Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Fase Minimum Matahari, Akankah Memengaruhi Gunung Api di Indonesia?

Kompas.com - 19/05/2020, 06:10 WIB
Nur Rohmi Aida,
Rizal Setyo Nugroho

Tim Redaksi

KOMPAS.com – Matahari saat ini tengah memasuki periode minimum matahari (solar minimum) yang belakangan banyak disebut dengan "lockdown matahari" oleh media-media asing.

Melansir dari The Sun, salah satu yang dikhawatirkan para ilmuwan terkait dengan adanya minimum matahari ini adalah potensi timbulnya bencana sebagaimana saat Dalton Minimun yang terjadi antara tahun 1970 dan 1830.

Pada saat Dalton Minimum muncul letusan besar gunung berapi, suhu yang anjlok hingga 2 derajat, kegagalan panen, dan timbulnya kelaparan.

Gunung Tambora yang meletus pada 10 April 1815 disebut-sebut juga berhubungan dengan peristiwa minimum matahari dan Dalton Minimum.

Baca juga: Ilmuwan: Matahari dalam Fase Lockdown, Waspadai Berbagai Bencana

Melansir dari Perspectaweather, sebuah studi mengatakan peningkatan sinar kosmik pada saat aktivitas matahari rendah diduga menjadi pemicu aktifitas vulkanik pada gunung berapi.

Lantas adanya fenomena minimum matahari yang terjadi saat ini apakah hal itu akan mempengaruhi aktifitas vulkanik di gunung-gunung berapi Indonesia?

Gunung berapi di Indonesia

Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), Kasbani menjelaskan memang ada beberapa paper yang menunjukkan adanya korelasi antara aktivitas gunung api dengan pola aktivitas matahari.

Namun dia mengatakan masih ada banyak faktor yang mempengaruhi aktivitas vulkanik gunung berapi.

“Singkatnya, aktivitas vulkanik jauh lebih dipengaruhi oleh pergerakan magma di bawah gunung itu dari pada posisi matahari terhadap bumi,” jelas Kasbani saat dihubungi Kompas.com Senin (18/5/2020).

Dia menjelaskan, penelitian terkait korelasi minimum matahari yang mempengaruhi aktivitas vulkanik ditunjukkan dengan data statistik. Yaitu saat kondisi matahari mengalami solar minimum, erupsi gunung berapi lebih banyak terjadi.

Sedangkan, saat solar maksimum (maksimum matahari) jumlah erupsi lebih sedikit.

“Secara teori fisika, memang ada rumus gaya tarik menarik antara bumi dengan benda langit lainnya, dimana jika jarak minimal maka gaya tarik menarik lebih besar. Sehingga itu disimpulkan juga menjadi faktor yang menyebabkan erupsi gunung api lebih banyak dalam periode ini (minimum matahari),” terang dia.

Baca juga: Penjelasan Lapan tentang Fenomena Lockdown Matahari, Apa Dampaknya?

Akan tetapi, Kasbani menekankan teori-teori tersebut adalah teori yang berkaitan dengan external force atau gaya dari luar gunung api.

“Artinya, teori itu tidak akan selalu terjadi. Buktinya tidak semua gunung mengalami erupsi bersama-sama,” kata dia.

Dengan demikian, ini membuktikan bahwa internal force (gaya dari dalam) gunung api adalah faktor terpenting yang menentukan sebuah gunung berapi akan erupsi atau tidak.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com