Dalam jurnal itu, peneliti Inggris menemukan lebih dari 40.000 mutasi virus corona dalam kurun waktu kurang dari 6 bulan.
Meski sampel penelitian diambil di Inggris, tetapi epidemi di negara itu merupakan hasil dari pengenalan berulang SARS-CoV-2 secara global.
Kendati demikian, imbuh Dicky, sebagian besar tidak memiliki dampak signifikan, baik dari sisi penularan maupun keparahan.
Baca juga: Pemerintah Gratiskan Vaksin Covid-19, Mengapa Diberikan Lewat Suntikan?
Menurutnya, ada satu strain yang memiliki dampak signifikan dalam hal potensi penularan, yaitu strain yang terdeteksi di China pada Januari 2020.
Strain baru ini bernama D614G dengan kecepatan penularan sekitar 20 persen.
"Kalau ada strain baru yang sifatnya lebih menular, biasanya dominan dan mengalahkan yang lain. Jadi sekarang ini di dunia termasuk di indonesia yang dominan adalah strain D614G," jelas dia.
Baca juga: Bukan China, India Jadi Episentrum Baru Virus Corona di Asia
Sejak September lalu, muncul strain baru di Inggris dan Afrika Selatan yang memiliki sifat menginfeksi lebih cepat dan lebih efisien sampai 70 persen.
Strain baru ini dimungkinkan akan menjadi dominan dan mengalahkan strain sebelumnya.
"Di Eropa, khususnya di Inggris, strain yang ke arah dominan ya yang baru ini, mengalhakan D614G, begitu juga di Afsel. Tampaknya di tingkat global juga akan dominan," kata Dicky.
"Meskipun virusnya tetap sama, mekanisme penularan sama, gejala sama, yang berubah adalah kode genetik, sehingga lebih mudah menginfeksi. Virologinya lebih tinggi di saluran napas atas," tambahnya.
Baca juga: Melihat Efektivitas Vaksin Covid-19 yang Telah Diumumkan, dari Pfizer-BioNTech hingga Sinovac