharian kita.
Hiper-realitas selama ini adalah suatu gagasan bahwa gambar di dalam layar kaca terasa lebih nyata daripada realitas fisik.
Sedangkan, strategi simulakra (simulasi realitas) memungkinkan realitas aktual untuk digeser, bahkan digantikan oleh realitas semu, duplikasi, kedangkalan dan kepura-puraan.
Simulasi, menurut Baudrillard, adalah tahap simulacrum saat ini: semua terdiri dari referensi tanpa referensi; suatu hiper-realitas.
Baca juga: Metaverse Group Beli Real Estat Virtual Seharga Rp 34,6 Miliar
Kita seyogyanya ingat bahwa teknologi apapun wujudnya tidak bebas nilai, tidak netral, merujuk pada perubahan pengalaman manusia yang terjadi akibat penggunaan teknologi.
Teknologi juga membentuk "subjektivitas" dari penggunanya dan "objektivitas" dunianya. Dapat diambil contoh kecil tatkala ultra sonografi membentuk pengalaman dan ekspektasi ibu yang sedang hamil terhadap kondisi kandungannya.
Tak berlebihan apa yang pernah dipaparkan filsuf Don Ihde bahwa penggunaan teknologi mengubah persepsi manusia mengenai ruang dan waktu. Demikian halnya dengan jagad realitas virtual.
Virtual sering didefinisikan sebagai sesuatu yang berlawanan dengan kenyataan. Ideal menjadi kata kunci di sini. Virtual adalah ideal, kualitatif, dan bersifat normatif dalam hubungannya dengan eksistensi manusia yang bersifat aktual.
Akan tetapi virtual sendiri adalah tidak aktual. Pada dasarnya virtual sering dimaksudkan untuk menandai suatu ketiadaan, sesuatu yang tidak nyata, atau non-eksistensial.
Virtual adalah ketiadaan atau kelebihan dan kekurangan yang tidak bisa dipresentasikan secara faktual konkret.
Dalam pengertian Lacan, virtual bukanlah bentuk nyata. Virtual adalah aktualitas yang tidak dapat direpresentasikan sebagai sebuah ketidak-hadiran penuh.
Di samping itu virtualitas juga menawarkan dirinya sebagai ruang yang terdeteritorialisasi untuk melarikan diri dari norma-norma ataupun batasan-batasan realitas sosial yang timbul dikarenakan ko-eksistensi bersama individu lain.