Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bagaimana Virus Corona Menyerang Tubuh Penderitanya?

Kompas.com - 19/04/2020, 17:31 WIB
Mela Arnani,
Sari Hardiyanto

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Pandemi virus corona SARS-CoV-2 penyebab penyakit Covid-19 masih belum berakhir. Bahkan di sejumlah negara seperti Singapura, Indonesia, hingga Amerika Serikat terjadi penambahan kasus yang signifikan.

Secara global, virus ini telah menginfeksi setidaknya 2.332.471 orang, dengan 600.006 orang dinyatakan telah sembuh.

Virus corona yang disebut pertama kali diidentifikasi di Wuhan, China tersebut telah menewaskan 160.784 orang.

Baca juga: Capai 1 Juta Kasus, Bagaimana Virus Corona Menyebar ke Seluruh Dunia?

Lantas, bagaimana virus ini menyerang tubuh?

Melansir sciencemag, Jumat (17/4/2020), seorang dokter paru dan perawatan kritis di Fakultas Kedokteran Universitas Tulane, Joshua Denson mengamati dua pasien mengalami kejang, banyak pasien dengan gagal pernapasan dan lainnya mengalami gangguan ginjal.

Beberapa hari sebelumnya, tim yang bertugas di ruang ICU mencoba menyadarkan kembali seorang wanita muda yang hatinya telah berhenti bekerja, namun usaha tersebut gagal.

"Mereka semua positif Covid," kata Joshua.

Saat jumlah kasus positif Covid-29 di seluruh dunia melebihi 2 juta dan banyaknya kasus kematian melebihi 150.000, dokter dan ahli patologi berjuang untuk memahami kerusakan pada tubuh yang ditimbulkan oleh virus corona.

Para dokter dan ahli tersebut menyadari bahwa meskipun paru-paru merupakan titik nol, namun jangkauannya dapat meluas ke banyak organ termasuk jantung, pembuluh darah, ginjal, usus, dan otak.

"(Penyakit) dapat menyerang hampir semua hal di tubuh dengan konsekuensi yang menghancurkan," ujar ahli jantung di Universitas Yale dan Rumah Sakit Yale-New Haven, Harlan Krumholz, yang memimpin berbagai upaya untuk mengumpulkan data klinis mengenai Covid-19.

Baca juga: Saat Covid-19 Jadi Penyebab Kematian Utama di AS Kalahkan Jantung...

Penelitian lebih lanjut

Ilustrasi Virus CoronaStocktrek Images/Getty Images Ilustrasi Virus Corona

Memahami amukan virus corona, dapat membantu para dokter mengobati sebagian kecil orang yang terinfeksi yang menjadi sangat sakit dan terkadang sakit secara misterius.

"Mengambil pendekatan sistem mungkin bermanfaat ketika kita mulai berpikir tentang terapi," tutur Nilam Mangalmurti, seorang intensivator paru di Rumah Sakit Universitas Pennsylvania (HUP).

Virus corona menyerang sel-sel di sekitar tubuh, terutama pada sekitar 5 persen pasien yang menjadi sakit kritis. Gambaran jelas masih sulit dipahami karena virus bertindak seperti tak ada mikroba yang pernah dilihat manusia.

Tanpa studi terkontrol prospektif yang lebih besar yang baru saja diluncurkan, para ilmuwan harus menarik informasi dari studi kecil dan laporan kasus yang ada.

"Kita tetap berpikiran terbuka ketika fenomena ini berlanjut," ujar seorang dokter transplantasi hati yang telah merawat pasien Covid-19 di Rush University Medical Center Nancy Reau.

Baca juga: Segala Hal yang Perlu Diketahui tentang Vaksin Virus Corona

Infeksi dimulai

Petugas medis mengenakan pakaian pelindung mengawal perempuan yang diduga terinfeksi virus corona di Istanbul, Turki, pada 12 April 2020.AFP/OZAN KOSE Petugas medis mengenakan pakaian pelindung mengawal perempuan yang diduga terinfeksi virus corona di Istanbul, Turki, pada 12 April 2020.

Saat orang terinfeksi mengeluarkan droplet atau tetesan yang sarat virus dan dihirup orang lain, virus corona akan memasuki hidung dan tenggorokan. 

Pada lapisan hidung, kaya akan reseptor permukaan sel yang disebut angiotensin-converting enzyme 2 (ACE2). 

