Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Catatan Pakar soal 6 Bulan Covid-19 di Indonesia: Segera Luruskan Kebijakan yang Kontradiktif!

Kompas.com - 27/08/2020, 17:34 WIB
Dandy Bayu Bramasta,
Sari Hardiyanto

Tim Redaksi

"Kan sebetulnya sama-sama tidak aman, kan itu di ruangan yang tertutup, ruangan tertutup itu jelas bahwa risiko penularan akan lebih tinggi dari pada ruangan terbuka," papar dia.

Baca juga: Saat Australia Mencoba Alternatif Pelacakan Virus Corona Melalui Selokan...

Harus segera luruskan kebijakan yang kontradiktif

Oleh karena itu, Windhu menyarankan kepada pemerintah untuk segera meluruskan kebijakan yang kontradiktif tersebut.

Ia juga mengaku bingung kenapa ada kebijakan yang kontradiktif tersebut.

"Kebijakan seperti itu yang kontradiktif dengan konsep penanganan Covid-19, itu yang saya bingung terus terang saja. Nah, itu yang menyebabkan kita ini tidak selesai-selesai menangani Covid-19," kata Windhu.

Baca juga: Indonesia Terserah, Kebijakan Plin-plan, dan Pembiaran Negara...

Pemerintah selaku pembuat kebijakan, lanjutnya, tidak memiliki komitmen yang jelas dalam menangani pandemi ini lantaran banyak pertimbangan yang bermacam-macam di luar kesehatan masyarakat dan di luar masalah pandemi.

"Ya pemerintah sebaiknya segera meluruskan kebijakan yang kontradiktif tadi dengan mempertimbangkan kesehatan masyarakat," sambung dia.

Bukan tanpa alasan, hal itu menurutnya memiliki dampak agar Indonesia cepat melewati pandemi dan semua elemen juga dapat bergerak kembali.

"Ya itu yang harus dikoreksi, kebijakan penanganan pandeminya dengan prinsip pemutusan rantai penularan, prinsipnya simpel," katanya lagi.

Baca juga: Indonesia Terserah, Kebijakan Plin-plan, dan Pembiaran Negara...

Terus monitor dan evaluasi

Lebih lanjut, langkah yang harus dilakukan segera menurut Windhu yakni kembali ke jalan yang benar dengan selalu mengevaluasi dan memonitor kebijakannya.

Windhu menambahkan, kini proses monitoring sudah tersedia, tetapi tidak selalu dilakukan penerapannya.

"Monitoringnya sudah ada, misalnya sudah ada zonasi kawasan hijau, oranye, merah, tetapi kenyataannya zona tersebut tidak dilakukan penerapannya. Di zona merah kenyataannya tetap ada hura-hura. Nah, terus apa gunanya kita membuat zonasi tadi. Implementasinya tidak seperti itu," jelas dia.

"Jadi kita ini gimana ya, melakukan sesuatu tetapi sesuatu itu tidak digunakan untuk pengambilan keputusan," sambung Windhu.

Baca juga: Penanganan Covid-19 di Indonesia Dinilai Kurang Berhasil, Ini Alasannya...

Windhu juga menyinggung soal nama satgas percepatan penanganan Covid-19, tetapi tidak sesuai dengan kenyataannya yakni penanganan Covid-19 tidak berjalan dengan cepat.

Sekali lagi, ia menekankan untuk mengoreksi semua kebijakan.

"Baik yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat atau satgas pusat maupun oleh pemerintah daerah atau satgas daerah, yang kontradiktif dengan prinsip pemutusan rantai penularan Covid-19," pungkas dia.

