Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kiprah Kapal Selam KRI Nanggala-402 yang Hilang Kontak

Kompas.com - 24/04/2021, 13:15 WIB
Nur Rohmi Aida,
Sari Hardiyanto

Tim Redaksi

KOMPAS.com – Kapal Selam KRI Nanggala-402 hilang kontak sejak Rabu (22/4/2021).

Kabar hilang kontaknya kapal selam tersebut dikonfirmasi oleh Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto.

“Baru izin menyelam setelah diberi clearance, langsung hilang kontak,” ujar Hadi dikutip dari Kompas.com Rabu (22/4/2021).

Ada 53 awak kapal di dalam kapal selam yang kini hilang kontak tersebut.

Kini sudah 3 hari kapal tersebut hilang kontak, sementara cadangan oksigen di KRI Nanggala-402 hanya bisa bertahan selama 72 jam dalam kondisi black out.

Baca juga: Selain KRI Nanggala-402, Berikut 4 Kapal Selam Kepunyaan Indonesia

Perjalanan kapal selam KRI Nanggala-402

Melansir Harian Kompas, 12 Juli 1981, kapal selam Nanggala-402 merupakan kapal selam buatan Jerman dengan bobot 1.200 ton.

Kapal tersebut diserahkan oleh Jerman pada 6 Juli 1981 bersama dengan Kapal Cakra.

Penyerahan tersebut dilakukan setelah kapal menempuh percobaan pelayaran dan penyelaman di Jerman Barat selama beberapa waktu.

Baca juga: Hari Ini dalam Sejarah: Kapal Titanic Tenggelam, 1.500 Orang Meninggal

Kapal dibawa dari Jerman menuju perairan Indonesia oleh Letkol Laut Armand Aksyah bersama 38 orang kru menuju tanah air sekitar awal Agustus 1981.

KRI Cakra dan KRI Nanggala ketika itu diharapkan mampu menggantikan kapal selam buatan Rusia yang saat itu sudah tua.

Sebelum kehadiran Nanggala, Indonesia memiliki 12 kapal selam buatan Rusia, yang ketika itu hanya tinggal satu yang masih bisa beroperasi yakni KRI Pasopati.

Baca juga: INFOGRAFIK: Mengenal KRI Alugoro-405, Kapal Selam Pertama Produksi Anak Negeri

Kiprah KRI Nanggala-402

Kini, sudah 40 tahun kapal selam KRI Nanggala 402, dan juga kapal selam Cakra 401 ikut menjaga perairan Indonesia.

Melansir Harian Kompas, 9 September 2009, pengamat militer F Djoko Poerwoko menjelaskan kapal selam bertugas dalam senyap yang jauh dari kegiatan publikasi.

Namun salah satu aktivitas kapal selam Nanggala-402 yang masih sempat tercatat adalah saat ia menjadi kapal selam yang diluncurkan saat sengketa Indonesia-Malaysia di Blok Ambalat.

Baca juga: Viral, Video Pengakuan 4 ABK Diduga Alami Penyiksaan di Kapal China

Melansir Kompas.id, tugas KRI Nanggala pada Mei 2005 adalah menjadi ujung tombak atau bersiap-siap, jika terjadi apa-apa maka KRI Nanggala akan maju.

Tugas tersebut sesuai dengan peran kapal selam yakni mengintai, menyusup, dan memburu sasaran strategis sesuai dengan keputusan politik pemerintah.

Ketika itu, KRI Nanggala-402 hanya menjadi kapal selam yang beroperasi sendirian karena KRI Cakra 401 tengah diperbaiki total di Korea Selatan.

Sebagai negeri maritim Indonesia membutuhkan keberadaan kapal selam.

Baca juga: Saat 225 WNI ABK Kapal Pesiar MSC Magnifica Berhasil Dipulangkan ke Tanah Air...

Masih dari Harian Kompas, Minggu (3/9/2017) Laksama Ade Supandi Kepala Staf TNI AL saat itu menjelaskan, tujuan Indonesia membeli kapal selam adalah untuk meningkatkan efek gentar dan kemampuan perang bawah permukaan.

Dalam pemberitaan tersebut dijelaskan jika merujuk rencana strategis, Indonesia setidaknya harus membuat dan atau membeli kapal selam hingga tahun 2024.

Dibandingkan dengan luasnya laut Indonesia, jumlah 12 kapal selam adalah jumlah layak minimal Indonesia.

Baca juga: Viral Video Detik-detik Kapal Feri KMP Bili Terbalik di Pontianak, Bagaimana Ceritanya?

Korps Hiu Kencana

Mereka yang tergabung dalam tim yang mengoperasikan kapal selam Indonesia di jajaran TNI Angkatan Laut disebut dengan Korps Hiu Kencana.

Mengutip Harian Kompas, 29 Desember 2011, untuk menjadi ‘hiu’ butuh karakteristik khusus dan yang pertama adalah mental.

Hal ini karena mereka harus menyelam berhari-hari dalam ruang tertutup berukuran kecil padahal tugas harus berhasil dengan risiko yang menyertainya.

