Mengenai alat medis yang digunakan kembali, Mahesa mengungkapkan bahwa prosedur penggunaan alat kesehatan yang memiliki risiko sebagai limbah medis B3 telah diatur dan wajib diketahui oleh seluruh fasilitas kesehatan dan tenaga kesehatan.
Ia menambahkan, apabila petugas lalai atau melakukan perbuatan dengan sengaja (kesengajaan) tekait pengelolaan lombah medis diatur dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah.
"Tidak bisa didaur ulang, karena memang standar penggunaan alkes ini hanya 1 kali pakai untuk 1 orang dengan risiko alkes telah terkontaminasi virus atau bakteri," ujar Mahesa.
Meski sudah dicuci bersih dan dipakai kembali, namun hal tersebut bukan standar dari penggunaan alkes yang 1 kali pemakaian.
Baca juga: 33 Kereta Api yang Tidak Mensyaratkan GeNose atau Rapid Test Antigen Saat Perjalanan
Di sisi lain, Mahesa menyampaikan, jika alat kesehatan bekas yang digunakan artinya tindakan atau layanan rapid test antigen atau layanan kesehatan lain sudah tidak terstandar.
Sementara, alat kesehatan yang tidak terstandar tidak dapat digunakan pada layanan kesehatan apa pun.
Dalam Pasal 98 UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang kesehatan, disebutkan bahwa sediaan farmasi dan alat kesehatan harus aman, berkhasiat/bermanfaat, bermutu, dan terjangkau.
"Jika menggunakan alat rapid test antigen bekas ini termasuk perbuatan melanggar ketentuan dan mendapat sanksi sebagaimana Pasal 196," ujar Mahesa.
Pasal 196 menentukan bahwa setiap orang yang dengan sengaja memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi dan/atau alat kesehatan yang tidak memenuhi standard dan/atau persyaratan keamanan, khasiat atau kemanfaatan, dan mutu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 98 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Baca juga: 8 Wilayah Aglomerasi yang Bisa Mudik Lokal pada 6-17 Mei