Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Viral, Twit tentang Warganet di-DM Humas Polda Kalteng Diduga karena Mengejek

Kompas.com - 21/10/2021, 16:05 WIB
Nur Fitriatus Shalihah,
Sari Hardiyanto

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Baru-baru ini institusi kepolisian kembali disorot karena tangkapan layar direct message (DM) Instagram dengan warganet viral di media sosial Twitter.

Seorang warganet mengomentari unggahan perihal mutasi Aipda Ambarita di Instagram Info Kalteng kemudian yang bersangkutan mendapat DM teguran dari Instagram @humaspoldakalteng.

Adapun bunyi komentarnya adalah 'Mampus, seenaknya aja sih'. Lalu yang bersangkutan mendapat DM sebagai berikut:

"Maksudmu komen 'mampus' Di infokalteng itu apa? Hari ini pukul 10.00 WIB, kmu kekantor Humas Polda Kalteng, biar kami jelaskan.. Kami tunggu segera."

Warganet tersebut menjelaskan bahwa kata 'mampus' yang dimaksud adalah kata ejekan, bukan mendoakan yang bersangkutan agar mati.

Akan tetapi penjelasan tersebut tidak dapat diterima oleh Humas Polda Kalteng dan meminta agar warganet tersebut tetap datang ke kantor polisi. 

Baca juga: Viral Satu Keluarga Diusir Saat Berteduh di Pos Polisi, Ini Penjelasan Kepolisian

Berikut ini DM dari humas Polda Kalteng yang di-screenshot oleh warganet:

Baca juga: Penjelasan Polres Bima soal Oknum Polantas yang Disebut Pukul dan Tendang Pengendara Motor

Twit yang dibuat pada Rabu, 20 Oktober 2021 tersebut telah disukai lebih dari 29.200 kali, dibagikan ulang lebih dari 10.200 kali, dan dikomentari lebih dari 1.700 kali.

Tidak lama kemudian akun Twitter @Humas_Polda_Ktg memberi tanggapan berupa permohonan maaf atas kinerja salah satu humasnya.

Permohonan maaf Kabid Humas Polda Kalteng

Ilustrasi Polisi KOMPAS.com/NURWAHIDAH Ilustrasi Polisi

Berikut ini permohonan maaf yang dibuat kabid humas:

"Saya kabidhumas polda kalteng meminta maaf atas tindakan admin humas polda kalteng yang kurang berkenan di hati sahabat netizen sekalian, kami mengucapkan trimakasih atas kritikan yang membangun polri dan polda kalteng untuk menjadi lebih baik dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat untuk admin bidhumas polda kalteng akan kami lakukan tindakan berupa arahan, teguran dan membuat laporan serta akan diperiksa bidpropam polda kalteng, salam hormat kami, salam sehat semoga indonesia cepat pulih dari pandemi".

Baca juga: Penjelasan Polda Jateng soal Polantas yang Disebut Dorong Pengendara Motor hingga Jatuh

Baca juga: Berkaca dari Kasus Polisi Tilang Mobil Bawa Sepeda, seperti Apa Aturannya?

Warganet kemudian menyerbu Instagram humas Polda Kalteng dengan komentar 'mampus' atau yang serupa.

Mereka juga mengomentari perbedaan sikap humas di Instagram dan Twitter. 

Hal serupa juga diungkapkan oleh Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Kalteng Kombes Kismanto Eko Saputro.

"Mohon maaf atas admin kami. Admin kami tegur dan kami arahkan," ujarnya kepada Kompas.com, Rabu (20/10/20210).

Selain itu, pihaknya juga membantah adanya panggilan resmi untuk warganet yang dihubungi oleh pengelola akun Instagram humaspoldakalteng melalui direct message tersebut.

Baca juga: Mengapa Satpam Kini Berseragam Coklat Mirip Polisi?

Pelaksanaan virtual police

Ilustrasi polisi virtual (cyber).The Hindu Ilustrasi polisi virtual (cyber).

Tindakan humas kepolisian yang mengirim pesan pribadi itu dikhawatirkan bisa membuat masyarakat takut berkomentar di dunia maya, karena merasa ada yang mengawasi.

Direktur Eksekutif Southeast Asia Freedom of Expression Network (Safenet) Damar Juniarto menjelaskan ada sejumlah hal yang perlu direfleksikan terkait kejadian di atas.

"Kalau cara pelaksanaan Virtual Police (VP) oleh IG Humas Polda Kalteng seperti itu alih-alih melakukan edukasi seperti yang tertuang dalam SE Kapolri Februari 2021, virtual police malah justru menjadi aksi pemaksaan dan pendisiplinan di digital," ujarnya kepada Kompas.com, Kamis (21/10/2021).