“Orang suka mengira, kapal selam itu ada jendelanya bulat-bulat jadi kita bisa lihat ikan-ikan, padahal semua tertutup,” ujar Perwira Pelaksana KRI Ckara 401 Kapten Yulius Zaenal.

Baca juga: 7 Fakta Kerusuhan Jayapura, dari Listrik Padam hingga Mengungsi di Markas TNI AL

Tak banyak orang yang hidup di dalam air karena selain harus tahan kejenuhan dan ruang tertutup, kru juga harus tenang menghadapi tekanan.

Karena itulah anggota Hiu Kencana disebut dengan pasukan khusus.

Prajurit yang bisa menjadi 'hiu' harus berdinas di TNI AL selama setidaknya dua tahun.

Baca juga: Simak, Apa Saja Syarat Kenaikan Pangkat Prajurit TNI?

Ia kemudian akan menjalani tes.

Mereka yang lulus serangkaian tes kemampuan, psikologi, dan fisik kemudian menempuh pendidikan selama tiga bulan di sekolah kapal selam di Kodikal, tiga bulan sesuai jurusan, seperti navigasi atau sonar, kemudian tiga bulan ketiga mulai ikut berlayar.

Setelah menjadi kru kapal selam, secara rutin enam bulan sekali dipantau keadaan fisik dan psikisnya.

Baca juga: Mengenal Pulau Laki, Tempat Latihan Tempur TNI AL yang Diduga Jadi Lokasi Jatuhnya Sriwijaya Air

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

BPOM Rilis 76 Obat Tradisional Tidak Memenuhi Syarat dan BKO, Ini Daftarnya

BPOM Rilis 76 Obat Tradisional Tidak Memenuhi Syarat dan BKO, Ini Daftarnya

Tren
Update Banjir Sumbar: Korban Meninggal 41 Orang, Akses Jalan Terputus

Update Banjir Sumbar: Korban Meninggal 41 Orang, Akses Jalan Terputus

Tren
Ini Penyebab Banjir Bandang Landa Sumatera Barat, 41 Orang Dilaporkan Meninggal

Ini Penyebab Banjir Bandang Landa Sumatera Barat, 41 Orang Dilaporkan Meninggal

Tren
Gara-gara Mengantuk, Pendaki Gunung Andong Terpeleset dan Masuk Jurang

Gara-gara Mengantuk, Pendaki Gunung Andong Terpeleset dan Masuk Jurang

Tren
Badai Matahari Mei 2024 Jadi yang Terkuat dalam 20 Tahun Terakhir, Apa Saja Dampaknya?

Badai Matahari Mei 2024 Jadi yang Terkuat dalam 20 Tahun Terakhir, Apa Saja Dampaknya?

Tren
5 Temuan Polisi soal Kondisi Bus yang Kecelakaan di Subang, Bekas AKDP hingga Rangka Berubah

5 Temuan Polisi soal Kondisi Bus yang Kecelakaan di Subang, Bekas AKDP hingga Rangka Berubah

Tren
Nilai Tes Online Rekrutmen BUMN Tiba-tiba Turun di Bawah Standar, Ini Kronologinya

Nilai Tes Online Rekrutmen BUMN Tiba-tiba Turun di Bawah Standar, Ini Kronologinya

Tren
Pakai Cobek dan Ulekan Batu Disebut Picu Batu Ginjal, Ini Faktanya

Pakai Cobek dan Ulekan Batu Disebut Picu Batu Ginjal, Ini Faktanya

Tren
7 Pilihan Ikan Tinggi Zat Besi, Hindari Kurang Darah pada Remaja Putri

7 Pilihan Ikan Tinggi Zat Besi, Hindari Kurang Darah pada Remaja Putri

Tren
Pendaftaran CPNS 2024: Link SSCASN, Jadwal, dan Formasinya

Pendaftaran CPNS 2024: Link SSCASN, Jadwal, dan Formasinya

Tren
6 Tanda Tubuh Terlalu Banyak Konsumsi Garam

6 Tanda Tubuh Terlalu Banyak Konsumsi Garam

Tren
BMKG Sebut Badai Matahari Ganggu Jaringan Starlink Milik Elon Musk

BMKG Sebut Badai Matahari Ganggu Jaringan Starlink Milik Elon Musk

Tren
Suhu di Semarang Disebut Lebih Panas dari Biasanya, Ini Penyebabnya Menurut BMKG

Suhu di Semarang Disebut Lebih Panas dari Biasanya, Ini Penyebabnya Menurut BMKG

Tren
Selalu Merasa Lapar Sepanjang Hari? Ketahui 12 Penyebabnya

Selalu Merasa Lapar Sepanjang Hari? Ketahui 12 Penyebabnya

Tren
Prakiraan BMKG: Wilayah yang Berpotensi Dilanda Hujan Lebat, Angin Kencang, dan Petir 13-14 Mei 2024

Prakiraan BMKG: Wilayah yang Berpotensi Dilanda Hujan Lebat, Angin Kencang, dan Petir 13-14 Mei 2024

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com