Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Greg Teguh Santoso
Versatilist dan Auditor Sistem Manajemen

Sedang menyelesaikan studi S3 di Taiwan sembari menjadi pengajar di beberapa universitas.  Seorang versatilist yang gemar bertualang di dunia maya dan berkolaborasi di dunia nyata, membaca, mengajar, dan menulis. Mari mampir, tegur-sapa di versatilistmilenial2020@gmail.com.

10 Juni Hari Media Sosial Indonesia: Monetisasi Eskapisme Publik

Kompas.com - 10/06/2021, 11:08 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Bangsa ini seolah tak henti berputar dari satu ironi ke ironi lainnya, melompat berjumpalitan dari satu absurditas ke absurditas lainnya tanpa jeda, tanpa tanda jemu, apalagi muak, seolah ironi dan absurditas telah jadi jamak.

Isu digoreng dan dimasak, lalu dipanaskan oleh berbagai tanggapan, diberi ajang dan panggung oleh media mainstream maupun digital.

Hiruk-pikuk kurang berkualitas inikah yang terkadang memberatkan langkah kita berkompetisi dengan bangsa-bangsa lain. Belum lagi bila kita masukkan unsur politis di dalamnya, makin komplekslah persoalan.

Mental instan

Adapun dari sudut pandang para penggiat media sosial hal ini tentu sah-sah saja, makin kreatif (baca: makin aneh, nyeleneh) akan makin digemari dan beroleh likes serta subscribes makin banyak, gilirannya hal itu akan dikuantifikasi, dimonetisasi (monetized) yang mengalir ke rekening.

Ironisnya, telanjur ada adagium umum nan salah kaprah bahwa konten yang positif itu garing alias boring dan tidak menghibur serta tak memuaskan dahaga eskapisme digital yang kian menggelora di tengah pandemi Covid-19 ini.

Pada titik inilah, semua terpulang pada kita sebagai subyek yang sekaligus obyek (pasar sasaran) dari berbagai konten dan aktivitas bermedia sosial tersebut.

Ya, kitalah subyek yang punya kendali atas diri untuk memilah yang positif dan negati serta mencerna dan mengunyah segenap tawaran-tawaran tersebut secara cerdas dan mandiri.

Dibutuhkan kualitas manusia matahari yang mencerahkan, bukan membuat kusut dan menghadirkan gelap mendung kehidupan.

Kita sebagai ciptaan Sang Khalik yang tertinggi derajatnya mesti menimbang segenap konsekuensi logis alias akibat yang mungkin timbul sebagai buah dari dinamika proses yang kita pilih. Tak ada kata instan, tak ada mental nerabas mau enaknya doang.

Tepat pada titik inilah terjadi banyak ironi di negeri ini! Misalnya, kearifan lama “berakit-rakit dahulu, bersenang-senang kemudian” tak lagi dikenal. Yang justru mengemuka adalah “secepat mungkin mencapai ke hulu untuk bersenang-senang”, bahkan mungkin tanpa menghiraukan bagaimana pun caranya.

Kegigihan dan disiplin yang membangun tatanan masyarakat moderen bentrok dengan hasrat mencari kesenangan dan kecenderungan instant success atau pemaknaan ‘sukses’ secara sempit.

Sukses tidak lagi dilihat sebagai buah yang hanya layak dipetik dari suatu proses panjang pengolahan diri, tetapi lebih dimaknai melalui status dan simbol-simbol sosial yang lebih bernuansa materialisme.

Parameter-parameter material-ekonomis yang kadang berbau hedonis dijadikan acuan utama. Orang lebih sering menafikan proses di balik suatu sukses dan lebih terpukau oleh pernik-pernih yang melambangkan sukses itu betapapun semunya.

Kita silau menyaksikan bagaimana artis A bergelimang kemewahan di usia muda dengan istri dan anak yang manis. Kita tergerak untuk bisa mencapai hal itu sesegera mungkin.

Kita lupa bahwa Sang Artis telah menekuri jalan panjang sejak remaja hingga bisa berada dalam posisi saat ini.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Ramai Larangan 'Study Tour' Imbas Tragedi Bus Ciater, Menparekraf: Bukan Salah Kegiatan

Ramai Larangan "Study Tour" Imbas Tragedi Bus Ciater, Menparekraf: Bukan Salah Kegiatan

Tren
50 Instansi yang Sudah Umumkan Formasi CPNS dan PPPK 2024, Mana Saja?

50 Instansi yang Sudah Umumkan Formasi CPNS dan PPPK 2024, Mana Saja?

Tren
Catat, Ini 5 Ikan Tinggi Purin Pantangan Penderita Asam Urat

Catat, Ini 5 Ikan Tinggi Purin Pantangan Penderita Asam Urat

Tren
BMKG: Wilayah Ini Berpotensi Dilanda Hujan Lebat, Angin Kencang, dan Petir 17-18 Mei 2024

BMKG: Wilayah Ini Berpotensi Dilanda Hujan Lebat, Angin Kencang, dan Petir 17-18 Mei 2024

Tren
[POPULER TREN] Warga Israel Rusak Bantuan Indomie untuk Gaza, Gletser Terakhir di Papua Segera Menghilang

[POPULER TREN] Warga Israel Rusak Bantuan Indomie untuk Gaza, Gletser Terakhir di Papua Segera Menghilang

Tren
Deretan Insiden Pesawat Boeing Sepanjang 2024, Terbaru Dialami Indonesia

Deretan Insiden Pesawat Boeing Sepanjang 2024, Terbaru Dialami Indonesia

Tren
Asal-usul Gelar 'Haji' di Indonesia, Warisan Belanda untuk Pemberontak

Asal-usul Gelar "Haji" di Indonesia, Warisan Belanda untuk Pemberontak

Tren
Sosok Hugua, Politisi PDI-P yang Usul agar 'Money Politics' Saat Pemilu Dilegalkan

Sosok Hugua, Politisi PDI-P yang Usul agar "Money Politics" Saat Pemilu Dilegalkan

Tren
Ilmuwan Temukan Eksoplanet 'Cotton Candy', Planet Bermassa Sangat Ringan seperti Permen Kapas

Ilmuwan Temukan Eksoplanet "Cotton Candy", Planet Bermassa Sangat Ringan seperti Permen Kapas

Tren
8 Rekomendasi Makanan Rendah Kalori, Cocok untuk Turunkan Berat Badan

8 Rekomendasi Makanan Rendah Kalori, Cocok untuk Turunkan Berat Badan

Tren
Kronologi dan Fakta Keponakan Bunuh Pamannya di Pamulang

Kronologi dan Fakta Keponakan Bunuh Pamannya di Pamulang

Tren
Melihat 7 Pasal dalam RUU Penyiaran yang Tuai Kritikan...

Melihat 7 Pasal dalam RUU Penyiaran yang Tuai Kritikan...

Tren
El Nino Diprediksi Berakhir Juli 2024, Apakah Akan Digantikan La Nina?

El Nino Diprediksi Berakhir Juli 2024, Apakah Akan Digantikan La Nina?

Tren
Pria di Sleman yang Videonya Viral Pukul Pelajar Ditangkap Polisi

Pria di Sleman yang Videonya Viral Pukul Pelajar Ditangkap Polisi

Tren
Soal UKT Mahal Kemendikbud Sebut Kuliah Pendidikan Tersier, Pengamat: Terjebak Komersialisasi Pendidikan

Soal UKT Mahal Kemendikbud Sebut Kuliah Pendidikan Tersier, Pengamat: Terjebak Komersialisasi Pendidikan

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com