Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

5 Kejanggalan dalam Kasus Penyerangan Novel Baswedan Menurut Pukat UGM

Kompas.com - 15/06/2020, 18:20 WIB
Ahmad Naufal Dzulfaroh,
Rizal Setyo Nugroho

Tim Redaksi

 

KOMPAS.com - Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) Fakutas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM) menilai tuntutan 1 tahun hukuman oleh jaksa kepada pelaku kasus penyiraman Novel Baswedan sangat janggal.

Pukat menemukan setidaknya 5 kejanggalan dalam tuntutan yang diajukan oleh jaksa pada terdakwa dalam kasus penyiraman air keras terhadap penyidik KPK Novel Baswedan.

Berikut beberapa poin-poin kejanggalan dalam tuntutan yang diberikan jaksa kepada terdakwa: 

1. Pernyataan jaksa bahwa tidak ada niat

Menurut Peneliti Pukat UGM, Zaenur Rohman, pernyataan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang menyebut bahwa tidak terpenuhinya unsur rencana terlebih dahulu merupakan pemahaman hukum pidana yang keliru.

Sebab terdakwa dalam kasus ini telah memenuhi tiga unsur rencana terlebih dahulu, yaitu memutuskan kehendak dalam suasana tenang, tersedia waktu yang cukup sejak timbulnya kehendak sampai dengan pelaksanaan kehendak, dan pelaksanaan kehendak dalam keadaan tenang.

Baca juga: Soal Kasus Novel, Mantan Pimpinan KPK: Tuntutan JPU Bukan Kata Akhir

Hal itu dibuktikan dengan adanya pengintaian dan air keras yang telah disiapkan oleh terdakwa sebelum melakukan penyiraman.

Di sisi lain, pihaknya menilai JPU salah dalam membangun argumen jenis-jenis kesengajaan.

"Tindakan terdakwa tidak semata-mata dikualifikasikan kesengajaan sebagai yang dimaksud, melainkan juga kesengajaan sebagai kemungkinan," kata Zaenur dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Senin (15/6/2020).

Karenanya, kendati terdakwa tidak bermaksud melukai bagian mata Novel, tetapi tindakan penyiraman itu dilakukan pada kondisi gelap, sehingga memungkinkan untuk mengenai bagian tubuh lain, yaitu mata.

2. Pasal yang dikenakan

Selain itu, Zaenur juga mengatakan, pasal yang dikenakan kepada terdakwa hanya penganiayaan biasa seperti dalam Pasal 353 ayat 2 KUHP, padahal tindakan terdakwa tergolong penganiayaan berat.

Menurut dia, JPU seharusnya mengarahkan tindakan terdakwa pada pasal penganiayaan berat sebagaimana dalam Pasal 355 ayat 1 KUHP.

Sebab, dalam konteks hukum pidana dikenal adanya kesengajaan yang diobjektifkan. Artinya, ada atu tidaknya kesengajaan dilihat dari perbuatan yang tampak.

"Penyiraman air keras ke tubuh Novel yang dilakukan oleh terdakwa merupakan penganiayaan berat yang berakibat timbulnya luka berat hingga kematian, bukan hanya penganiayaan biasa," jelas dia.

Baca juga: Novel Baswedan: Ada Banyak Masalah yang Mesti Diperhatikan, Selain Tuntutan Jaksa

3. JPU lebih mempertimbangkan keterangan terdakwa

Sementara itu, jaksa yang seharusnya bertugas untuk membuktikan kebenaran materil dan keadilan, menurut Pukat justru memilih untuk lebih mempertimbangkan keterangan terdakwa sebagai bukti.

Padahal, terdakawa dalam memberikan keterangannya tidak disumpah, sehingga memiliki hak ingkat.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com