Kendala lainnya adalah jarak.
Jarak tempuh dari mobil listrik saat ini masih sangat terbatas. Hal ini juga dipengaruhi oleh suplai energi, sementara proses charging juga memakan waktu.
"Mobil listrik memiliki jarak tempuh tidak terlalu jauh, karena harus suplai energi. Tidak sebentar proses charging. Jadi kurang cocok untuk perjalanan jarak jauh, selain perlu stasiun pengisian energi di berbagai wilayah, juga perlu waktu lama untuk pengisian. Tidak seperti isi BBM yang hanya butuh beberapa menit," tutur Dewanti.
Baca juga: Dari Esemka ke Tesla, Bagaimana Kelanjutan Proyek Pabrik Mobil Listrik RI?
Potensi kecelakaan
Mesin mobil listrik memiliki suara yang sangat halus dan hampir tak terdengar oleh pengguna jalan lainnya. Oleh karena itu, terdapat potensi terjadinya kecelakaan.
"Perlu kedisiplinan pengguna mobil ini dalam keselamatan berlalu lintas," katanya.
Harga mahal
Harga mobil listrik di Indonesia saat ini masih termasuk tinggi. Harganya tak terjangkau untuk sebagian masyarakat, sehingga kurang diminati.
"Masih termasuk tinggi untuk produk di luar negeri, dibanding mobil yang sama," ujar Dewanti.
Suku cadang
Sementara itu, ketersediaan dan keterjangkauan suku cadang juga menjadi salah satu pokok penting dalam penerapan mobil listrik.
"Suku cadang produk, baru dapat ditemukan di kota-kota besar tertentu saja. Tidak mudah diperoleh di kota kecil. Butuh waktu untuk meratakan distribusi suku cadang dan tentu saja pusat-pusat servis bila terjadi kerusakan," katanya.
Kurangnya dukungan pemerintah
Peneliti energi terbarukan di proyek Hidrogen Uni Eropa Tubagus Aryandi Gunawan mengatakan, pemerintah seharusnya memberikan banyak dukungan kepada industri mobil listrik, termasuk pihak swasta.
"Di negara-negara maju, mereka banyak memberi ruang dan dukungan bagi swasta untuk menguasai dan mengembangkan teknologi, salah satunya industri mobil swasta," tulisnya dalam kolom di Kompas.com, Minggu (24/1/2021).
Selain dukungan, fokus pemerintah perlu dicurahkan untuk membangun industri mobil listrik, ketimbang membangun industri baterai dengan alasan cadangan bijih nikel yang besar.
Ia mengatakan, teknologi baterai terus berkembang menggunakan unsur baru yang lebih murah sehingga harganya dapat lebih murah di masa depan.
Oleh karena itu, pabrik baterai bukan tujuan utama, melainkan industri mobil listrik.
"Kepemilikan atas industri mobil listrik itu yang akan dapat ikut menjadi tulang punggung pengembangan teknologi baterai di masa mendatang, seperti Tesla," tulisnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.