Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sangat Cepat, Perkembangan Gejala Terinfeksi Virus Corona dari Ringan ke Sedang hingga Parah

Kompas.com - 11/04/2020, 06:07 WIB
Nur Fitriatus Shalihah,
Inggried Dwi Wedhaswary

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Mereka yang terinfeksi virus corona jenis baru penyebab Covid-19 biasanya mendapati gejala batuk, jika virus tersebut masih di hidung dan tenggorokan.

Risiko yang lebih tinggi hingga bisa berakibat fatal jika sudah mencapai paru-paru.

Menurut laporan WHO di China, 1 dari 7 pasien mengalami kesulitan bernapas dan komplikasi parah lainnya.

Sementara, sebanyak 6 persen menjadi kritis. Pasien-pasien ini biasanya mengalami gagal pernapasan dan sistem vital lainnya.

Ada pula yang mengalami syok septik atau kondisi kegawatdaruratan.

Melansir Bloomberg, Asisten Direktur Jenderal WHO di China Bruce Aylward mengatakan, perkembangan dari gejala ringan atau sedang ke level parah dapat terjadi sangat cepat.

Dia mengaku telah meninjau 56.000 kasus di China. Menurut dia, penting untuk memahami jalannya penyakit dan mengidentifikasi individu-individu dengan risiko terbesar agar perawatannya bisa optimal.

Baca juga: Berikut 5 Gejala Virus Corona Ringan yang Tak Boleh Diabaikan

Sekitar 10-15 persen dari pasien ringan sampai sedang berkembang menjadi parah.

Dari jumlah tersebut, 15-20 persen mengalami peningkatan menjadi kritis.

Pasien dengan risiko tertinggi termasuk orang berusia 60 tahun ke atas dan mereka yang memiliki riwayat penyakit sebelumnya seperti hipertensi, diabetes, dan penyakit kardiovaskular.

Kepala Bagian Patogenesis dan Evolusi Virus dari Institut Nasional Alergi dan Penyakit Menular di Bethesda, Maryland Jeffery K. Taubenberger menjelaskan gambaran klinis virus corona yang menunjukkan pola penyakit yang tidak berbeda dengan apa yang ada di influenza.

Covid-19 kemungkinan besar menyebar melalui tetesan/droplets yang dikeluarkan dari batuk, bersin, atau napas orang terinfeksi.

Taubenberger menjelaskan, infeksi umumnya dimulai di hidung.

Ketika masuk ke dalam tubuh, virus corona menyerang sel-sel epitel yang melapisi dan melindungi saluran pernapasan.

Jika virus terdapat di saluran napas bagian atas, biasanya tidak mengakibatkan sakit parah.

Baca juga: Kisah Pasien Positif Covid-19 Tanpa Gejala, Jalani Isolasi Mandiri di Rumah 

Perlengkapan medis dan deretan tempat tidur terlihat di dalam tenda rumah sakit lapangan darurat yang didirikan sukarelawan dari organisasi bantuan Kristen Internasional Samaritans Purse untuk pasien virus corona di Central Park, New York, Senin (30/3/2020). AS kini resmi menjadi epicenter corona di dunia dengan data hingga Selasa (31/3/2020) terdapat 163.429 kasus positif dan korban meninggal 3.148 orang, melebihi Italia, China, dan Spanyol.AFP/BRYAN R SMITH Perlengkapan medis dan deretan tempat tidur terlihat di dalam tenda rumah sakit lapangan darurat yang didirikan sukarelawan dari organisasi bantuan Kristen Internasional Samaritans Purse untuk pasien virus corona di Central Park, New York, Senin (30/3/2020). AS kini resmi menjadi epicenter corona di dunia dengan data hingga Selasa (31/3/2020) terdapat 163.429 kasus positif dan korban meninggal 3.148 orang, melebihi Italia, China, dan Spanyol.

Tetapi, jika virus menjalar ke tenggorokan, lalu ke cabang-cabang perifer dari bronkus dan jaringan paru-paru, maka bisa memicu fase penyakit yang lebih parah.

Hal itu karena kerusakan penyebab pneumonia (yang ditimbulkan langsung oleh virus).

Selain itu, terjadi kerusakan sekunder yang disebabkan oleh respons imun tubuh terhadap infeksi.

Tubuh segera memperbaiki kerusakan di paru-paru ketika kerusakan terjadi.

Berbagai sel darah putih bertindak sebagai responden pertama yang fungsinya menyembuhkan jaringan rusak.

Biasanya, jika ini berjalan dengan baik, infeksi dapat hilang dalam beberapa hari.

Akan tetapi, jika infeksi menjadi parah, upaya tubuh untuk menyembuhkan diri gagal dan dapat mengarah ke penghancuran sel terinfeksi virus dan sel yang sehat.

Kerusakan pada jaringan epitel (yang melapisi trakea dan bronkus) dapat menyebabkan hilangnya sel-sel penghasil lendir pelindung.

Efek lainnya, menghilangkan rambut-rambut kecil atau silia yang dapat menyapu kotoran dan sekresi pernapasan keluar paru-paru.

Baca juga: Testimoni Para Pasien Covid-19, dari Gejala hingga Upaya Mereka Lawan Virus Corona

Infeksi bakteri sekunder

Organ-organ saluran pernapasan bawah tidak terlindungi seperti organ pernapasan atas. Akibatnya, paru-paru rentan terhadap infeksi bakteri sekunder invasif.

Penyebab potensialnya adalah:

  • Kuman yang biasanya tersimpan di hidung dan tenggorokan
  • Bakteri resisten antibiotik yang tumbuh subur di rumah sakit, terutama lingkungan lembab di ventilator mekanik.

Infeksi bakteri sekunder merupakan ancaman sangat berbahaya karena dapat membunuh sel induk saluran pernapasan kritis yang memungkinkan peremajaan jaringan.

Jika paru-paru rusak, dapat menyebabkan organ vital lain juga rusak seperti ginjal, hati, otak, dan jantung.

Penasihat Ilmiah Senior Direktur Institut Nasional Alergi dan Penyakit Menular David Morens mengatakan, saat seseorang terinfeksi parah, kondisi tubuhnya semakin sulit ditangani.

Orang tersebut akan mengalami titik kritis di mana semuanya akan menurun dan pada titik tertentu tidak bisa tertangani.

Titik kritis itu mungkin terjadi lebih awal pada orang tua atau dewasa. Mereka yang tadinya sehat pun dapat berubah menjadi sakit parah.

Hal itu seperti yang dialami dokter Li Wenliang (34), yang merupakan salah satu orang pertama yang memperingatkan tentang coronavirus di Wuhan.

Dia meninggal setelah menerima antibodi, antivirus, antibiotik, oksigen, dan darahnya dipompa melalui paru-paru buatan.

Baca juga: Pahami, Ini Perbedaan Batuk karena Gejala Terinfeksi Virus Corona dan Batuk Biasa

KOMPAS.com/AKbar Bhayu Tamtomo Infografik: Wabah Virus Corona, Siapa yang Perlu Periksa ke Rumah Sakit?

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com