Baca juga: Pensiunan Polisi Jadi Manusia Silver, Apakah Gajinya Kurang?

Lanjutnya, penerapan VP bukan lagi mengedepankan pada edukasi, tetapi pada upaya menafsirkan sendiri makna unggahan warga dan mendisiplinkan warga agar tidak berkomentar seperti itu.

Dengan demikian, menurutnya virtual police adalah bentuk state surveillance di abad digital.

Hal itu menghidupkan Digital Panopticon, di mana polisi hadir sebagai penjaga kamtibmas di digital, baik media sosial bahkan pesan singkat.

"Polisi siap melakukan koreksi tentang perilaku warga. Yang tidak disiplin akan ditegur. Yang tidak patuh, akan menghadapi sanksi hukuman," imbuhnya.

Baca juga: Viral, Video Bocah SMP Asal Bekasi Tirukan Suara Sirine Mobil Patwal Polisi, Ini Ceritanya...

Warga hidup dengan ketakutan

Ilustrasi Polisi tengah menggelar olah TKP di sebuah lokasi tempat jejak remTribunnews.com Ilustrasi Polisi tengah menggelar olah TKP di sebuah lokasi tempat jejak rem

Maka, kata dia, hal itu sama saja hidup warga di digital, apa yang disampaikan, apa yang dilakukan, dalam pengawasan 24 jam dari negara.

Dampak dari adanya hal itu, imbuhnya yakni warga hidup dengan ketakutan akan aksi pendisiplinan dari aksi kamtibmas digital lewat virtual police.

Dia juga mengatakan, ketika percakapan warga diintervensi polisi dan makna kata ditafsir sendiri tanpa disediakan ruang membela diri, di sanalah terjadi penghakiman di luar persidangan.

"Inilah wujud Orwellian State," tegasnya.

Baca juga: Viral, Warganet Tanya Rp 400 Juta Apa Bisa untuk Daftar Polisi? Ini Tanggapan Polda Kalbar

Lebih lanjut tentang Digital Panopticon, pihaknya menjelaskan konsep "Panopticon" yang diturunkan oleh Jeremy Bentham adalah salah satu poin referensi paling signifikan untuk etika pengawasan di zaman modern.

Konsep Panopticon dari Bentham digambarkan seperti menara pusat yang dikelilingi oleh sel.

Di menara pusat ada penjaganya. Di dalam sel ada tahanan atau pekerja atau anak-anak, tergantung pada penggunaan gedung.

Baca juga: Hacker asal Sleman Raup Rp 31,5 Miliar dengan Meretas Perusahaan di AS

Menara itu memancarkan cahaya terang sehingga penjaga dapat melihat semua orang di dalam sel. Orang-orang di dalam sel, bagaimanapun, tidak dapat melihat penjaga, dan oleh karena itu harus berasumsi bahwa mereka selalu dalam pengamatan.

Panopticon mengacu pada penjara, berbentuk seperti kisi melingkar dengan sel-sel yang berdekatan dengan dinding luar. Di tengah bangunan melingkar berdiri sebuah menara tempat pengawas penjara akan tinggal dan mengawasi para narapidana.

"Jendela luar yang besar dan jendela dalam yang lebih kecil di setiap sel akan memungkinkan pengawas untuk memantau aktivitas para narapidana," kata dia.

Baca juga: Viral Video Petugas SPBU Layani Pembelian BBM dengan Tandon Air

Hidup dalam digital panopticon

Dengan begitu para tahanan tidak tahu kapan mereka diawasi. Hal itu membuat mereka percaya bahwa mereka terus diawasi dan membuat mereka disiplin.

Terkait digital panopticon dalam masyarakat digital, Damar menjelaskan saat ini warga berada di bawah pengawasan, salah satunya oleh pemerintah.

Menurutnya, arsitektur Panopticon modern ada di mana-mana dan berbahaya. Itu tidak lagi berada dalam sistem penjara tetapi telah meresap ke masyarakat secara keseluruhan.

"Panoptikisme di era digital lebih halus sifatnya, kita dipaksa untuk menyesuaikan diri dengan norma dan berperilaku sesuai sementara tidak pernah benar-benar menyadari cengkeramannya terhadap kita. Menara pengawal telah digantikan oleh kamera keamanan dan algoritme, kehadiran polisi, dan pusat data," ungkapnya.

Saat ini menurutnya jika seseorang tidak menyembunyikan apa pun, maka tidak ada yang perlu ditakuti.

Kasus humas Polda Kalteng yang mengirim DM kepada warganet merupakan salah satu contoh masyarakat sekarang tengah hidup dalam Digital Panopticon.

Baca juga: Ramai soal Driver Gojek yang Ditangkap karena Mengantarkan Pesanan Madu Anggur, Ini Penjelasan Polisi

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com