Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Berikut Catatan untuk Warga Usia di Bawah 45 Tahun yang Boleh Beraktivitas

Kompas.com - 11/05/2020, 21:51 WIB
Rizal Setyo Nugroho

Penulis

KOMPAS.com - Pemerintah Indonesia sedikit demi sedikit melonggarkan pembatasan kuncian virus corona. Salah satunya dengan memberi kesempatan bagi warga berusia di bawah 45 tahun untuk beraktivitas.

Alasannya hal tersebut dilakukan agar kelompok pada rentang usia tersebut tak kehilangan mata pencarian.

Meskipun dapat beraktivitas, mereka tetap harus memperhatikan protokol pencegahan Covid-19 seperti menjaga jarak, menghindari kerumunan, menggunakan masker, dan sering mencuci tangan dengan sabun.

Kebijakan itu diungkapkan Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Doni Monardo lewat video conference, Senin (11/5/2020).

"Kelompok ini kita beri ruang untuk beraktivitas lebih banyak lagi. Ini untuk menjaga keseimbangan agar masyarakat tak terpapar virus dan juga tak terpapar PHK," kata Doni dikuti dari Kompas.com (11/5/2020).

Baca juga: Tekan PHK, Pemerintah Persilakan Warga Berusia di Bawah 45 Tahun Beraktivitas Kembali

Dinilai bukan termasuk kelompok rentan

Menurut Doni, mereka yang berusia 45 tahun ke bawah tidak termasuk dalam kelompok rentan. Dia menyebut, total warga yang terpapar Covid-19, tingkat kematian kelompok ini hanya 15 persen.

"Kelompok muda di bawah 45 tahun mereka secara fisik sehat, punya mobilitas tinggi, dan kalau terpapar, mereka belum tentu sakit karena tak ada gejala," kata Doni.

Doni menyebutkan, kematian tertinggi datang dari kelompok usia 65 tahun ke atas, yakni mencapai 45 persen.

Kemudian 40 persen lainnya datang dari kelompok usia 46-59 tahun yang memiliki penyakit bawaan, seperti hipertensi, diabetes, paru, dan jantung.

Protokol kesehatan

Terkait kebijakan tersebut, Ahli Epidemiologi dari Griffith University Dicky Budiman menyebut data sebetulnya menunjukkan kematian terbanyak di usia produktif, termasuk di usia 45 ke bawah.

Sehingga menurutnya ada ketidaksesuaian antara argumen dan data yang disebutkan. Meskipun di sisi lain pihaknya juga dapat memahami langkah yang diambil pemerintah.

Karena itu apabila memang akan diizinkan bekerja karena pertimbangan sosial ekonomi, perlu diberikan catatan.

Baca juga: Jika PSBB Dilonggarkan, Berikut Saran Epidemiolog yang Harus Dilakukan...

Seperti misalnya pengetatan skrining, mulai dari pemeriksaan suhu, pendataan penyakit komorbid dan yang obesitas atau kegemukan.

Selain itu juga perlu ada mekanisme di setiap perkantoran agar bisa diatur karyawan tidak terlalu padat.

"Bisa diatur apakah kerjanya diselang-seling atau seperti apa. Karena walaupun usia muda, risiko sakit dan jadi kritis cukup besar," kata Dicky.

Masyarakat harus aman

Dia menambahkan, data bahwa sebagian besar yang tidak bergejala pun selain menularkan juga berpotensi punya gejala sisa di organ tubuhnya.

"Artinya putusan membolehkan kerja ini harus diikuti aturan pengamanan. Kita memang tidak mungkin menahan terus masyarakat di rumah. Pandemi ini masih lama," jelas dia.

Dicky mengatakan, ekonomi memang harus berjalan tapi jangan juga dilupakan bahwa masyarakat juga harus tetap aman.

Baca juga: Mengenal Kurva Epidemiologi dan Pentingnya dalam Penanganan Covid-19

Pekerja nonformal

Termasuk untuk masyarakat yang bekerja di sektor nonformal pun perlu diatur. Bagi mereka yang bekerja di sektor nonformal, pemerintah daerah sebaiknya mengatur pergerakannya.

Seperti orang-orang atau pedagang yang berkeliling, hanya dibolehkan berjalan dalam radius atau wilayah tertentu tidak jauh dari rumahnya.

"Di sini bisa diberlakukan sistem zonasi. Pedagang atau pekerja nonformal diberi radius atau batasan seberapa jauh bisa berjualan, ini untuk mencegah penularan," papar dia.

Dia juga mengingatkan, sebab usia pekerja yang dibolehkan aktivitas menunjukkan kematian relatif tinggi, maka perlu disertai dengan pengaturan dan seleksi lagi.

"Pelaksanaan jaga jarak tetap jaga personal hygiene di tempat kerja juga penting," jelas dia.