Keberadaan ACE2 di seluruh tubuh, biasanya membantu mengatur tekanan darah dan menandai jaringan yang rentan terhadap infeksi, karena virus mengharuskan reseptor tersebut memasuki sel.

Begitu di dalam, virus membajak mesin sel dan membuat banyak salinan dari dirinya sendiri yang kemudian menyerang sel-sel baru.

Ketika virus berlipat ganda, orang yang terinfeksi dapat mengurangi jumlah tersebut, terutama selama minggu pertama atau lebih.

Gejala mungkin tidak muncul pada saat ini atau korban baru virus corona dapat mengalami demam, batuk kering, sakit tenggorokan, kehilangan bau dan rasa atau sakit kepala.

Baca juga: Mengapa Obat untuk Virus Corona Tak Juga Ditemukan?

Fase awal infeksi

Staf supermarket mengeluarkan bungkusan tisu toilet dan barang penting lainnya setelah pembeli mengosongkan rak saat pemerintah mengumumkan langkah untuk membatasi infeksi virus corona (COVID-19) di Hillcrest, Afrika Selatan, Senin (16/3/2020). Di tengah kepanikan wabah virus corona, selain kebutuhan pokok, tisu toilet menjadi salah satu barang yang paling diburu di banyak negara.ANTARA FOTO/REUTERS/ROGAN WARD Staf supermarket mengeluarkan bungkusan tisu toilet dan barang penting lainnya setelah pembeli mengosongkan rak saat pemerintah mengumumkan langkah untuk membatasi infeksi virus corona (COVID-19) di Hillcrest, Afrika Selatan, Senin (16/3/2020). Di tengah kepanikan wabah virus corona, selain kebutuhan pokok, tisu toilet menjadi salah satu barang yang paling diburu di banyak negara.

Jika sistem kekebalan tidak mengalahkan SARS-CoV-2 selama fase awal, virus kemudian berbaris ke tenggorokan untuk menyerang paru-paru, di mana kondisi ini dapat mematikan.

Cabang yang lebih tipis, jauh dari pohon pernapasan paru-paru berakhir di kantung udara kecil yang disebut alveoli, masing-masing dilapisi oleh satu lapisan sel yang juga kaya akan reseptor ACE2.

Biasanya, oksigen melintasi alveoli ke kapiler, pembuluh darah kecil yang terletak di samping kantung udara, kemudian oksigen dibawa ke seluruh tubuh. Namun, saat sistem kekebalan tubuh berperang, ini akan menganggu transfer oksigen.

Sel-sel darah putih melepaskan molekul-molekul inflamasi yang disebut kemokin, yang pada gilirannya memanggil lebih banyak sel-sel kekebalan yang menargetkan dan membunuh sel-sel yang terinfeksi virus, meninggalkan semur cairan dan sel-sel mati seperti nanah.

Ini merupakan patologi yang mendasari pneunomia, dengan gejala batuk, demam, pernapasan yang cepat dan dangkal.

Beberapa pasien Covid-19 pulih, kadang-kadang tanpa dukungan lebih dari oksigen yang dihirup melalui cabang hidung.

Namun, yang lain seringkali memburuk tiba-tiba, mengembangkan suatu kondisi yang disebut sindrom gangguan pernapasan akut (ARDS).

Baca juga: Viral Pesan dan Foto Kondisi Paru-paru Anak 7 Tahun Penuh Cairan Diduga Covid-19

Menyerang paru-paru

Tangkapan layar kondisi paru-paru milik seorang pasien anak berusia 7 tahun yang diduga positif terinfeksi virus corona. Perbandingan kedua foto paru kurang dari 24 jam infeksi semakin meluas telah terjadi pneumonia bilateral. Facebook Moh Ramadhani Soeroso Tangkapan layar kondisi paru-paru milik seorang pasien anak berusia 7 tahun yang diduga positif terinfeksi virus corona. Perbandingan kedua foto paru kurang dari 24 jam infeksi semakin meluas telah terjadi pneumonia bilateral.

Kadar oksigen dalam darah pasien tersebut merosot dan membuat mereka berjuang lebih keras untuk bernapas.

Pada rontgen dan pemindaian tomografi terkomputerisasi, paru-parunya penuh dengan keruhan putih di mana seharusnya ruang hitam berisi udara.

Umumnya, pasien-pasien ini berakhir dengan ventilator dan banyak yang meninggal dunia.

