KOMPAS.com - Pada akhir Mei ini, tepatnya pada 29 Mei 2006 berarti sudah 16 tahun berlalu sejak pertama kali Lumpur Lapindo dari tanah wilayah Timur Jawa menyembur.
Semburan lumpur itu berasal dari Sumur Banjarpanji 1, Porong, Sidoarjo, Jawa Timur di lokasi pengeboran gas milik PT Lapindo Brantas, di Kecamatan Porong, Sidoarjo, Jawa Timur.
Penyebab terjadinya semburan gas disertai lumpur panas hingga kini masih misterius.
Baca juga: Semburan Lumpur Lapindo Masih 30-60.000 Meter Kubik Sehari
Dari arsip pemberitaan Harian Kompas (30/5/2006), warga Desa Siring, kecamatan Porong, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur yang tinggal 150 meter dari lokasi, mengaku gas mulai muncul sejak pukul 06.00 WIB.
Namun, sesungguhnya lumpur bersuhu 60 derajat celcius dan gas itu mulai menyembur sejak subuh, pukul 04.30 WIB di tengah areal persawahan desa.
Dua warga dilaporkan keracunan akibat mengirup gas yang diketahui mengandung hidrogen sulfida itu.
Kegiatan belajar-mengajar di sekolah yang ada desa itu pun diliburkan selama 2 hari akibat kejadian ini.
Penyebab terjadinya semburan gas disertai lumpur panas hingga kini masih misterius. Informasi yang didapat simpang siur, bahkan bertolak belakang.
Dikutip dari Kompas.id (29/5/2021), seorang mekanik PT Tiga Musim Jaya Mas, kontraktor pengeboran, mengatakan, semburan gas disebabkan pecahnya formasi sumur pengeboran.
Saat di kedalaman 9.000 kaki atau 2.743 meter dan akan diangkat untuk ganti rangkaian, bor tiba-tiba macet. Gas tak bisa keluar melalui saluran fire pit dalam rangkaian pipa bor, dan menekan ke samping, akhirnya keluar ke permukaan melalui rawa.
Pipa selubung
Dari dokumen yang diterima Kompas, yang ditujukan kepada Lapindo Brantas Inc, pada 18 Mei 2006 atau 11 hari sebelum semburan gas, PT Lapindo Brantas sudah diingatkan soal pemasangan casing atau pipa selubung oleh rekanan proyek.
Pipa sudah harus dipasang sebelum pengeboran sampai di formasi Kujung (lapisan tanah yang diduga mengandung gas atau minyak) di kedalaman 2.804 meter.
Baca juga: Pemerintah Terus Tagih Utang Lapindo Senilai Rp 1,91 Triliun