Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Waspada Potensi Gelombang Tinggi Mencapai 9 Meter, Ini Penjelasan BMKG

Kompas.com - 05/12/2020, 20:33 WIB
Retia Kartika Dewi,
Inggried Dwi Wedhaswary

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengeluarkan peringatan dini gelombang tinggi yang berpotensi terjadi di sejumlah wilayah Indonesia pada 5-7 Desember 2020.

Ada empat kategori tinggi gelombang yakni:

  • Sedang (tinggi gelombang 1.25 sampai 2.50 meter)
  • Tinggi (tinggi gelombang 2.50 sampai 4.0 meter)
  • Sangat tinggi (tinggi gelombang 4.0 sampai 6.0 meter)
  • Ekstrem (tinggi gelombang 6.0 sampai 9.0 meter).

Wilayah yang termasuk berpotensi muncul gelombang sedang dan tinggi dapat dilihat di laman ini.

Untuk wilayah yang berpotensi terjadinya gelombang sangat tinggi yakni di perairan utara Kepulauan Anambas sampai Kepulauan Natuna, perairan Kepulauan Subi sampai Serasan, dan Samudera Hindia selatan Banten hingga Jawa Tengah.

Sementara, wilayah yang berpotensi terjadinya gelombang ekstrem yakni di laut Natuna Utara.

Baca juga: BMKG: Waspada Gelombang Tinggi hingga 4 Meter, Ini Daftar Wilayahnya

Apa pemicu tingginya gelombang hingga mencapai ketinggian 9 meter?

Kepala Bidang Informasi Meteorologi Maritim BMKG, Dr Andri Ramdhani, mengatakan, gelombang tinggi yang berpotensi muncul di Indonesia karena ada bibit siklon tropis "96S".

"Berdasarkan pantauan kondisi atmosfer terkini, terdapat bibit siklon tropis '96S' di Samudera Hindia selatan Banten dengan kecepatan angin maksimum 25 knot," ujar Andri saat dihubungi Kompas.com, Sabtu (5/12/2020).

Ia mengatakan, bibit siklon tropis ini berdampak pada peningkatan tinggi gelombang di Perairan barat Lampung, Selat Sunda bagian barat dan selatan.

Perairan selatan Jawa memiliki ketinggian gelombang diprediksi mencapai 2.5-4.0 meter dan Samudera Hindia selatan Banten hingga Jawa Tengah dengan ketinggian gelombang mencapai 4.0-6.0 meter.

Selain itu, pemicu lain yang menyebabkan gelombang tinggi yakni adanya daerah tekanan rendah 1008 hPa yang terpantau di Laut China Selatan barat Filipina memberikan dampak secara tidak langsung terhadap kecepatan angin dan tinggi gelombang di wilayah Laut Natuna Utara.

Baca juga: Dari Sabang Hingga NTT, Waspada Potensi Gelombang Tinggi Capai 4 Meter

Andri menjelaskan, di wilayah ini ada peningkatan kecepatan angin maksimum mencapai 30 knot dan tinggi gelombang mencapai 4.0-6.0 meter di Laut Natuna Utara dan Perairan Utara Kepulauan Anambas-Natuna dan gelombang dengan ketinggian 2.5-4.0 meter di wilayah Laut Natuna.

"Jadi pemicunya adalah adanya bibit siklon tropis di Selatan (Samudera Hindia) dan juga tekanan rendah di Laut China Selatan yang menyebabkan adanya peningkatan kecepatan angin, sehingga beberapa wilayah perairan Indonesia terdampak gelombang tinggi untuk beberapa hari ke depan," ujar Andri.

"Bibit siklon tropis ini berpotensi menjadi siklon tropis pada Selasa malam atau Rabu pagi dengan pergerakan ke arah Tenggara-Selatan menjauhi wilayah Indonesia," lanjut dia.