Hasil otopsi menunjukkan, alveoli menjadi penuh dengan cairan, sel darah putih, lendir, dan detritus sel paru yang hancur.

Dalam kasus yang serius, SARS-CoV-2 di paru-paru dan dapat menyebabkan kerusakan parah di sana. Tetapi, virus atau respons tubuh terhadapnya, dapat melukai banyak organ lain.

Beberapa dokter mencurigai kekuatan pendorong pasien yang sakit parah merupakan reaksi berlebihan dari sistem kekebalan tubuh yang dikenal sebagai badai sitokin yang diketahui memicu infeksi virus lainnya.

Sitokin merupakan molekul pemberi sinyal kimia yang memandu respons imun yang sehat; tetapi dalam badai sitokin, kadar sitokin tertentu melambung jauh melebihi apa yang dibutuhkan, dan sel kekebalan mulai menyerang jaringan yang sehat.

Pembuluh darah bocor, tekanan darah turun, membentuk gumpalan, dan kegagalan organ katastropik dapat terjadi.

Baca juga: Simak, Ini 10 Cara Pencegahan agar Terhindar dari Virus Corona

Beberapa penelitian telah menunjukkan, peningkatan kadar sitokin yang merangsang peradangan ini terdapat dalam darah pasien Covid-19.

“Morbiditas dan mortalitas sebenarnya dari penyakit ini mungkin didorong oleh respons inflamasi yang tidak proporsional terhadap virus ini,” kata Jamie Garfield, seorang ahli paru yang merawat pasien Covid-19 di Rumah Sakit Temple University.

Namun, yang lain tidak meyakini hal tersebut.

"Tampaknya ada langkah cepat untuk mengaitkan Covid-19 dengan kondisi hiperinflamasi ini. Saya belum benar-benar melihat data yang meyakinkan bahwa itulah yang terjadi," kata Joseph Levitt, seorang dokter perawatan kritis paru di Fakultas Kedokteran Universitas Stanford.

Ia juga khawatir bahwa upaya untuk meredam respons sitokin bisa menjadi bumerang. Beberapa obat menargetkan sitokin spesifik dalam uji klinis pada pasien Covid-19.

Tetapi, Levitt khawatir obat-obatan itu dapat menekan respons imun yang dibutuhkan tubuh untuk melawan virus.

“Ada risiko nyata bahwa kita memungkinkan replikasi virus lebih banyak,” kata Levitt.

Sementara itu, para ilmuwan lain memusatkan perhatian pada sistem organ yang mendorong kemunduran cepat beberapa pasien, seperti jantung dan pembuluh darah.

Baca juga: Berikut Cara Membuat Hand Sanitizer Sendiri dengan Lima Bahan Sederhana

Menyerang hati

Ilustrasi hati, penyakit hepatitis Ilustrasi hati, penyakit hepatitis
Kisah manis terjadi di Italia, di mana sepasang suami istri lansia, Giancarlo dan Sandra, merayakan ulang tahun pernikahan ke-50 sambil berpegangan tangan setelah mereka terpapar Covid-19.Newsflash/Roberta Ferretti via Daily Mail Kisah manis terjadi di Italia, di mana sepasang suami istri lansia, Giancarlo dan Sandra, merayakan ulang tahun pernikahan ke-50 sambil berpegangan tangan setelah mereka terpapar Covid-19.

Seorang wanita berusia 53 tahun di Brescia, Italia dibawa ke ruang gawat darurat rumah sakit setempat dengan semua gejala klasik serangan jantung, termasuk tanda-tanda dalam elektrokardiogramnya dan penanda darah tingkat tinggi menunjukkan kerusakan otot jantung.

Tes lebih lanjut menunjukkan pembengkakan dan jaringan parut jantung dan ventrikel kiri, biasanya ruang pembangkit tenaga jantung, sangat lemah sehingga hanya bisa memompa sepertiga jumlah darah normal.

Namun, saat dokter menyuntikkan zat pewarna ke dalam arteri koroner, mencari penyumbatan yang menandakan serangan jantung, mereka tidak menemukannya.

Masih menjadi misteri bagaimana virus menyerang jantung dan pembuluh darah, tetapi beberapa data membuktikan bahwa kerusakan seperti ini biasa terjadi.

Sebuah makalah di JAMA Cardiology yang terbit pada 25 Maret lalu, mendokumentasikan kerusakan jantung pada hampir 20 persen pasien dari 416 yang dirawat di rumah sakit untuk Covid-19 di Wuhan, China.

