KOMPAS.com - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati merevisi proyeksi pertumbuhan ekonomi pada kuartal III-2020.
Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu mengatakan, pada kuartal III, perekonomian Indonesia akan mengalami kontraksi hingga minus 2,9 persen.
Menurut dia, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal III akan berada di kisaran minus 2,9 persen hingga minus 1,1 persen.
Baca juga: 5 Hal yang Perlu Diketahui soal Resesi Ekonomi, dari Pengertian hingga Dampaknya
Angka tersebut lebih dalam jika dibandingkan dengan proyeksi awalnya, yakni sebesar minus 2,1 persen hingga 0 persen.
Adapun keseluruhan, pertumbuhan ekonomi hingga akhir tahun akan berada di kisaran minus 1,7 persen hingga minus 0,6 persen.
Adanya hal tersebut maka tak menutup kemungkinan resesi ekonomi di Indonesia akan terjadi.
Baca juga: Mengenal Apa Itu Resesi Ekonomi dan Bedanya dengan Depresi Ekonomi
Lantas, apa dampak resesi ekonomi dan bagaimana cara mengatasinya?
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira Adhinegara mengatakan resesi ekonomi juga dapat diartikan sebagai tekanan dalam ekonomi baik pada sektor keuangan maupun sektor riil.
Munculnya resesi ekonomi, biasanya ditandai dengan sejumlah hal. Misalnya gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) akan berlanjut dan semakin merata di hampir semua sektor pekerjaan.
"Mau perdagangan, transportasi, properti, sampai ke industri akan melakukan efisiensi pekerja untuk tekan biaya operasional," kata Bhima sata dihubungi Kompas.com, Rabu (23/9/2020).
Baca juga: Tak Hanya Pekerja, Korban PHK Juga Berhak Dapat Bantuan Subsidi Upah, Ini Caranya...
Hingga akhir tahun ini, Bhima meramalkan, akan ada 15 juta pekerja yang terkena imbas sehingga harus di-PHK oleh perusahaannya.
Termasuk di antaranya startup yang namanya belakangan sedang melambung, juga akan berguguran.
Tak hanya itu, daya beli masyarakat juga akan menurun karena kehilangan pendapatan.
"Dan itu berpengaruh ke naiknya orang miskin baru. Pastinya, angka kriminalitas juga meningkat," lanjut Bhima.
Baca juga: Diduga Terlibat Kasus Penyerangan, Berikut Catatan Kriminal John Kei dan Kelompoknya...
Melansir Forbes (15/7/2020), resesi adalah penurunan signifikan dalam kegiatan ekonomi yang berlangsung selama berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun.
Selama resesi, ekonomi berjuang, orang kehilangan pekerjaan, perusahaan membuat lebih sedikit penjualan dan output ekonomi negara secara keseluruhan menurun.
Para ahli menyatakan resesi terjadi ketika ekonomi suatu negara mengalami:
Baca juga: Covid-19, Resesi Ekonomi, dan Perubahan Budaya Kerja
Salah satu solusi yang dapat diambil apabila terjadi resesi yakni dengan mengandalkan belanja pemerintah untuk mendorong aktivitas ekonomi.
"Misalnya bantuan langsung tunai (BLT) diperluas dan pekerja informal juga harus dikasih uang tunai bukan sekedar yang formal dan punya BPJS Ketenagakerjaan," kata Bhima.
Kemudian, lanjutnya, serapan anggaran stimulus juga tidak boleh lambat.
"Perlu digenjot mendekati 100 persen dengan realokasi dan remodeling pos yang serapannya macet seperti halnya subsidi bunga UMKM dan PPH 21 DTP," tambahnya.
Baca juga: Kena PHK, Bisakah Mengajukan Pencairan Dana JHT ke BPJamsostek?
Sementara itu, untuk masyarakat, harus bersiap dengan fokus pada belanja kebutuhan pokok.
Bhima menyarankan agar masyarakat untuk tidak mudah tergiur belanja hanya untuk menuruti gaya hidup semata.
"Di tengah resesi, jangan ikut latah belanja karena gaya hidup, nanti utang sana sini malah makin terjepit," jelas Bhima.
"Siapkan dana darurat secukupnya kalau sakit atau di PHK mendadak," pungkasnya.
Baca juga: Tak Hanya Pekerja, Korban PHK Juga Berhak Dapat Bantuan Subsidi Upah, Ini Caranya...
Lebih lanjut, Bhima menekankan kepada pemerintah untuk mengantisipasi jika resesi ekonomi berlanjut pada 2021 mendatang.
Bila berlanjut, akibatnya Indonesia akan mengalami satu fase yang disebut depresi ekonomi.
"Masih terbuka kemungkinan (depresi ekonomi). Karena penanganan pandemi yang belum optimal sehingga masyarakat masih menahan belanja. Padahal konsumsi rumah tangga merupakan motor utama perekonomian," kata Bhima.
Baca juga: Mengenal Apa Itu Resesi Ekonomi dan Bedanya dengan Depresi Ekonomi
Selain itu, depresi ekonomi adalah suatu situasi yang belum pernah terjadi sejak Indonesia merdeka.
"Waktu itu kita alami depresi saat masih jadi Hindia-Belanda, di periode 1929-1934. Depresi menyebabkan kelaparan massal di Jawa waktu itu," lanjutnya.
Apabila terjadi depresi ekonomi, akan terjadi gelombang perusahaan yang pailit.
Baca juga: Penelitian: BLT dan Raskin Tak Bisa Bebaskan Anak dari Kemiskinan
Kemudian disusul PHK massal di hampir seluruh sektor usaha, angka kemiskinan naik tajam dan pendapatan masyarakat turun sehingga memukul daya beli.
Oleh karena itu, Bhima menyarankan agar pemerintah melakukan aksi cepat dengan perluasan bantuan sosial model cash transfer ke masyarakat rentan miskin agar langsung di belanjakan.
"Kemudian, pemerintah harus jaga UMKM karena penyerapan tenaga kerja di sektor formal tidak bisa diharapkan maka UMKM yang jadi buffer," papar Bhima.
Terakhir, saran dia, dorong transformasi sektor digital karena di tengah pandemi aktivitas masyarakat sebagian bergeser ke digital.
Baca juga: Alasan di Balik Dana Bansos yang Kerap Diselewengkan