Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Uji Coba Vaksin Corona Johnson & Johnson Tunjukkan Respons Kekebalan Tubuh Kuat

Kompas.com - 26/09/2020, 11:33 WIB
Mela Arnani,
Jihad Akbar

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Hasil sementara uji klinis satu dosis vaksin eksperimental Johnson & Johnson menunjukkan respons kekebalan tubuh yang kuat terhadap virus corona.

Jurnal yang diterbitkan pada Jumat (25/9/2020) menyebutkan vaksin Ad26.COV2.S dapat ditoleransi dengan baik.

Dilansir CNA, Sabtu (26/9/2020), satu suntikan vaksin eksperimental Johnson & Johnson dapat menyederhanakan distribusi vaksin, dibandingkan dua dosis kandidat vaksin lain yang dikembangkan Moderna dan Pfizer.

Namun, masih belum diketahui secara pasti terkait perlindungan vaksin terhadap orang lanjut usia, salah satu kelompok paling berisiko, akan sama dengan orang yang lebih muda.

Uji coba yang didukung pemerintah Amerika Serikat dilakukan pada hampir 1.000 orang dewasa sehat.

Pengetesan itu dilakukan setelah vaksin J&J yang ditemukan pada Juli menawarkan perlindungan kuat terhadap virus corona dalam dosis tunggal kepada monyet.

Baca juga: Sinovac Optimistis Vaksin Virus Corona Siap Awal 2021

Setelah hasil yang menjanjikan pada hewan ini, perusahaan memulai studi keamanan kecil atau uji coba fase satu dan dua pada manusia.

Analisis terhadap 395 relawan tidak menemukan efek samping yang serius, di mana justru menghasilkan tingkat antibodi yang menggembirakan hanya setelah satu suntikan.

Berdasarkan hasil saat ini, pada Rabu (23/9/2020), J&J memulai uji coba tahap akhir pada 60.000 orang, yang dapat membuka jalan persetujuan regulasi.

Perusahaan mengharapkan hasil dari uji coba tahap tiga dapat diketahui pada akhir tahun atau awal tahun depan.

Dikabarkan Reuters, para peneliti, termasuk J&J Janssen Pharmaceuticals, mengungkapkan 29 hari setelah vaksinasi, sebanyak 98 persen peserta mempunyai antibodi penawar, yang melindungi sel dari patogen.

Meski begitu, hasil tanggapan kekebalan hanya terjadi pada sejumlah kecil orang berusia di atas 65 tahun.

Pada peserta berusia lebih dari 65 tahun, efek samping seperti kelelahan dan nyeri otot terjadi sebesar 36 persen, jauh lebih rendah dibandingkan 64 persen yang terlihat pada peserta yang lebih muda.

Para peneliti menyampaikan, rincian lebih lanjut terkait keamanan dan keefektifan vaksin akan menyusul setelah penelitian selesai.

Untuk saat ini, hasil tersebut membenarkan diperlukannya penelitian dalam jumlah yang lebih besar untuk mencari efek samping yang serius.

"Secara keseluruhan, vaksin melakukan apa yang diharapkan jika memindahkannya ke uji coba tahap 3," ujar Dr. Barry Bloom, seorang profesor di Sekolah Kesehatan Masyarakat Harvard TH Chan yang tidak terlibat dalam uji coba J&J.

Hasilnya menunjukkan bahwa respons kekebalan pada orang tua kemungkinan tidak sekuat itu.

Vaksin J&J

Dilansir nytimes, walaupun vaksin J&J berada beberapa bulan di belakang kandidat vaksin lain, tapi uji coba vaksin lanjutannya sejauh ini menjadi yang terbesar, melibatkan 60.000 peserta.

Vaksin yang dikembangkan berpotensi mempunyai keunggulan konsekuensial dibandingkan beberapa pesaingnya, karena penggunaan teknologi yang mempunyai catatan keamanan panjang untuk vaksin penyakit lain.

Baca juga: Bagaimana Vaksin Flu dapat Membantu Melawan Covid-19?

Vaksin yang dibuat kemungkinan hanya memerlukan satu suntikan, bukan dua. Hal ini penting, mengingat seluruh populasi di dunia membutuhkan vaksinasi.

Selain itu, vaksin tak harus dibekukan saat dikirim ke rumah sakit dan tempat lain yang akan diberikan kepada pasien.

Hal tersebut bisa menyederhanakan logistik dari ratusan juta dosis vaksin.

Vaksin yang dikembangkan J&J menggunakan adenovirus untuk membawa gen dari virus corona ke dalam sel manusia.

Sel kemudian menghasilkan protein virus, tapi bukan virus corona itu sendiri. Protein ini berpotensi dapat memperkuat sistem kekebalan untuk melawan infeksi selanjutnya oleh virus.

Vaksin adenovirus harus disimpan dalam lemari es tapi tidak dibekukan, tidak seperti dua vaksin yang dikembangkan Moderna dan Pfizer, yang bergantung pada potongan materi genetik yang dikenal sebagai mRNA.

Persyaratan pembekuan dapat mempersulit pendistribusian vaksin, terutama ke tempat-tempat yang tidak memiliki fasilitas medis canggih.

Baca juga: 75 Negara Ingin Bergabung dengan Skema COVAX untuk Vaksin Corona

Teknologi adenovirus yang digunakan dalam uji coba J&J dikembangkan Dr. Barouch pada awal tahun 2000-an.

Perusahaan memperoleh dan menggunakannya dalam pembuatan vaksin Ebola, HIV, virus pernapasan, dan Zika.

Secara keseluruhan, 100.000 orang telah menerima vaksin adenovirus dalam uji klinis untuk keempat penyakit tersebut, tanpa efek samping yang serius.

Vaksin Ebola J&J dilisensikan di Eropa pada bulan Juni.

Sebaliknya, desain untuk tiga vaksin virus corona lainnya dalam uji coba tahap tiga di Amerika Serikat belum memiliki izin untuk mengobati penyakit apa pun.

Jenis adenovirus yang berbeda sedang digunakan dalam uji coba vaksin virus corona AstraZeneca, yang dihentikan sementara di Amerika Serikat karena masalah keamanan.

Baca juga: Sinovac China Akan Uji Coba Vaksin Virus Corona pada Remaja dan Anak-anak

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com