Dalam penelitian lain di Wuhan, menunjukkan 44 persen dari 138 pasien. Gangguan tampaknya meluas ke darah itu sendiri.

Baca juga: Sebabkan Komplikasi Jantung, Penelitian Klorokuin di Brazil Dihentikan

Soal pembekuan darah

Ilustrasi donor darahShutterstock Ilustrasi donor darah

Menurut jurnal di Thrombosis Research pada 10 April menyebutkan, di antara 184 pasien Covid-19 di ICU Belanda, 38 persen memiliki darah yang menggumpal tidak normal dan hampir sepertiga sudah memiliki gumpalan.

Gumpalan darah dapat pecah dan mendarat di paru-paru, menghalangi arteri vital, suatu kondisi yang dikenal sebagai emboli paru, yang dilaporkan telah membunuh pasien Covid-19.

Gumpalan dari arteri juga bisa masuk ke otak, menyebabkan stroke.

Banyak pasien dengan tingkat D-dimer yang tinggi, produk sampingan dari pembekuan darah, kata seorang ahli pengobatan kardiovaskular di Columbia University Medical Center, Behnood Bikdeli.

"Semakin kita melihat, semakin besar kemungkinan pembekuan darah adalah pemain utama dalam tingkat keparahan penyakit dan kematian akibat Covid-19," ujar Bikdeli.

Infeksi juga dapat menyebabkan penyempitan pembuluh darah. Laporan muncul dari iskemia (keadaan kurangnya aliran darah) di jari tangan dan kaki, dapat menyebabkan bengkak hingga kematian jaringan.

Di paru-paru, penyempitan pembuluh darah mungkin membantu menjelaskan laporan anekdotal tentang fenomena membingungkan yang terlihat pada pneumonia yang disebabkan oleh Covid-19.

Beberapa pasien memiliki kadar oksigen darah sangat rendah dan belum terengah-engah.

Terdapat kemungkinan bahwa pada beberapa tahap penyakit, virus mengubah keseimbangan hormon yang membantu mengatur tekanan darah dan menyempitkan pembuluh darah ke paru-paru.

Jadi pengambilan oksigen terhambat oleh pembuluh darah yang menyempit, bukan oleh alveoli yang tersumbat.

Jika Covid-19 menargetkan pembuluh darah, ini juga dapat membantu menjelaskan mengapa pasien dengan kerusakan yang sudah ada pada pembuluh tersebut, misalnya dari diabetes dan tekanan darah tinggi, menghadapi risiko penyakit yang lebih tinggi.

Baca juga: Apa yang Terjadi pada Paru-paru Manusia Saat Terkena Virus Corona?

Data Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) terbaru pada pasien yang dirawat di rumah sakit di 14 negara bagian AS menemukan, sekitar sepertiga pasien memiliki penyakit paru-paru kronis, hampir sama banyak yang menderita diabetes, dan setengahnya memiliki tekanan darah tinggi.

Fakta bahwa tidak ada penderita asma atau pasien dengan penyakit pernapasan lainnya di ICU HUP menjadi salah satu hal yang mengejutkan mengejutkan.

Para ilmuwan sedang berjuang untuk memahami penyebab kerusakan kardiovaskular.

Virus ini dapat langsung menyerang selaput jantung dan pembuluh darah, seperti hidung dan alveoli, yang kaya akan reseptor ACE2.

Atau mungkin kekurangan oksigen karena kekacauan di paru-paru dan merusak pembuluh darah, atau badai sitokin dapat merusak jantung seperti halnya organ-organ lain.

"Kami masih di awal. Kami benar-benar tidak mengerti siapa yang rentan, mengapa beberapa orang sangat terpengaruhi, mengapa ia muncul begitu cepat dan mengapa begitu sulit (bagi beberapa) untuk pulih," kata Krumholz.

