Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Ishaq Zubaedi Raqib
Mantan Wartawan

Ketua LTN--Infokom dan Publikasi PBNU

Reminder Cipasung untuk Lampung!

Kompas.com - 29/11/2021, 16:47 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

SHALAWAT Asyghil

"Horor Cipasung" akan selalu menjadi reminder bagi NU. Laksana alat yang diimplan ke dalam tubuh jamaah dan jam'iyah, ia otomatis berdentang keras setiap ada bahaya mengancam.

Ancaman tidak datang setiap saat. Ia datang hanya sekali-kali. Tapi sekali datang, ia menggedor ulu hati dan jantung NU. Sangat menyakitkan dan mematikan. Dengan suara menyayat dari ribuan masjid dan mushalla, lalu berkumandanglah Shalawat Asyghil.

Shalawat ini awalnya dilantunkan oleh Imam Ja'far As Shadiq saat Islam dalam keadaan genting, di penghujung usia dinasti Umayyah dan awal berdirinya dinasti Abbasiyyah (138 H).

Shalawat Asyghil juga masyhur dengan sebutan shalawat Habib Ahmad bin Umar Al-Hinduan Ba 'Alawy (wafat 1122 H). Ia termasuk sighat shalawat yang dihimpun dalam kitab Al Kawakib Al Mudhi’ah fi Zikris Shalah ‘ala Khairil Bariyyah karya Habib Ahmad bin Umar.

Dijelaskan dalam buku "Bunga Rampai Kelisanan Masyarakat Santri" oleh Rokhmawan dkk, shalawat ini dilantunkan dengan tujuan memohonkan rahmat Allah untuk Rasulullah SAW sekaligus memohon keselamatan dari kedzaliman para penguasa. Oleh karena itu, banyak ulama yang menganjurkan umat Islam untuk sering melantukan Shalawat Asyghil, sendiri-sendiri atau berjamaah.

Berdentang di Lampung

Mencermati dinamika, riak hingga gombang menuju tanggal penyelenggaraan muktamar ke-34, tampaknya reminder itu akan kembali berdentang. NU itu besar, bahkan sangat besar.

Semua pihak, pengambil kebijakan, umat, para penumpang bertiket atau penumpang gelap, sangat berkepentingan dengan NU. Sejarah mencatat dan berbicara. Dari Orde Lama, Orde Baru, hingga Orde Reformasi saat ini.

Ada yang berkepentingan agar NU kian besar, tapi jelas ada juga yang ingin NU mengecil. Kelompok yang ingin agar NU terus membesar, dapat dilihat dari jejak mujahadah mereka yang berani membawa nilai NU ke penjuru dunia.

Gerakannya terencana, tertata, terukur, persis perencanaan, penataan dan ukuran yang sudah dilakukan Gus Dur. NU sudah ikonik dan mendunia. Jangan kembali menjadi kekuatan lokal.

Bergerak secara paralel dari kelompok di atas, adalah kekuatan lain yang mencoba dan terus mencoba berbagai cara agar NU menjadi kecil. Paling kurang, kalau tidak bisa membuat kecil posturnya, minimal mengecil gesturnya.

Kekuatan ini datang bergelombang dari luar NU. Kerap jadi besar karena berkesuaian dengan ambisi orang perorang di tubuh jam'iyyah. Gerakan ini tak terduga dan sangat kondisional.

Horor Cipasung bersumber dari anasir luar yang menggunakan orang dalam untuk membonsai NU. Abu Hasan yang dipilih untuk mendelegitimasi Gus Dur, adalah praktek politik jahat yang membuat NU bergoyang.

Sayangnya, penguasa Orde Baru salah tafsir soal kekuatan NU. Mereka mengira NU bisa dikooptasi lewat struktur padahal NU dan Gus Dur justeru sangat kuat di tataran kultur. Bahkan, NU sangat kuat secara jamaah dan jam'iyyah.

Setiap muktamar, membuka celah masuknya anasir-anasir luar. Bahkan, dalam skala tertentu, pandemi Covid-19 bisa jadi pemantik ketidakpastian.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com