Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Jaya Suprana
Pendiri Sanggar Pemelajaran Kemanusiaan

Penulis adalah pendiri Sanggar Pemelajaran Kemanusiaan.

Saya Memang Bebal Matematika

Kompas.com - 14/09/2021, 11:04 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

PADA masa kanak-kanak saya di bangku Sekolah Dasar, berhitung merupakan mata pelajaran yang tidak saya sukai.

Saya tidak mengerti apa guna saya belajar berhitung sementara sudah ada mesin hitung disebut kalkulator yang mampu berhitung secara lebih cepat dan lebih benar ketimbang saya.

Malas

Maka saya paling malas mengikuti mata belajar berhitung yang kemudian di bangku sekolah disebut sebagai matematika yang ternyata masih dipilah-pilah menjadi aljabar, geometri, trigonometri, stereometri alias ilmu ukur ruang yang semuanya (kecuali stereometri) hanya bikin kepala saya makin pusing belaka.

Namun setelah lebih dari setengah abad saya hidup di dunia fana dan mendadak pada awal tahun 2020 saya dipaksa karantina diri di rumah yang disebut sebagai WFH (work from home) lalu isoman (isolasi mandiri) kemudian berubah menjadi PSBB (pembatasan sosial berskala besar) kemudian PPMK (pemberlakukan pembatasan kegiatan masyarakat) atau entah apa lagi.

Akibat WFH maka saya memperoleh cukup banyak waktu untuk mempelajari berbagai hal di dalam kehidupan ini.

Saya mulai mempelajari pelajaran-pelajaran yang dahulu saya sia-siakan di bangku sekolah mulai dari fisika, biologi, kimia sampai matematika dengan segala cabang dan rantingnya.

Karena seluruh guru saya sudah almarhum atau almarhumah maka saya tidak bisa bertanya kepada para beliau sehingga terpaksa saya berupaya otodidak dengan membaca buku-buku matematika.

Buku-buku

Saya mulai dengan buku yang saya pikir paling cocok dengan saya yaitu Mathematics For The Non Mathematicians garapan Morris Kline.

Setelah membaca buku itu saya tersadar bahwa dalam hal matematika sebenarnya saya memang bebal sedemikian bebal sehingga malah juga belum layak disebut sebagai Non-Mathematicians.

Maka saya beralih ke buku yang judulnya lebih sesuai dengan kehendak (diam-diam) saya yaitu Burn The Math Class yang diprofokasi oleh Jason Wilkes.

Ternyata buku itu memang diberi judul anarkis agar saya membeli buku tersebut. Setelah saya baca ternyata alih-alih makin mengerti saya malah makin tidak mengerti matematika.

Kapok mulai dari bawah maka saya mencoba langsung dari atas yaitu mencoba membaca alkitab matematika yang paling dihormati bahkan diberhalakan sebagai puncak ilmu matematika yaitu mahabuku ditulis bersama oleh Alfred North Whitehead bersama Bertrand Russel yang perdana dipublikasikan pada tahun 1910 kemudian disusul 1912 dan 1913.

Ternyata Whitehead dan Russel menulis mahabuku monumental itu lebih sebagai pembelaan terhadap logicism yang dianggap lebih luas ketimbang matematika demi mempopularkan apa yang disebut sebagai modern mathematical logic.

Bersama Organon mahakarya Aristoteles dan Bacis Laws of Arithematic mahakarya Gottlob Frege, Principia Mathematics hasil gotongroyong Whitehead dan Russel dianggap sebagai tiga buku terpenting yang ditulis oleh manusia (sayang) bukan untuk matematika tetapi logika.

Maka saya memerosotkan tuntutan terhadap diri saya sendiri dengan mencoba membaca buku kecil tulisan filosof favorit saya yaitu Bertrand Russel yang konon lebih mudah dimengerti ketimbang Principa Mathematics yaitu Introduction to Mathematical Philosophy yang ternyata juga masih terlalu saya bagi otak bebal saya untuk memahami matematika.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com