Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Viral Cuping 'Cute Typing' yang Mirip Bahasa Alay, Ini Tanggapan Ahli

Kompas.com - 26/03/2021, 09:32 WIB
Nur Fitriatus Shalihah,
Sari Hardiyanto

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Sebuah tangkapan layar dari channel di Telegram "Mari belajar cuping" viral di media sosial Twitter pada Kamis (25/3/2021).

Channel tersebut membagikan cara membuat Cuping atau Cute Typing dengan mengubah kata biasa menjadi Cuping.

Adapun contoh kalimatnya adalah sebagai berikut:

"Kamu jangan begitu! Aku nggak suka." Diubah menjadi, "Kkamu janan bwegituu ! Aku ndaa suka".

Akun @txtdarigajelas membagikan tangkapan layar tersebut sambil menulis "50rb orang aneh", karena channel telegram itu di-subscribe lebih dari 50.000 akun.

Baca juga: Viral Video Polantas Polres Sukoharjo Pasang Action Cam di Helm, untuk Apa?

Twit tersebut mendapat tanggapan beragam dari warganet. Ada yang tidak mempermasalahkan, ada juga yang menganggap bahasa yang digunakan terlalu berlebihan.

Hingga Kamis (25/3/2021) malam, twit tersebut telah disukai lebih dari 22.500 kali dan dibagikan ulang lebih dari 7.300 kali.

Sementara itu setelah viral di Twitter, channel tersebut menuliskan klarifikasi bahwa Cuping hanya digunakan oleh Role Player (RP), bukan untuk Real Life (RL).

Penggunaannya terbatas hanya kalangan atau komunitas tertentu yang ingin belajar Cuping.

Baca juga: Viral Video Meteor Jatuh di Banggai, Ini Penjelasan Lapan

Lantas, apakah Cuping bisa disebut bahasa atau bahasa slank?

Dosen Prodi Bahasa dan Sastra Indonesia dari Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada (UGM) Ridha M Wibowo menjelaskan, Cuping atau Cute Typing menurutnya sekadar ragam bahasa, bukan slank.

"Saat mengamati polanya saya kira cuping itu sekadar ragam bahasa yang memiliki kemiripan dengan ragam bahasa alay yang dulu pernah tren di kalangan anak muda," kata pria yang akrab disapa Bowo itu kepada Kompas.com, Kamis (25/3/2021).

Menurut Bowo, para pengguna Cuping berpikir bahasa yang digunakan sekarang tidak cukup mengekspresikan jatidiri mereka sebagai pengguna bahasa pradewasa.

Baca juga: Video Viral Toilet di Kereta Tanpa Tadah, Air dan Kotoran Langsung Turun ke Rel, Apakah di Indonesia?

Bowo melihat, pemakai Cuping didominasi oleh kaum hawa yang menganggap relasi subjektif antarwanita itu penting.

"Ungkapan kemanjaan yang menggunakan bentuk-bentuk kata ala anak-anak cukup menonjol di samping kelebayan pemakaian variasi huruf biasa, kapital, dan angka. Kreativitas ini selanjutnya berhadapan dengan arti yang sulit ditebak karena tidak ada standar/prosedur pembentukan yang jelas," kata dia.

Lanjutnya, itu sebabnya ragam ini dapat menjadi register tersendiri karena bersifat rahasia dan hanya orang tertentu yang mampu memakainya.

Baca juga: Viral Video Masinis Beli Makanan Saat Kereta Berhenti di Perlintasan, Ini Penjelasan PT KAI

Dia juga mengatakan, untuk sebagian orang yang belum berjumpa ragam alay, ragam ini tampak wah dan menggiurkan.

Tapi saat mereka menggunakannya boleh jadi muncul masalah, karena pemakaiannya yang tidak praktis dan potensinya untuk miskomunikasi.

Terkait seberapa lama suatu ragam bertahan, dia memberi gambaran. Menurut penelitian yang pernah dia lakukan, ragam bahasa alay bertahan sekitar 6 bulan dan setelah itu tak ada lagi gaungnya, meski secara sporadis masih ada pemakainya di sana-sini.

"Mari kita tunggu berapa lama ragam ini dapat bertahan," imbuhnya.

Baca juga: Video Viral Toyota Yaris Tabrak Motor Saat Menyalip di Tikungan, Ini Penjelasan Polisi

Konvensi masyarakat

Dia juga menjelaskan bahwa bahasa adalah konvensi masyarakat dalam komunikasi. Seperti mode, apa yang dulu pernah tren dan tenggelam sekarang muncul lagi saat kondisinya memungkinkan.

Menurut Bowo, boleh jadi beberapa pengguna cuping adalah pemakai bahasa alay yang dulu pernah berjaya, tetapi tidak populer lagi.

Dengan bantuan media sosial, mereka mengubah namanya menjadi 'Cute Typing' sekadar untuk kemasan yang lebih 'eye catching' daripada sekadar 'ragam alay' yang mungkin dianggap sudah kampungan.

"Bahwa ada inovasi sedikit di sana sini biasalah sekadar kemajuan zaman dan identitas 'baru'," tutur Bowo.

Baca juga: Viral Anak Kecil Tutup Perlintasan Kereta Api dengan Tali Rafia, Ini Penjelasannya

Dihubungi terpisah, Kaprodi Sastra Indonesia Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta Dwi Susanto juga menganggap Cuping atau cute typing bukan bahasa slank, tapi hanya ragam bahasa.