Baca juga: 8 Makanan yang Baik untuk Penderita Diabetes

Kekurangan ventilator

Pekerja memperagakan alat peraga manusia dan ventilator darurat di Industri UMKM Agusta Dryer, Cidodol, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, Selasa (14/4/2020). UMKM Agusta Dryer membuat Ventilator hasil belajar secara online dari Forum O2 yang berpusat di Kota Barcelona, Spanyol. Pembuatan ventilator darurat ini berharap dapat diuji coba oleh Kementerian Kesehatan RI agar dapat di produksi untuk tujuan kemanusiaan bagi Pasien COVID-19.KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG Pekerja memperagakan alat peraga manusia dan ventilator darurat di Industri UMKM Agusta Dryer, Cidodol, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, Selasa (14/4/2020). UMKM Agusta Dryer membuat Ventilator hasil belajar secara online dari Forum O2 yang berpusat di Kota Barcelona, Spanyol. Pembuatan ventilator darurat ini berharap dapat diuji coba oleh Kementerian Kesehatan RI agar dapat di produksi untuk tujuan kemanusiaan bagi Pasien COVID-19.

Ketakutan di seluruh dunia akan kekurangan ventilator karena gagal paru-paru telah mendapatkan banyak perhatian. 

"Jika orang-orang ini tidak mati karena gagal paru-paru, mereka mati karena gagal ginjal," kata ahli saraf Jennifer Frontera dari Langone Medical Center, New York University, yang telah merawat ribuan pasien Covid-19.

Rumah sakitnya sedang mengembangkan protokol dialisis dengan mesin yang berbeda untuk mendukung pasien tambahan.

Menurut sebuah laporan, 27 persen dari 85 pasien yang dirawat di rumah sakit di Wuhan mengalami gagal ginjal.

Yang lainnya melaporkan bahwa 59 persen dari hampir 200 pasien Covid-19 yang dirawat di rumah sakit sekitar Wuhan mempunyai protein dan darah dalam urin mereka. Ini menunjukkan adanya kerusakan ginjal.

Baca juga: 10 Daftar Makanan yang Baik untuk Ginjal

Pasien yang mengalami cedera ginjal akut, kemungkinan meninggal lima kali lebih besar dibandingkan pasien Covid-19 tanpa gejala tersebut.

“Paru-paru adalah zona pertempuran utama. Tetapi sebagian kecil dari virus itu mungkin menyerang ginjal. Dan seperti di medan perang yang sebenarnya, jika dua tempat diserang pada saat yang sama, setiap tempat menjadi lebih buruk, ”kata Hongbo Jia, seorang ahli saraf di Institut Teknik Biomedis dan Teknologi Biomedis, Akademi Ilmu Pengetahuan China.

Dalam sebuh studi, partikel virus diidentifikasi dalam mikrograf elektron ginjal menunjukkan serangan virus langsung.

Tetapi, cedera ginjal mungkin juga merupakan kerusakan tambahan.

Ventilator meningkatkan risiko kerusakan ginjal, seperti halnya obat antivirus termasuk remdesivir, yang sedang digunakan secara eksperimental pada pasien Covid-19.

Badai sitokin juga dapat secara dramatis mengurangi aliran darah ke ginjal, menyebabkan kerusakan yang seringkali berujung fatal.

Sedangkan, penyakit yang sudah ada sebelumnya seperti diabetes dapat meningkatkan risiko gagal ginjal.

"Ada sejumlah orang yang sudah memiliki beberapa penyakit ginjal kronis yang berisiko lebih tinggi untuk cedera ginjal akut," kata Suzanne Watnick, kepala petugas medis di Northwest Kidney Center.

Baca juga: Mengenal Penyakit Ginjal, dari Penyebab hingga Pencegahannya...

Otak

IlustrasiShutterstock Ilustrasi

Kumpulan gejala lain yang mencolok pada pasien Covid-19 berpusat pada otak dan sistem saraf pusat. 

Beberapa orang dengan Covid-19 dapat kehilangan kesadaran dan yang lainnya mengalami stroke.

Banyak yang melaporkan kehilangan indra penciuman mereka.

Masih menjadi pertanyaan apakah dalam beberapa kasus, infeksi menekan refleks batang otak yang merasakan kelaparan oksigen.

Ini merupakan penjelasan lain untuk pengamatan anekdotal bahwa beberapa pasien tidak terengah-engah, meskipun kadar oksigen darahnya sangat rendah.

Sebuah studi kasus dari sebuh tim di Jepang dalam International Journal of Infectious Diseases pada 3 April, melaporkan jejak virus corona baru dalam cairan serebrospinal dari pasien Covid-19 yang mengembangkan meningitis dan ensefalitis, menunjukkan bahwa ini juga dapat menembus sistem syaraf pusat.

Namun, faktor-faktor lain dapat merusak otak, seperti badai sitokin yang dapat menyebabkan pembengkakan otak dan kecenderungan darah yang membeku dapat memicu stroke.

