Situasi tak selalu mudah. Jangan menyerah, jangan menyerah. Ada pepatah Jawa mengingatkan, "ora obah, ora mamah". Jangan kalah!
KOMPAS.com - Kisah para pengusaha dan pengrajin batik di Kecamatan Gedangsari, Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta, ini, mengingatkan bahwa kita harus obah alias bergerak.
Sejak 2017, Desa Gedangsari ditetapkan menjadi Rintisan Desa Wisata Budaya di DIY.
Sebelum pandemi, desa ini menjadi tujuan wisata, tak hanya untuk yang ingin membeli batik, tetapi juga memberikan edukasi seputar kerajinan batik.
Setelah pandemi, semuanya berubah. Omzet menurun drastis, pengunjung wisata budaya batik juga tak banyak.
Situasi yang terjadi pada 2020 ini memang tak mudah. Seluruh dunia merasakannya.
Para pelaku usaha harus bergerak cepat, mengubah strategi, agar tetap bertahan. Demikian pula yang dilakukan Suryanti (26), seorang pengusaha batik di Desa Tegalrejo, Gedangsari.
Dalam situasi sulit, kata Suryanti, orang-orang lebih mengutamakan kebutuhan pangan daripada sandang.
“Karena kan pasti orang yang penting bisa makan dulu. Ini kan (batik) bisa dibilang kebutuhan tersier,” kata Suryanti, saat berbagi cerita dengan Kompas.com, Rabu (16/12/2020).
Pada situasi pandemi, tak banyak seremoni dan acara-acara formal yang biasanya membuat orang memesan kain batik untuk dikenakan.
Hal inilah yang berpengaruh pada omzet usaha Suryanti dan pelaku usaha batik lainnya.
Akan tetapi, Suryanti tak meratapi situasi saat ini. Ia tetap bersyukur, masih ada pesanan batik yang didapatkannya, meski tak sebanyak sebelumnya.
Ia tak sendiri. Semua pengrajin batik di Gedangsari juga mengalaminya. Yang dilakukan saat ini adalah menghabiskan stok yang tersisa.
Awalnya, masyarakat Tegalrejo hanya bisa melukis batik dengan malam pada kain atau yang disebut dengan mencanting di kain putih.
Untuk mengembangkan kemampuan masyarakat setempat, Dinas Perindustrian dan Perdagangan Yogyakarta memberikan pelatihan.
Dari pelatihan-pelatihan itu, mereka yang awalnya hanya bisa mencanting menjadi mengetahui teknik-teknik membatik hingga kemudian banyak yang menekuni usaha batik.
Kini, setidaknya ada lebih dari 10 pelaku UMKM pengrajin batik di wilayah Tegalrejo, Gedangsari.
“Batik Tegalrejo terkenal dengan batik warna alam. Bermula pembinaan dari dinas yang membina di Tegalrejo pewarnaan batik warna alam,” ujar Suryanti.
Ciri khas desain batik yang terkenal di wilayah itu adalah motif gedang (pisang), srikaya, dan bambu.
Desain tersebut menjadi ciri khas karena wilayah Gedangsari merupakan salah satu wilayah yang terkenal dengan komoditas tersebut.
“Gedangsari itu kan tanaman khasnya gedang dan srikaya,” kata Suryanti.
Menurut Suryanti, para pengrajin tetap membuat batik dengan motif-motif yang lain.
Dengan bertumbuhnya wilayah Tegalrejo, Gedangsari, desa ini menjadi salah satu wilayah Binaan CSR Astra.
Suryanti mengatakan, sekitar tahun 2010, awalnya pembinan Astra hanya berfokus pada program pendidikan.
Akan tetapi, Astra melihat potensi Tegalrejo dengan kerajinan batiknya.
Pada 2017, mulai dirintis Kampung Berseri Astra (KBA). Ada 4 pilar yang diusung dalam program KBA di Gedangsari yakni pendidikan, lingkungan, kesehatan, dan kewirausahaan.
Batik termasuk dalam pilar kewirausahaan.
Bagi Suryanti, dengan menjadi Kampung Berseri Astra, pengrajin batik di wilayahnya terbantu meningkatkan kemampuan dan mempromosikan produknya.
“Manfaat dari Astra adanya kegiatan-kegiatan yang bisa kita ikuti. Jadi mungkin promosi Astra untuk branding ke kami lumayan,” kata dia.
Menurut Suryanti, salah satu bentuk bantuan promosi Astra adalah kegiatan family trip.
Dengan KBA, ada upaya pelestarian batik melalui fasilitas laboratorium mini zat pewarna alam di SMKN 2 Gedangsari. Laboratorium ini menjadi tempat pelatihan para siswa dan masyarakat/UKM batik agar dapat memproduksi sendiri zat pewarna alam tersebut.
Pewarna alam ini menjadi salah satu kelebihan batik Gedangsari. Pengrajin batik lainnya, yang juga suami Suryanti, Slamet Riyanta (35), mengatakan, setiap batik tulis juga memiliki kekhasan yang tak akan pernah benar-benar sama dengan batik lainnya.
“Kelebihannya, kami handmade, ya hanya satu ini dan biasanya pencinta batik menghargai itu,” ujar Slamet.
Pada 30 Agustus 2017, Kecamatan Gedangsari diresmikan sebagai Rintisan Desa Wisata Budaya oleh Gubernur DI Yogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwono X.
Kampung Batik adalah salah satu yang diunggulkan sebagai wisata budaya di wilayah Gedangsari ini.
Selain melihat langsung proses pembuatan batik, pengunjung bisa mencoba membatik.
Tak hanya terkenal dengan batik, wilayah Tegalrejo, Gedangsari, juga terkenal dengan olahan aneka rupa gedhang atau pisang.
Di wilayah itu banyak ditemukan tempat pembuatan aneka olahan pisang, seperti berbagai cemilan, rendang, dan lain-lain.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.