Baca juga: Simak, Ini 10 Cara Pencegahan agar Terhindar dari Virus Corona

KOMPAS.com/Akbar Bhayu Tamtomo Infografik: Tingkat Risiko Kegiatan pada Masa Pandemi Covid-19

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Kisah Pilu Simpanse yang Berduka, Gendong Sang Bayi yang Mati Selama Berbulan-bulan

Kisah Pilu Simpanse yang Berduka, Gendong Sang Bayi yang Mati Selama Berbulan-bulan

Tren
Bobot dan Nilai Minimum Tes Online 2 Rekrutmen BUMN 2024, Ada Tes Bahasa Inggris

Bobot dan Nilai Minimum Tes Online 2 Rekrutmen BUMN 2024, Ada Tes Bahasa Inggris

Tren
6 Artis yang Masuk Bursa Pilkada 2024, Ada Ahmad Dhani dan Raffi Ahmad

6 Artis yang Masuk Bursa Pilkada 2024, Ada Ahmad Dhani dan Raffi Ahmad

Tren
7 Dokumen Syarat Pendaftaran CPNS 2024 yang Wajib Disiapkan

7 Dokumen Syarat Pendaftaran CPNS 2024 yang Wajib Disiapkan

Tren
Kelompok yang Boleh dan Tidak Boleh Beli Elpiji 3 Kg, Siapa Saja?

Kelompok yang Boleh dan Tidak Boleh Beli Elpiji 3 Kg, Siapa Saja?

Tren
Jarang Diketahui, Ini Manfaat dan Efek Samping Minum Teh Susu Setiap Hari

Jarang Diketahui, Ini Manfaat dan Efek Samping Minum Teh Susu Setiap Hari

Tren
Pertamina Memastikan, Daftar Beli Elpiji 3 Kg Pakai KTP Tak Lagi Dibatasi hingga 31 Mei 2024

Pertamina Memastikan, Daftar Beli Elpiji 3 Kg Pakai KTP Tak Lagi Dibatasi hingga 31 Mei 2024

Tren
Benarkah Makan Cepat Tingkatkan Risiko Obesitas dan Diabetes?

Benarkah Makan Cepat Tingkatkan Risiko Obesitas dan Diabetes?

Tren
BMKG: Daftar Wilayah Berpotensi Hujan Lebat, Petir, dan Angin Kencang pada 24-25 Mei 2024

BMKG: Daftar Wilayah Berpotensi Hujan Lebat, Petir, dan Angin Kencang pada 24-25 Mei 2024

Tren
[POPULER TREN] Ikan Tinggi Natrium, Pantangan Penderita Hipertensi | Sosok Pegi Pelaku Pembunuhan Vina

[POPULER TREN] Ikan Tinggi Natrium, Pantangan Penderita Hipertensi | Sosok Pegi Pelaku Pembunuhan Vina

Tren
8 Golden Rules JKT48 yang Harus Dipatuhi, Melanggar Bisa Dikeluarkan

8 Golden Rules JKT48 yang Harus Dipatuhi, Melanggar Bisa Dikeluarkan

Tren
Saat Prabowo Ubah Nama Program Makan Siang Gratis Jadi Makan Bergizi Gratis untuk Anak-anak...

Saat Prabowo Ubah Nama Program Makan Siang Gratis Jadi Makan Bergizi Gratis untuk Anak-anak...

Tren
Microsleep Diduga Pemicu Kecelakaan Bus SMP PGRI 1 Wonosari, Apa Itu?

Microsleep Diduga Pemicu Kecelakaan Bus SMP PGRI 1 Wonosari, Apa Itu?

Tren
Ilmuwan Temukan Kemungkinan Asal-usul Medan Magnet Matahari, Berbeda dari Perkiraan

Ilmuwan Temukan Kemungkinan Asal-usul Medan Magnet Matahari, Berbeda dari Perkiraan

Tren
5 Fakta Penangkapan Pegi Pembunuh Vina: Ganti Nama, Pindah Tempat, dan Jadi Kuli

5 Fakta Penangkapan Pegi Pembunuh Vina: Ganti Nama, Pindah Tempat, dan Jadi Kuli

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com