KOMPAS.com - Pemerintah melalui Satuan Tugas Penanganan Covid-19 pada hari Jumat (8/1/2021) mengumumkan adanya penambahan 10.617 kasus baru harian Covid-19.
Rekor penambahan kasus harian itu menjadikan total kasus Covid-19 di Indonesia mencapai angka 808.340 ribu.
Melihat kondisi ini, sebagian masyarakat mulai cemas karena angka kasus harian yang terus menanjak hari demi hari.
Banyak juga yang bertanya-tanya, bagaimana sebenarnya kondisi pandemi Covid-19 di Indonesia?
Lihat postingan ini di Instagram
Baca juga: Kasus Harian Covid-19 Tembus 10.000, Epidemiolog: Perjalanan Pandemi Masih Jauh
Terkait kondisi saat ini, pakar epidemiologi dari Griffith University, Dicky Budiman menyebut kondisi pandemi di Indonesia saat ini sudah sangat tidak terkendali.
Hal itu diungkapkan Dicky setelah melihat data tingginya angka test positivity rate dan angka kematian yang ada di Indonesia.
"Kalau tidak terkendali itu karena dari indikator test positivity rate yang jauh di atas 10 persen. Jadi kalau di atas 10 persen, apalagi sering di kisaran 20 persen itu bukan saja amat sangat tinggi, tapi sangat tidak terkendali," jelas Dicky saat dihubungi Kompas.com, Sabtu (9/1/2021).
Padahal apabila ingin mengendalikan pandemi angka positivity rate harus ditekan hingga mendekati atau di bawah 5 persen.
Angka positivity rate didapatkan dari jumlah kasus harian dibagi dengan jumlah pemeriksaan harian dan dikali 100.
Baca juga: Epidemiolog: PSBB Jawa-Bali akibat Pilkada dan Libur Panjang Nataru
Tingginya angka test positivity rate di Indonesia diakibatkan banyaknya kasus infeksi dan kontak erat di masyarakat yang tidak terdeteksi.
Sehingga intervensi yang dilakukan pemerintah untuk isolasi dan karantina tidak bisa berfungsi optimal.
Padahal kedua intervensi tersebut diharapkan dapat mencegah penyebaran virus ke lebih banyak masyarakat, namun karena orang yang membawa virus tidak diketahui, maka penyebaran tetap terjadi dengan mudahnya.
"Sehingga akhirnya upaya pencegahan memutus transmisi atau pola eksponensial dari pertambahan Covid-19 ini akhirnya tidak bisa kita lakukan, sehingga terus menerus bertambah kasus Covid-19 ini di masyarakat," ujar Dicky.
Indikator kedua untuk melihat pandemi di sebuah wilayah adalah angka kematian.
Dicky mencontohkan apa yang terjadi di Pulau Jawa, sebagai pulau dengan penduduk terpadat di Indonesia.
"Banyak orang masuk rumah sakit, banyak orang meninggal, ini adalah dampak yang terjadi dan menunjukkan situasi semakin serius. Situasinya tidak kondusif, tidak ada data yang menunjukkan Indonesia kondusif," ungkapnya.
"Angka kematian trennya meningkat, ini yang harus dipahami. Kalau dibilang parah ya parah, sangat parah," tambahnya.
Baca juga: Kasus Harian Covid-19 Kembali Pecahkan Rekor 3 Kali Berturut-turut
Alasan di balik banyaknya orang terinfeksi dan orang kontak erat yang tidak terlacak diakibatkan karena rendahnya kapasitas uji atau tes yang dilakukan di masing-masing wilayah di Indonesia.
Standar dari Badan Kesehatan Dunia (WHO) pengujian minimal dilakukan kepada 1 dari 1.000 orang per minggunya.
Jika data terakhir yang dilaporkan Satgas Covid-19 ada 10.000 lebih kasus terkonfirmasi baru di Indonesia, Dicky mengatakan jumlah itu baru seperempat dari jumlah kasus yang semestinya terkonfirmasi.
Untuk itu masyarakat diharap tidak terkecoh dengan data laporan harian yang rutin dilaporkan Satgas Covid-19 setiap harinya.
"Karena tidak selalu kasus harian yang dilaporkan itu mendekati jumlah kasus sebenarnya, apalagi bila cakupan testing tracingnya rendah sekali, akan sangat jauh," jelas Dicky.
Menurut Dicky, untuk kondisi di Indonesia, kasus harian terendah sudah di kisaran 40.000 saat ini.
"Itu kasus terendah. Artinya kalau kasus terendah ya harusnya terdeteksi, harusnya ditemukan, kalau tidak ditemukan itu berarti kita kebobolan dan kita sangat tidak memadai dalam melakukan testing," lanjutnya.
Baca juga: 8.854, Rekor Kasus Harian Covid-19 di Indonesia, Ini Peta Sebarannya
Apabila testing masih rendah, dampaknya maka akan ada banyak kasus infeksi yang tidak berhasil ditemukan, jumlahnya pun semakin hari akan semakin menumpuk.
"Ini berbahaya karena menumpuk terus, katakan sekarang ini mau 20.000 (kasus baru per hari) sekali pun itu baru setengah dari yang harus ditemukan," sebutnya.
Ia kembali menegaskan bahwa jumlah kasus yang banyak ditemukan tidak selamanya berarti buruk, karena itu menjadi indikator bahwa kita mampu menemukan infeksi-infeksi di tengah masyarakat dengan optimal.