"Tertentu saja yang mengerti tidak semua paham. Kecuali itu sudah meluas baru bisa disebut slank," kata Dwi saat dihubungi Kompas.com, Kamis (25/3/2021).

Menurutnya munculnya fenomena ini bisa dipandang dari sisi positif maupun negatif.

Baca juga: Berikut 4 Aplikasi untuk Belajar Bahasa Saat Terjebak di Rumah

Sisi positifnya, ragam itu bisa memperkaya bahasa dan tidak berpengaruh signifikan terhadap Bahasa Indonesia yang baku.

"Kita anggap itu bukan sesuatu yang negatif tapi itu kekayaan bahasa satu jenis atau ragam yang lain, yang itu memperkaya ungkapan ekspresi kita," imbuh Dwi.

Sementara sisi negatifnya, bisa saja ragam tersebut merusak Bahasa Indonesia yang sudah baku jika digunakan secara massif oleh semua anak atau remaja.

"Tidak terlalu menyulitkan karena digunakan untuk komunitas tertentu saja
kecuali pemakaiannya massal, semua anak generasi sekarang memakai itu, tapi itu kan hanya tren sesaat," tutur Dwi.

Dia menambahkan kekayaan ragam bahasa itu bisa diimbangi dengan mengajarkan Bahasa Indonesia yang baku pada generasi muda.

"Saya kira tidak begitu mengkhawatirkan karena bahasa Indonesia sudah dilembagakan," kata Dwi.

Baca juga: Benarkah Mapel Bahasa Arab dan PAI Dihapus dari Kurikulum? Berikut Penjelasan Kemenag

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Matahari Tepat di Atas Kabah 27 Mei, Ini Cara Meluruskan Kiblat Masjid

Matahari Tepat di Atas Kabah 27 Mei, Ini Cara Meluruskan Kiblat Masjid

Tren
Kisah Pilu Simpanse yang Berduka, Gendong Sang Bayi yang Mati Selama Berbulan-bulan

Kisah Pilu Simpanse yang Berduka, Gendong Sang Bayi yang Mati Selama Berbulan-bulan

Tren
Bobot dan Nilai Minimum Tes Online 2 Rekrutmen BUMN 2024, Ada Tes Bahasa Inggris

Bobot dan Nilai Minimum Tes Online 2 Rekrutmen BUMN 2024, Ada Tes Bahasa Inggris

Tren
6 Artis yang Masuk Bursa Pilkada 2024, Ada Ahmad Dhani dan Raffi Ahmad

6 Artis yang Masuk Bursa Pilkada 2024, Ada Ahmad Dhani dan Raffi Ahmad

Tren
7 Dokumen Syarat Pendaftaran CPNS 2024 yang Wajib Disiapkan

7 Dokumen Syarat Pendaftaran CPNS 2024 yang Wajib Disiapkan

Tren
Kelompok yang Boleh dan Tidak Boleh Beli Elpiji 3 Kg, Siapa Saja?

Kelompok yang Boleh dan Tidak Boleh Beli Elpiji 3 Kg, Siapa Saja?

Tren
Jarang Diketahui, Ini Manfaat dan Efek Samping Minum Teh Susu Setiap Hari

Jarang Diketahui, Ini Manfaat dan Efek Samping Minum Teh Susu Setiap Hari

Tren
Pertamina Memastikan, Daftar Beli Elpiji 3 Kg Pakai KTP Tak Lagi Dibatasi hingga 31 Mei 2024

Pertamina Memastikan, Daftar Beli Elpiji 3 Kg Pakai KTP Tak Lagi Dibatasi hingga 31 Mei 2024

Tren
Benarkah Makan Cepat Tingkatkan Risiko Obesitas dan Diabetes?

Benarkah Makan Cepat Tingkatkan Risiko Obesitas dan Diabetes?

Tren
BMKG: Daftar Wilayah Berpotensi Hujan Lebat, Petir, dan Angin Kencang pada 24-25 Mei 2024

BMKG: Daftar Wilayah Berpotensi Hujan Lebat, Petir, dan Angin Kencang pada 24-25 Mei 2024

Tren
[POPULER TREN] Ikan Tinggi Natrium, Pantangan Penderita Hipertensi | Sosok Pegi Pelaku Pembunuhan Vina

[POPULER TREN] Ikan Tinggi Natrium, Pantangan Penderita Hipertensi | Sosok Pegi Pelaku Pembunuhan Vina

Tren
8 Golden Rules JKT48 yang Harus Dipatuhi, Melanggar Bisa Dikeluarkan

8 Golden Rules JKT48 yang Harus Dipatuhi, Melanggar Bisa Dikeluarkan

Tren
Saat Prabowo Ubah Nama Program Makan Siang Gratis Jadi Makan Bergizi Gratis untuk Anak-anak...

Saat Prabowo Ubah Nama Program Makan Siang Gratis Jadi Makan Bergizi Gratis untuk Anak-anak...

Tren
Microsleep Diduga Pemicu Kecelakaan Bus SMP PGRI 1 Wonosari, Apa Itu?

Microsleep Diduga Pemicu Kecelakaan Bus SMP PGRI 1 Wonosari, Apa Itu?

Tren
Ilmuwan Temukan Kemungkinan Asal-usul Medan Magnet Matahari, Berbeda dari Perkiraan

Ilmuwan Temukan Kemungkinan Asal-usul Medan Magnet Matahari, Berbeda dari Perkiraan

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com