Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Selain Molnupiravir, RI Jajaki Proxalutamide dan AT-527, Obat Apa Itu?

Kompas.com - 19/10/2021, 16:00 WIB
Nur Rohmi Aida,
Rendika Ferri Kurniawan

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Pemerintah saat ini tengah menjajaki beberapa alternatif obat untuk penyembuhan Covid-19.

Salah satunya adalah Molnupiravir, Proxalutamide, dan AT-527.

"Selain Molnupiravir dari Merck, saat ini terdapat obat Proxalutamide yang sedang dalam tahap uji klinis ketiga di Indonesia dan sedang berproses di BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan)," kata Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan dalam konferensi pers Senin (19/10/2021).

Luhut juga menyebut alternatif lain, yakni AT-527 yang tengah dikembangkan oleh Rosche dan Athea.

Lantas, apa itu Proxalutamide dan AT-527?

Baca juga: Luhut dan Menkes Jajaki Obat Molnupiravir di AS, Obat Apa Itu?

Proxalutamide

Dikutip dari Reuters, Proxalutamide adalah obat kanker prostat eksperimental yang diklaim meningkatkan kelangsungan hidup pasien Covid-19 yang tengah dirawat di rumah sakit berdasarkan uji klinis pada pasien di rumah sakit Brasil.

Proxalutamide dikembangkan oleh Kintor Pharmaceuticals China.

Obat ini bekerja dengan cara memblokir efek hormon androgen dengan menonaktifkan reseptor pada permukaan sel.

Nantinya, sebelum virus corona yang menembus sel dan menginfeksinya, maka sel 'disiapkan' oleh protein yang disebut TMPRSS2 yang telah diatur oleh reseptor androgen.

Berdasarkan uji coba di Brasil, dari sebanyak 645 pasien Covid-19 yang dirawat di rumah sakit, tingkat pemulihan mencapai 81,4 persen.

Setelah empat minggu, sebanyak 49,4 persen kelompok plasebo meninggal, sementara penerima proxalutamide hanya 11 persen yang meninggal.

Baca juga: Pil Molnupiravir Diklaim Tekan Kematian dan Rawat RS akibat Covid-19

Dikutip dari SciencePresiden Bolsonaro memuji proxalutamide sebagai obat ajaib dan mendorong dokter Brasil agar memberikan dosis obat tersebut kepada pasien.

Meski demikian, sejumlah ilmuwan mengimbau untuk waspada.

Dugaan penyimpangan dalam uji klinis dilaporkan telah memicu penyelidikan oleh Komisi Etik Nasional di Brasil.

"Hasil ini terlalu bagus untuk menjadi kenyataan," kata Eric Topol, Wakil Presiden Eksekutif Scripps Research Translational Institute.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com