Mayoritas pasien usia produktif

Sebelumnya dikutip dari Kompas.com (30/4/2020) juru bicara pemerintah untuk penanganan virus corona Achmad Yurianto mengatakan, mayoritas pasien positif corona berasal dari kelompok usia produktif.

Menurut Yurianto, ada lebih dari setengah kasus Covid-19 di Indonesia dengan pasien berusia antara 30 hingga 59 tahun.

"Saat ini ada 10.118 kasus konfirmasi positif Covid-19, sekitar 54 persen ada pada kelompok umur 30-59 tahun," ujar Yuri dalam konferensi pers di Graha BNPB, Kamis (30/4/2020).

Baca juga: Mayoritas Pasien Positif Covid-19 di Usia Produktif, Mobilitas Tinggi

Yuri menjelaskan, banyaknya pasien usia produkti tersebut disebabkan mobilitas dan pergerakan mereka yang cukup tinggi. Saat itulah penularan virus corona terjadi.

"Mobilitas mereka ini lho yang tinggi," tutur Yuri.

Meski begitu, kata dia, ada hal positif dari situasi ini. Sebab, para pasien Covid-19 di usia produktif memiliki kondisi imunitas yang baik.

"Sehingga, yang sembuh pun bertambah sehingga totalnya ada 1.522 orang," ucap Yuri.

Sementara itu, dari 10.118 kasus positif Covid-19 presentase pasien laki-laki lebih banyak dibandingkan pasien perempuan.

(Sumber: Kompas.com/Dian Erika Nugraheny/Ihsanuddin | Editor : Bayu Galih/Diamanty Meiliana)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

3 Cara Melihat Aplikasi dan Situs yang Terhubung dengan Akun Google

3 Cara Melihat Aplikasi dan Situs yang Terhubung dengan Akun Google

Tren
BMKG: Wilayah yang Berpotensi Hujan Lebat, Petir, dan Angin Kencang pada 22-23 Mei 2024

BMKG: Wilayah yang Berpotensi Hujan Lebat, Petir, dan Angin Kencang pada 22-23 Mei 2024

Tren
[POPULER TREN] ICC Ajukan Surat Penangkapan Pemimpin Israel dan Hamas | Mengintip Jasa 'Santo Suruh' yang Unik

[POPULER TREN] ICC Ajukan Surat Penangkapan Pemimpin Israel dan Hamas | Mengintip Jasa "Santo Suruh" yang Unik

Tren
Kronologi Singapore Airlines Alami Turbulensi, 1 Penumpang Meninggal

Kronologi Singapore Airlines Alami Turbulensi, 1 Penumpang Meninggal

Tren
Kronologi Makam Mahasiswi UMY Dibongkar Sehari Usai Dimakamkan

Kronologi Makam Mahasiswi UMY Dibongkar Sehari Usai Dimakamkan

Tren
4 Korupsi SYL di Kementan: Beli Durian Rp 46 Juta dan Gaji Pedangdut

4 Korupsi SYL di Kementan: Beli Durian Rp 46 Juta dan Gaji Pedangdut

Tren
Penyebab Kelebihan Berat Badan dan Obesitas pada Anak yang Perlu Diwaspadai

Penyebab Kelebihan Berat Badan dan Obesitas pada Anak yang Perlu Diwaspadai

Tren
Ada 'Andil' AS di Balik Kecelakaan Heli yang Menewaskan Presiden Iran

Ada "Andil" AS di Balik Kecelakaan Heli yang Menewaskan Presiden Iran

Tren
Kata Psikolog soal Pria Kuntit dan Teror Perempuan di Surabaya Selama 10 Tahun

Kata Psikolog soal Pria Kuntit dan Teror Perempuan di Surabaya Selama 10 Tahun

Tren
Geliat Bursa Pilkada Jateng 2024, Sudah Ada Tiga Nama yang Berpeluang Maju

Geliat Bursa Pilkada Jateng 2024, Sudah Ada Tiga Nama yang Berpeluang Maju

Tren
Daftar Harga Sapi dan Kambing untuk Idul Adha 2024

Daftar Harga Sapi dan Kambing untuk Idul Adha 2024

Tren
Bobby Nasution, 2020 Daftar PDI-P, 2024 Pindah ke Gerindra

Bobby Nasution, 2020 Daftar PDI-P, 2024 Pindah ke Gerindra

Tren
Mobil Selebgram Zoe Levana Masuk Jalur Busway, Bisa Didenda Rp 50 Juta

Mobil Selebgram Zoe Levana Masuk Jalur Busway, Bisa Didenda Rp 50 Juta

Tren
Mirip di Taiwan, Sidang Paripurna Indonesia Juga Pernah Ricuh hingga Terjadi Insiden Palu Hilang

Mirip di Taiwan, Sidang Paripurna Indonesia Juga Pernah Ricuh hingga Terjadi Insiden Palu Hilang

Tren
5 Temuan TNI AL soal Kasus Kematian Lettu Eko Damara

5 Temuan TNI AL soal Kasus Kematian Lettu Eko Damara

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com