Mengenai badai siklon tropis, Andri mengatakan, badai ini akan mulai menjauhi Perairan Indonesia pada 8 dan 9 Desember 2020.

Adapun pergerakan badai ini mengarah ke Tenggara ke Selatan.

Meski demikian, badai masih tetap berpotensi menjadi siklon tropis.

Baca juga: Waspada Gelombang Tinggi Capai 4 Meter dari Sabang hingga Laut Arafuru

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Warga Korsel Dilaporkan Hilang di Thailand dan Ditemukan di Dalam Tong Sampah yang Dicor Semen

Warga Korsel Dilaporkan Hilang di Thailand dan Ditemukan di Dalam Tong Sampah yang Dicor Semen

Tren
Harta Prajogo Pangestu Tembus Rp 1.000 Triliun, Jadi Orang Terkaya Ke-25 di Dunia

Harta Prajogo Pangestu Tembus Rp 1.000 Triliun, Jadi Orang Terkaya Ke-25 di Dunia

Tren
Media Asing Soroti Banjir Bandang Sumbar, Jumlah Korban dan Pemicunya

Media Asing Soroti Banjir Bandang Sumbar, Jumlah Korban dan Pemicunya

Tren
Sejarah Lari Maraton, Jarak Awalnya Bukan 42 Kilometer

Sejarah Lari Maraton, Jarak Awalnya Bukan 42 Kilometer

Tren
Rekonfigurasi Hukum Kekayaan Intelektual terhadap Karya Kecerdasan Buatan

Rekonfigurasi Hukum Kekayaan Intelektual terhadap Karya Kecerdasan Buatan

Tren
Basuh Ketiak Tanpa Sabun Diklaim Efektif Cegah Bau Badan, Benarkah?

Basuh Ketiak Tanpa Sabun Diklaim Efektif Cegah Bau Badan, Benarkah?

Tren
BPJS Kesehatan Tegaskan Kelas Pelayanan Rawat Inap Tidak Dihapus

BPJS Kesehatan Tegaskan Kelas Pelayanan Rawat Inap Tidak Dihapus

Tren
Cara Memindahkan Foto dan Video dari iPhone ke MacBook atau Laptop Windows

Cara Memindahkan Foto dan Video dari iPhone ke MacBook atau Laptop Windows

Tren
Video Viral Pusaran Arus Laut di Perairan Alor NTT, Apakah Berbahaya?

Video Viral Pusaran Arus Laut di Perairan Alor NTT, Apakah Berbahaya?

Tren
Sosok Rahmady Effendi Hutahaean, Eks Kepala Kantor Bea Cukai Purwakarta yang Dilaporkan ke KPK

Sosok Rahmady Effendi Hutahaean, Eks Kepala Kantor Bea Cukai Purwakarta yang Dilaporkan ke KPK

Tren
Harta Eks Kepala Bea Cukai Purwakarta Disebut Janggal, Benarkah Hanya Rp 6,3 Miliar?

Harta Eks Kepala Bea Cukai Purwakarta Disebut Janggal, Benarkah Hanya Rp 6,3 Miliar?

Tren
5 Potensi Efek Samping Minum Susu Campur Madu yang Jarang Diketahui

5 Potensi Efek Samping Minum Susu Campur Madu yang Jarang Diketahui

Tren
5 Penyebab Anjing Peliharaan Mengabaikan Panggilan Pemiliknya

5 Penyebab Anjing Peliharaan Mengabaikan Panggilan Pemiliknya

Tren
8 Fakta Penggerebekan Laboratorium Narkoba di Bali, Kantongi Rp 4 Miliar

8 Fakta Penggerebekan Laboratorium Narkoba di Bali, Kantongi Rp 4 Miliar

Tren
UPDATE Banjir Sumbar: 50 Orang Meninggal, 27 Warga Dilaporkan Hilang

UPDATE Banjir Sumbar: 50 Orang Meninggal, 27 Warga Dilaporkan Hilang

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com