Namun kondisi belum berhenti di situ, mereka yang kembali ke rumah akan meningkatkan penularan di rumah tangga.
"Kalau kampanye offline maka akan ada potensi 5 juta orang terinfeksi, ini baru dia dan keluarga belum dia menularkan ke lingkungan," ungkap Iwan.
Baca juga: Pandemi Corona Masih Berlangsung, Mungkinkah Pilkada Ditunda?
Selain munculnya klaster-klaster baru, adanya Pilkada dengan didahului kampanye, juga berpotensi menyebabkan penyebaran virus bersifat merata di banyak daerah yang menyelenggarakan pilkada.
Dicky menyebut potensi lahirnya klaster baru ini disebabkan belum optimalnya cakupan pengujian dan pelacakan kasus infeksi di wilayah-wilayah Indonesia.
"Hanya 1, 2, 3 daerah (yang cakupannya optimal), itu pun belum benar-benar ideal, sisanya mayoritas lebih dari 90 persen itu jauh dari optimal atau terkendali," ujar dia.
Hal ini yang menurut Dicky membuat laju penyebaran virus di tengah masyarakat menjadi begitu tinggi, sekali pun protokol kesehatan telah diterapkan.
"Semua itu dikarenakan siapa orang yang membawa virus belum diketahui dan akhirnya banyak yang akan menjadi super spreader (orang positif Covid-19 yang tidak diketahui dan ada di tengah masyarakat)," ungkap dia.
Baca juga: Banyak Pihak Minta Pilkada 2020 Ditunda, Bagaimana Saran Epidemiolog?
Dicky menggarisbawahi kondisi yang ada saat ini bukan kondisi ideal untuk melakukan pilkada.
Meskipun pemerintah telah merancang aturan pembatasan kegiatan kampanye dan protokol saat di lokasi pemilihan, namun Dicky menyebut hal itu belum cukup.
"Sekali lagi saya tegaskan, yang namanya protokol kesehatan yang berupa 3M (memakai masker, mencuci tangan, menjaga jarak) itu harus dilakukan di situasi di mana cakupan testing, tracing di wilayah tersebut juga ditingkatkan secara optimal," ungkapnya.
"3M itu bukan menjadi strategi utama, tapi strategi tambahan, untuk lebih mengoptimalisasi pelandaian dari kurva," lanjut Dicky.
Menurutnya, protokol kesehatan baru akan efektif jika diterapkan pada masyarakat atau wilayah yang realisasi pelaksanaan strategi pengendalian pandeminya berjalan dengan kokoh dan optimal.
Sementara Indonesia saat ini menurtnya belum bisa dikatakan demikian.
Ini menyebabkan pelaksanaan protokol kesehatan tidak akan memberi dampak signifikan untuk menahan laju penyebaran virus, karena si pembawa virus saja tidak dikeahui siapa, yang mana, dan sebagainya.
"Inti pengendalian itu adalah di deteksi, early detection, kalau protokol itu sifatnya membantu dari strategi utamanya," tegasnya.