KOMPAS.com - Masyarakat Indonesia akan disuguhi fenomena astronomi langka Gerhana Bulan Total (GBT), Rabu (26/5/2021) sekitar pukul 18.18 WIB.
Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) menyebutkan, fenomena GBT yang akan muncul petang nanti sangat spesial karena terjadi 195 tahun sekali.
Peneliti Pusat Sains Antariksa (Pussainsa) Lapan, Andi Pangerang mengungkapkan bahwa GBT kali ini cukup unik karena beriringan dengan terjadinya Perige, yakni ketika Bulan berada di jarak terdekat dengan Bumi.
Baca juga: Daftar Wilayah di Indonesia yang Bisa Menyaksikan Gerhana Bulan Total 2021
Andi mengatakan, lebar sudut bulan akan lebih besar 13,77 persen dibandingkan dengan ketika berada di titik terjauhnya (apoge).
Selain itu, kecerlangannya juga 15,6 persen lebih terang dibandingkan dengan rata-rata, atau 29,1 persen lebih terang dibandingkan dengan ketika apoge.
"Gerhana Bulan kali ini disebut juga sebagai Bulan Merah Super," kata Andi, dikutip dari laman resmi Lapan, Selasa (25/5/2021).
Baca juga: Link dan Daftar Wilayah yang Dapat Menyaksikan Gerhana Bulan Total 26 Mei 2021
Menyambut fenomena langka tersebut, Lapan akan mengadakan pengamatan serentak dari 9 lokasi Lapan di seluruh Indonesia.
Pengamatan tersebut dapat disaksikan melalui kanal YouTube Lapan RI dan juga kanal YouTube masing-masing Balai dan Stasiun Lapan untuk pengamatan di daerah.
Andi mengatakan, durasi fase total gerhana Bulan kali ini terbilang cukup singkat, yakni 14 menit 30 detik.
"Puncak gerhana sendiri akan terjadi pada pukul 18.18.43 WIB/19.43.18 WITA/20.43.18 WIT dengan jarak 357.464 kilometer dari Bumi, sementara itu puncak Perige terjadi pada pukul 08.57.46 WIB/09.57.46 WITA/10.57.46 WIT dengan jarak 357.316 kilometer dari Bumi," kata Andi.
Baca juga: Ramai soal Fenomena Pink Moon, Benarkah Bulan Berwarna Pink?
Adapun untuk menyaksikan gerhana bulan pada Rabu (26/5/2021) petang nanti, masyarakat dapat mengikuti live streaming melalui link berikut:
Baca juga: Malam Ini Ada Bulan Purnama Pink Supermoon, Berikut Cara Melihatnya
Selain Lapan, BMKG juga melakukan pengamatan Gerhana Bulan Total (GBT) dengan menggunakan teleskop yang dipadukan dengan detektor dan teknologi informasi.
Masyarakat dapat mengikuti proses pengamatan ini dengan mengakses https://www.bmkg.go.id/gbt/.
Andi mengatakan, GBT kali ini juga bertepatan dengan detik-detik Waisak yakni pada 15 suklapaksa (paroretang) Waisaka 2565 Era Buddha yang jatuh pada 26 Mei pukul 18.13.30 WIB/19.13.30 WITA/20.13.30 WIT dengan jarak 357.461 kilometer dari Bumi.
"Pada dasarnya, detik-detik Waisak terjadi ketika Purnama Waisak atau disebut juga Waisaka Purnima yang selalu jatuh pada 15 suklapaksa di bulan Waisaka," kata Andi.
"Pada saat bulan purnama, Matahari dan Bulan akan berada dalam satu garis lurus, sedemikian rupa sehingga cahaya Matahari dapat menerangi permukaan Bulan secara maksimal, maka bulan tampak bulat sempurna dipandang dari Bumi," kata Andi melanjutkan.
Baca juga: Mitos Seputar Gerhana, Dulu Ditakuti Kini Justru Dinanti...
Andi menambahkan, bahwa kedudukan membentuk garis lurus tersebut dikenal dengan istilah oposisi (solar) atau istiqbal.
"Jadi Matahari dan Bulan membentuk sudut 180 derajat satu sama lain dalam peredarannya. Saat kedua benda langit tersebut tepat membentuk sudut 180 derajat di hari Waisak dikenal sebagai 'detik-detik Waisak,'" ujar Andi.
Dengan kata lain, detik-detik Waisak merupakan puncak bulan purnama pada bulan Waisaka menurut penanggalan India yang didasari oleh peredaran Bulan.
Baca juga: Cara Sederhana Membuat Kacamata Matahari untuk Melihat Gerhana
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.View this post on Instagram