Baca juga: Jadi Pandemi Global, Kenali 3 Gejala Awal Covid-19

Ilustrasi perawat dan dokterShutterstock Ilustrasi perawat dan dokter

Tantangan saat ini, beralih dari dugaan menjadi percaya, pada saat tenaga medis fokus pada menyelamatkan nyawa dan bahkan penilaian neurologis seperti menginduksi refleks muntah atau mengangkut pasien untuk pemindaian otak berisiko menyebarkan virus.

Bulan lalu, Sherry Chou, seorang ahli saraf di University of Pittsburgh Medical Center, mulai mengatur konsorsium seluruh dunia yang sekarang mencakup 50 pusat untuk mengambil data neurologis dari perawatan yang sudah diterima pasien.

Tujuan awalnya sederhana yaitu mengidentifikasi prevalensi komplikasi neurologis pada pasien yang dirawat di rumah sakit dan mencatat bagaimana hal tersebut terjadi.

Untuk jangka panjang, Chou dan rekan-rekannya berharap untuk mengumpulkan scan, tes laboratorium, dan data lainnya untuk lebih memahami dampak virus pada sistem saraf, termasuk otak.

Chou berspekulasi tentang rute invasi yang mungkin, yaitu melalui hidung, lalu ke atas dan melalui bohlam penciuman, menjelaskan laporan hilangnya penciuman yang menghubungkan ke otak.

"Itu teori yang terdengar bagus. Kami harus benar-benar membuktikannya," katanya. 

Baca juga: Kenali Tanda dan Gejala Infeksi Virus Corona pada Anak-anak

Ilustrasi virus corona, penularan virus corona di transportasi umumShutterstock Ilustrasi virus corona, penularan virus corona di transportasi umum

Menurut sebuah makalah di The American Journal of Gastroenterology (AJG), pada awal Maret terdapat seorang wanita Michigan berusia 71 tahun kembali dari pelayaran Sungai Nil dengan diare berdarah, muntah, dan sakit perut.

Awalnya dokter mencurigai dia menderita sakit perut biasa, seperti salmonella. Tetapi setelah dia menderita batuk, dokter mengambil usap hidung dan menemukan hasil positif untuk virus corona baru.

Sampel tinja menunjukkan hasil positif untuk RNA virus, serta tanda-tanda cedera usus yang terlihat dalam endoskopi, menunjuk ke infeksi gastrointestinal (GI) dengan corona virus.

Kasus ini menambah bukti yang menunjukkan bahwa corona virus baru, dapat menginfeksi lapisan saluran pencernaan bagian bawah, di mana reseptor ACE2 berlimpah.

Viral RNA telah ditemukan pada sebanyak 53 persen dari sampel tinja pasien dan dalam sebuah makalah yang diterbitkan di Gastroenterology, sebuah tim Cina melaporkan menemukan protein shell virus dalam sel lambung, duodenum, dan dubur dalam biopsi dari pasien Covid-19.

"Saya pikir itu mungkin meniru di saluran pencernaan," kata Mary Estes, seorang ahli virus di Baylor College of Medicine.

Brennan Spiegel dari Cedars-Sinai Medical Center di Los Angeles, co-editor-in-chief AJG mengatakan, laporan terbaru menunjukkan bahwa hingga setengah dari pasien, rata-rata sekitar 20 persen di seluruh studi, mengalami diare.

Gejala GI tidak ada dalam daftar gejala Covid-19 yang dikeluarkan CDC, yang dapat menyebabkan beberapa kasus Covid-19 tidak terdeteksi.

Kehadiran virus dalam saluran GI meningkatkan kemungkinan meresahkan yang bisa ditularkan melalui feses. Namun belum jelas apakah feses mengandung virus dapat infeksi langsung, bukan hanya RNA dan protein.

Sehingga saat ini belum ada bukti yang menunjukkan hal tersebut.

CDC mengatakan, berdasarkan pengalaman dari SARS dan MERS, risiko penularan melalui tinja mungkin rendah.

Usus bukan akhir dari perjalanan penyakit melalui tubuh.

Dibutuhkan penelitian lebih lanjut untuk mempertajam gambaran jangkauan kerusakan oleh virus ini.

 Baca juga: Kabar Baik, China Setujui 2 Vaksin Covid-19 Diujicobakan ke Manusia

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com