Mulanya, rencana pabrik di India ini tertahan karena kebijakan dari pemerintah yang mengharuskan adanya komponen lokal sebesar 30 persen. Padahal, belum semua komponen dari mobil listrik yang dimiliki India.
Akan tetapi, setelah mengatur kesepakatan dengan pemerintah setempat selama enam bulan terakhir, Tesla akhirnya jadi membangun pabrik di sana.
Anak perusahaan Tesla di India telah dibentuk yakni, Tesla Motors India and Energy Private Limited di Bangalore pada Januari 2021 lalu.
Melansir Kompas.com, Kamis (18/2/2021), meski tak tertarik membangun pabrik, ternyata Tesla tertarik ke bidang Energi Storage System (ESS) di Indonesia.
"Dengan Tesla, kita sedang dalam tahap negosiasi. Tesla baru belakangan masuk. Kita lagi pelajari akan masuk ke mana. Dari pembicaraan kemarin, mereka ingin masuk ke Energy Storage System (ESS) di Indonesia," kata Ketua Tim Percepatan Proyek Baterai Kendaraan Listrik, Agus Tjahjana Wirakusuma.
Pemerintah sendiri telah memiliki target untuk produksi kendaraan bermotor listrik berbasis baterai (KBLBB).
"Pemerintah telah menargetkan produksi kendaraan bermotor listrik berbasis baterai 400 ribu unit roda empat dan 1,76 juta roda dua," kata Dirjen Industri Logam Mesin, Alat, Transportasi dan Elektronika (ILMATE) Kementerian Perindustrian, Taufiek Bawazier, dilansir dari Kompas.com, Jumat (19/2/2021).
Lalu, sudah seberapa siapkah Indonesia dengan mobil listrik? Apa kendalanya?
Tim Ahli dan Dosen Peneliti Pusat Studi Transportasi dan Logistik (Pustral) Universitas Gadjah Mada (UGM) Dewanti mengatakan, penerapan transportasi listrik di Indonesia dinilai masih tersandung beberapa kendala.
Minimnya stasiun
Salah satunya adalah suplai bahan tenaga listrik.
Belum seluruh kota besar yang ada di Indonesia memiliki stasiun pengisian energi tersebut.
"Mobil listrik membutuhkan suplai listrik tentunya. Perlu stasiun pengisian energi tersebut dan sepertinya belum seluruh kota-kota besar di Indonesia siap untuk itu. Apalagi kota-kota kecil," katanya kepada Kompas.com, Jumat (19/2).
Jarak terbatas
Kendala lainnya adalah jarak.
Jarak tempuh dari mobil listrik saat ini masih sangat terbatas. Hal ini juga dipengaruhi oleh suplai energi, sementara proses charging juga memakan waktu.
"Mobil listrik memiliki jarak tempuh tidak terlalu jauh, karena harus suplai energi. Tidak sebentar proses charging. Jadi kurang cocok untuk perjalanan jarak jauh, selain perlu stasiun pengisian energi di berbagai wilayah, juga perlu waktu lama untuk pengisian. Tidak seperti isi BBM yang hanya butuh beberapa menit," tutur Dewanti.
Potensi kecelakaan
Mesin mobil listrik memiliki suara yang sangat halus dan hampir tak terdengar oleh pengguna jalan lainnya. Oleh karena itu, terdapat potensi terjadinya kecelakaan.
"Perlu kedisiplinan pengguna mobil ini dalam keselamatan berlalu lintas," katanya.
Harga mahal
Harga mobil listrik di Indonesia saat ini masih termasuk tinggi. Harganya tak terjangkau untuk sebagian masyarakat, sehingga kurang diminati.
"Masih termasuk tinggi untuk produk di luar negeri, dibanding mobil yang sama," ujar Dewanti.
Suku cadang
Sementara itu, ketersediaan dan keterjangkauan suku cadang juga menjadi salah satu pokok penting dalam penerapan mobil listrik.
"Suku cadang produk, baru dapat ditemukan di kota-kota besar tertentu saja. Tidak mudah diperoleh di kota kecil. Butuh waktu untuk meratakan distribusi suku cadang dan tentu saja pusat-pusat servis bila terjadi kerusakan," katanya.
Kurangnya dukungan pemerintah
Peneliti energi terbarukan di proyek Hidrogen Uni Eropa Tubagus Aryandi Gunawan mengatakan, pemerintah seharusnya memberikan banyak dukungan kepada industri mobil listrik, termasuk pihak swasta.
"Di negara-negara maju, mereka banyak memberi ruang dan dukungan bagi swasta untuk menguasai dan mengembangkan teknologi, salah satunya industri mobil swasta," tulisnya dalam kolom di Kompas.com, Minggu (24/1/2021).
Selain dukungan, fokus pemerintah perlu dicurahkan untuk membangun industri mobil listrik, ketimbang membangun industri baterai dengan alasan cadangan bijih nikel yang besar.
Ia mengatakan, teknologi baterai terus berkembang menggunakan unsur baru yang lebih murah sehingga harganya dapat lebih murah di masa depan.
Oleh karena itu, pabrik baterai bukan tujuan utama, melainkan industri mobil listrik.
"Kepemilikan atas industri mobil listrik itu yang akan dapat ikut menjadi tulang punggung pengembangan teknologi baterai di masa mendatang, seperti Tesla," tulisnya.
https://www.kompas.com/tren/read/2021/02/20/070000165/ramai-soal-tesla-siapkah-indonesia-dengan-mobil-listrik-