Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Fenomena Formasi Awan di Atas Pulau Jawa, Ini Penjelasan Lapan

Kompas.com - 15/06/2020, 17:02 WIB
Luthfia Ayu Azanella,
Virdita Rizki Ratriani

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Lapisan atmosfer di sebagian Pulau Jawa Sabtu (13/6/2020) pagi terlihat indah karena adanya rentetan awan putih dengan pola sejenis yang membentang luas. Lalu, ditambah dengan birunya langit yang melatarbelakangi formasi awan tersebut.

Penampakan langit yang tidak biasa ini terlihat sejak awal pagi hingga sekitar pukul 09.00 WIB di berbagai kota atau wilayah di Jawa.

Warganet pun banyak membagikan foto langit pagi itu di media sosialnya, salah satunya di Twitter.

Berdasarkan pantauan Kompas.com, formasi langit ini terjadi di berbagai provinsi di Pulau Jawa, mulai dari Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Tengah, dan Jawa Barat.

Baca juga: Fenomena Bulan Bercincin Saat Pandemi Corona, Ini Penjelasan LAPAN

Penjelasan LAPAN

Sementara itu, peneliti di Pusat Sains dan Teknologi Atmosfer (PSTA) Lembaga Antariksa dan Penerbangan Nasional (Lapan), Erma Yulihastin menjelaskan fenomena apa yang sesungguhnya terjadi di pagi akhir pekan kemarin.

Erma menyebut formasi langit yang terlihat adalah jenis altokumulus yang ada di ketinggian 2 hingga 6 kilometer di atas permukaan Bumi.

Awan jenis ini, bisa diartikan sebagai awan penanda akan terjadinya badai di sore hari, apabila terlihat di pagi hari. Namun, pada Sabtu kemarin, hujan terpantau tidak turun di wilayah Jawa.

"Berdasarkan pemantauan terhadap Sadewa LAPAN, tidak ada awan konvektif yang terbentuk di atas Pulau Jawa sepanjang hari itu, terutama pada sore hari. Hujan badai juga tidak terjadi pada sore hari di Pulau Jawa," kata Erma.

Keberadaannya yang tersebar hampir merata di satu wilayah yang cukup besar, disebut Erma menunjukkan beberapa hal tertentu.

Misalnya sebagai pertanda akan munculnya awan jenis cumulus congestus, karena terjadinya di musim kemarau.

Baca juga: Lapan Analisis Daerah Rentan dan Sebaran Risiko Covid-19, Bagaimana Caranya?

"Awan cumulus congestus yang dapat menghaslkan proses konveksi dan hujan terus terjadi. Namun, karena atmosfer dalam kondisi stabil, maka awan rendah tersebut terperangkap di ketinggian 2-6 km  sebagai awan altokumulus," jelas dia

Akumulasi pembentukan awan yang terjadi secara terus-menerus itu di ketinggian yang sama dapat memicu pembentukan hujan.

Menurut Erma, ini sesuai dengan ciri musim kemarau basah yang saat ini tengah berlangsung di Pulau Jawa.

Kedua, keberadaan altokumulus di pagi hari menandakan akan terbentuk hujan badai di sore hari, namun hal ini tidak terjadi kemarin.

"Pembentukan badai dapat terjadi jika terdapat suplai kelembapan yang mencukupi dan pembentukan konvergensi pada skala wilayah yang cukup luas. Jika suplai kelembapan tidak ada maka badai tidak akan terjadi pada sore hari," papar Erma.

Selanjutnya yang ketiga atau yang terakhir, awan ini dapat berpengaruh pada udara dan pertumbuhan awan lain sehingga berpotensi menghasilkan hujan.

"Altokumulus dapat mengalami proses pematangan jika setiap hari terjadi penambahan dari pembentukan awan-awan rendah cumulus congestus sehingga dapat menaikkan udara secara vertikal dan menumbuhkan awan secara vertikal yang berpotensi menghasilkan hujan," ungkap dia.

Baca juga: Sebuah Asteroid Terpantau Mendekati Bumi Jelang Lebaran, Ini Penjelasan Lapan

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com